Rupiah Terancam Rp 17.000? Analis Ungkap Proyeksi Akhir 2025

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menghadapi tekanan signifikan, baik dari faktor internal maupun eksternal, dengan potensi menyentuh level Rp 17.000 pada akhir tahun 2025. Pada penutupan perdagangan Rabu (8/10/2025), kurs rupiah spot tercatat melemah 0,075% ke posisi Rp 16.573 per dolar AS, mencerminkan kerentanan mata uang Garuda.

Bersamaan dengan pelemahan rupiah, indeks dolar AS menunjukkan penguatan yang solid. Pada pukul 16.30 WIB, indeks dolar AS naik 0,31% mencapai level 98,88, melanjutkan tren apresiasi sebesar 1,10% yang telah terjadi dalam sebulan terakhir, menunjukkan dominasi dolar AS di pasar global.

Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa pelemahan rupiah saat ini sangat sulit dihindari akibat sentimen negatif yang masih kuat di pasar. Menurutnya, kebijakan ekspansif pemerintah menimbulkan kekhawatiran pasar akan potensi pelebaran defisit APBN. Selain itu, terdapat pula kekhawatiran yang berkembang terkait independensi dan mandat Bank Indonesia (BI), menambah tekanan internal bagi stabilitas nilai tukar rupiah.

Dukungan terhadap pandangan tersebut datang dari data-data ekonomi terbaru yang kurang kondusif bagi pergerakan rupiah. Misalnya, cadangan devisa BI mengalami penurunan dari US$ 150,7 miliar pada Agustus 2025 menjadi US$ 148,7 miliar pada akhir September 2025. Penurunan serupa juga terlihat pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang merosot dari 117,2 di Agustus 2025 menjadi 115 di September 2025, mengindikasikan melemahnya sentimen ekonomi domestik.

Di sisi eksternal, Lukman Leong juga mengidentifikasi penguatan indeks dolar AS sebagai dampak dari pernyataan-pernyataan bernada hawkish dari para pejabat The Fed belakangan ini. Namun, ia meyakini bahwa penguatan dolar AS ini tidak akan berkelanjutan dalam jangka panjang, memberikan sedikit optimisme bagi pasar keuangan.

Ke depan, Lukman menekankan bahwa laju pergerakan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk meyakinkan pasar bahwa kondisi fiskal negara masih aman dan terkendali. Ia menambahkan, BI juga perlu menunjukkan pendekatan yang kurang agresif dalam kebijakan penurunan suku bunga acuan di masa mendatang. Selain itu, pergerakan rupiah juga akan sangat dipengaruhi oleh rilis data-data ekonomi penting yang akan datang, baik dari dalam maupun luar negeri.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Lukman Leong memperkirakan kurs rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.500—Rp 17.000 per dolar AS hingga akhir tahun 2025, menggambarkan tantangan yang harus dihadapi oleh mata uang Garuda.

Ringkasan

Nilai tukar rupiah menghadapi tekanan dan berpotensi menyentuh Rp 17.000 per dolar AS pada akhir 2025. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh sentimen negatif pasar, kekhawatiran defisit APBN akibat kebijakan ekspansif pemerintah, dan isu independensi Bank Indonesia (BI). Data ekonomi seperti penurunan cadangan devisa dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turut memperburuk situasi.

Selain faktor internal, penguatan indeks dolar AS akibat pernyataan hawkish pejabat The Fed juga menekan rupiah. Pergerakan rupiah ke depan bergantung pada kemampuan pemerintah meyakinkan pasar mengenai kondisi fiskal, kebijakan BI yang kurang agresif dalam penurunan suku bunga, dan rilis data ekonomi penting. Analis memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.500—Rp 17.000 per dolar AS hingga akhir 2025.