JAKARTA. Saham bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan kinerja beragam namun mayoritas menguat pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (7/10/2025). Meskipun pasar telah diwarnai dengan suntikan dana pemerintah dan kebijakan penurunan BI Rate, sejumlah saham perbankan masih menghadapi tekanan yang persisten.
Berdasarkan data dari Stockbit, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kompak mencatatkan penguatan. Sebaliknya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) justru mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan hari ini. BBRI memimpin penguatan dengan kenaikan 1,27% mencapai level Rp 3.710 per saham. Meski demikian, dalam sebulan terakhir, saham bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ini masih terkoreksi 7,25%.
Diikuti oleh BMRI yang menguat 0,70% ke level Rp 4.290. Namun, pergerakan saham BMRI selama sebulan terakhir menunjukkan pelemahan hingga 8,33%. Sementara itu, BBTN juga membukukan penguatan sebesar 0,42% di level Rp 1.200 per saham. Secara bulanan, BBTN tercatat melemah 6,25%. Berbeda dengan rekan-rekannya, BBNI menutup perdagangan di zona merah dengan pelemahan 0,25% ke level Rp 3.990 per saham, menjadikannya harga terendah dalam sebulan terakhir dengan penurunan akumulatif mencapai 8,70%.
Saham Big Banks Kompak Menguat Selasa (7/10), BBRI Jadi Pemimpin Kenaikan
Menanggapi kondisi pasar, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory Ekky Topan mengamati bahwa pelemahan yang terjadi pada saham-saham big banks saat ini lebih dominan disebabkan oleh melambatnya kinerja perbankan, minimnya sentimen positif berkelanjutan, serta terus berlanjutnya aksi jual oleh investor asing (foreign net sell). Menurutnya, saham-saham perbankan besar, termasuk bank BUMN, memiliki korelasi yang kuat dengan pergerakan dana investor asing. “Selama asing belum masuk ke pasar, mereka akan tertekan,” ungkap Ekky, Selasa (7/10/2025).
Ekky menambahkan bahwa dampak dari penurunan suku bunga, secara historis, tidak serta merta memengaruhi harga saham perbankan. Efeknya cenderung terasa dalam beberapa bulan setelahnya. Oleh karena itu, ia memperkirakan bahwa dalam kurun waktu satu hingga dua tahun mendatang, saham-saham perbankan berpotensi kembali mengalami kenaikan yang signifikan.
Saham Big Banks Kompak Melemah pada Awal Pekan, BMRI Catat Penurunan Terdalam
Di sisi lain, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas M. Nafan Aji Gusta menilai tekanan yang dialami oleh bank-bank BUMN masih tergolong wajar. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja pertumbuhan kredit yang berada di bawah ekspektasi, bahkan cenderung mengalami perlambatan. “Belum lagi juga efek dari suku bunga tinggi masih berlaku pada waktu itu. Terlepas dari kebijakan Bank Indonesia (BI) yang telah menerapkan kebijakan pelonggaran moneter, tapi setidaknya borrowing cost effect-nya itu harusnya mulai terasa di semester kedua,” jelasnya, Selasa (7/10/2025).
Lebih lanjut, Nafan berharap program stimulus dari Menteri Keuangan berupa injeksi likuiditas ke perbankan BUMN dapat dilakukan secara lebih agresif dan tepat sasaran. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan sektor-sektor produktif yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian. Ia juga menyoroti adanya katalis positif lainnya di semester kedua tahun ini, yakni peluang Bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bunga acuan, baik pada kuartal keempat tahun ini maupun tahun depan. Langkah ini diproyeksikan akan meningkatkan likuiditas di pasar keuangan maupun perbankan.
Sebagai nilai tambah, Nafan menyebutkan bahwa saham-saham perbankan BUMN menawarkan dividend yield yang menarik. Pergerakan harga sahamnya pun kini telah berada di bawah nilai wajar (fairly valued) dan bahkan ada yang tergolong undervalued. Kondisi ini menjadikannya pilihan menarik bagi para dividend hunter yang mencari potensi keuntungan dari pembagian dividen.
Ringkasan
Pada penutupan perdagangan Selasa (7/10/2025), saham bank BUMN menunjukkan hasil beragam. BBRI, BMRI, dan BBTN mengalami penguatan, sementara BBNI justru melemah. Analis menilai pelemahan saham perbankan saat ini disebabkan oleh melambatnya kinerja, minimnya sentimen positif berkelanjutan, dan aksi jual investor asing.
Penurunan suku bunga belum serta merta berpengaruh pada harga saham perbankan, efeknya baru akan terasa beberapa bulan kemudian. Stimulus pemerintah dan potensi penurunan suku bunga acuan di masa depan diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dan kinerja perbankan. Saham perbankan BUMN juga dinilai menarik karena menawarkan dividend yield yang menarik dan harga yang undervalued.