Ifonti.com Pasar saham, seringkali diibaratkan sebagai wahana roller coaster emosional, bisa melesat tinggi dengan euforia, lalu tiba-tiba terjun bebas memicu kepanikan. Bagi banyak investor awam, penurunan tajam di bursa adalah sinyal untuk menjual dan lari menyelamatkan diri. Namun, di tengah gejolak tersebut, Warren Buffett, sang “Oracle of Omaha” yang dihormati dunia, melihat sebuah peluang emas.
Pria di balik kesuksesan Berkshire Hathaway ini berpandangan bahwa justru di saat-saat pasar terguncang inilah pintu kesempatan terbuka lebar. Prinsip-prinsip inilah yang ia anjurkan untuk diterapkan, sebagaimana dirangkum dari Investopedia, untuk menavigasi turbulensi pasar.
Wijaya Karya (WIKA) Kembali Gelar RUPO dan RUPSU Bulan Ini, Simak Jadwalnya
Tetap Tenang dan Hindari Menjual Terburu-buru
Ketenangan adalah kunci utama menurut Buffett. Ia selalu menekankan pentingnya menjaga kepala tetap dingin saat pasar dilanda badai. Filosofinya yang terkenal, “the stock market is designed to transfer money from the active to the patient,” menggambarkan bagaimana pasar pada dasarnya merancang perpindahan kekayaan dari mereka yang reaktif dan tidak sabar kepada investor yang memiliki kesabaran. Menjual aset dalam kepanikan saat harga sudah jatuh, seringkali hanya berarti mengukuhkan kerugian. Sebaliknya, Buffett mendorong investor untuk menahan diri, memandang fluktuasi harga sebagai gangguan sesaat, dan berpegang teguh pada visi investasi jangka panjang.
“Be Fearful When Others Are Greedy, and Be Greedy Only When Others Are Fearful”
Kutipan ikonik Buffett ini adalah inti dari strategi kontrariannya: “Jadilah takut saat orang lain serakah, dan jadilah serakah hanya saat orang lain takut.” Ini berarti, ketika pasar dipenuhi optimisme berlebihan dan semua orang berlomba-lomba membeli (greedy), inilah saatnya untuk berhati-hati (fearful). Sebaliknya, ketika ketakutan melanda, dan banyak orang panik menjual (fearful), momen itu justru bisa menjadi peluang terbaik untuk membeli (greedy). Buffett membuktikan prinsip ini selama krisis finansial 2008. Saat banyak yang memprediksi kehancuran total, ia justru berani mengalirkan dana ke Goldman Sachs melalui kesepakatan obligasi preferen dengan dividen 10% dan warrant saham, sebuah langkah yang kemudian menghasilkan keuntungan masif bagi Berkshire Hathaway.
Kinerja Timah (TINS) Prospektif Usai Dapat 6 Smelter, Ini Rekomendasi Analis
Fokus pada Fundamental Bisnis
Bagi Buffett, hiruk pikuk fluktuasi harga jangka pendek hanyalah “kebisingan” yang menyesatkan. Yang jauh lebih penting adalah inti dari sebuah bisnis: apakah fundamentalnya kuat, apakah produk atau layanannya relevan dan dicari pasar, serta bagaimana prospek jangka panjangnya. Ia pernah mempertanyakan, “Apakah penurunan 30% pada harga saham akan mengubah berapa banyak orang yang akan minum Coca-Cola atau memakai kartu American Express tahun depan?” Jika jawabannya “tidak banyak berubah,” maka nilai intrinsik bisnis tetap utuh; hanya pasar yang bereaksi berlebihan. Sebuah contoh klasik adalah ketika pada tahun 1973, Buffett mengakuisisi saham Washington Post saat pasar sedang melemah, dengan harga jauh di bawah nilai intrinsik yang telah ia kalkulasikan. Meskipun harga saham sempat merosot lebih jauh, Buffett tetap teguh pada keyakinannya akan potensi jangka panjang perusahaan tersebut. Hasilnya, investasi awal senilai US$ 10,6 juta melambung menjadi lebih dari US$ 200 juta pada tahun 1985, menunjukkan kekuatan analisis fundamental.
Jangan Terlalu Berusaha Menebak “Waktu Pasar” (Market Timing)
Mencoba memprediksi kapan pasar akan naik atau turun, atau yang dikenal sebagai market timing, adalah “permainan bodoh” menurut Buffett. Ia sangat menganjurkan strategi “beli dan tahan” (buy and hold) jangka panjang, alih-alih mencoba keluar masuk pasar berdasarkan spekulasi waktu. Sebagai ilustrasi, Buffett telah mempertahankan kepemilikan saham Coca-Cola selama puluhan tahun dan American Express sejak era 1960-an. Godaan untuk merespons berita buruk – seperti “Harga sudah jatuh, mungkin akan lebih parah lagi?” – memang besar. Namun, Buffett dengan tegas menyarankan agar investor tidak tergiur untuk berpindah-pindah posisi investasi hanya berdasarkan prediksi yang seringkali tidak akurat.
Simpan Cadangan Kas sebagai Peluru Finansial
Sementara banyak penasihat keuangan menganjurkan investor untuk “selalu terinvestasi penuh,” Buffett memiliki pandangan berbeda. Ia menganggap kas sebagai “amunisi” atau “peluru finansial,” modal yang krusial dan siap digunakan saat peluang investasi langka muncul. Berkshire Hathaway, di bawah kepemimpinannya, memang terkenal sering memegang cadangan tunai dalam jumlah besar, bahkan di saat pasar sedang bullish. Ketika kepanikan melanda dan banyak investor lain menjual aset mereka, Buffett memiliki keunggulan: dana tunai yang siap untuk mengakuisisi saham atau bisnis berkualitas dengan harga diskon. Dalam suratnya kepada pemegang saham tahun 2010, ia bahkan menyatakan komitmen untuk selalu menjaga setidaknya US$ 10 miliar dalam bentuk kas.
Tonton: Gubernur Se-Indonesia Geruduk Purbaya Protes Pemotongan TKD 2026
Kesimpulan: Menjadikan Krisis sebagai Kesempatan
Pada intinya, filosofi investasi Warren Buffett mengajarkan satu pelajaran fundamental: jangan biarkan emosi, terutama ketakutan atau euforia, mendikte keputusan investasi Anda. Pasar saham memang tak terhindarkan dari jatuh bangun, tetapi jika Anda tetap tenang, fokus pada kekuatan fundamental bisnis yang Anda investasikan, dan memiliki cadangan kas yang strategis untuk memanfaatkan peluang, maka krisis bukanlah akhir, melainkan justru momen emas untuk membeli. Dengan kata lain: saat dunia di sekitar Anda dilanda kepanikan, Anda bisa tetap rasional dan bertindak strategis. Dan ketika pasar akhirnya pulih, Anda akan berada di posisi yang jauh lebih kuat dan menguntungkan.