Ifonti.com JAKARTA. Isu seputar rencana sejumlah bank digital untuk melantai di Bursa Efek Indonesia melalui penawaran saham perdana (IPO) kini kian santer berembus, menarik perhatian banyak pihak di sektor keuangan.
Superbank menjadi salah satu entitas yang paling sering disebut-sebut akan segera melangkah ke panggung IPO. Tak hanya itu, nama BCA Digital, yang dikenal dengan layanan blu by BCA, juga turut terseret dalam pusaran rumor serupa, menambah spekulasi di pasar modal.
Menanggapi kabar tersebut, manajemen Superbank masih memilih untuk irit bicara dan belum memberikan konfirmasi jelas. Seorang juru bicara Superbank kepada KONTAN menyatakan, “Fokus kami adalah menjaga kinerja yang kuat melalui solusi keuangan inovatif, mendorong pertumbuhan jumlah nasabah, serta memperkuat kolaborasi dengan ekosistem terpercaya untuk memacu pertumbuhan inklusif di Indonesia.” Pernyataan ini mengindikasikan prioritas pada fundamental bisnis ketimbang agenda IPO.
Sikap berbeda ditunjukkan oleh BCA Digital. Melalui Direktur Utama Lanny Budiati, BCA Digital dengan tegas membantah adanya rencana IPO dalam waktu dekat. “BCA Digital belum ada rencana IPO,” ujarnya, mengakhiri spekulasi yang berkembang.
Analisis Pasar: Potensi IPO Bank Digital dan Pergerakan Saham yang Menarik
Terlepas dari kepastian jadwal IPO, isu ini diyakini membawa sentimen positif bagi keseluruhan sektor perbankan digital. Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia, berpendapat bahwa IPO bank digital dapat menjadi tolok ukur valuasi baru dan memantik minat investor terhadap tema digital banking yang tengah berkembang pesat. Namun, Wafi mengingatkan bahwa daya tarik investasi akan sangat bergantung pada harga penawaran dan prospek profitabilitas. “Kalau valuasinya terlalu premium, potensi euforianya terbatas,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara prospek dan harga.
Senada dengan Wafi, Miftahul Khaer, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, juga melihat saham bank digital berada di titik yang sangat menarik. Hal ini didorong oleh pasar yang mulai secara serius memperhitungkan konsistensi kinerja operasional beberapa bank digital yang menunjukkan perbaikan signifikan.
Melihat performa di bursa, pergerakan saham bank digital dalam setahun terakhir menampilkan tren yang bervariasi. PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) berhasil mencatat lonjakan harga saham tertinggi, melesat 56,32% dan ditutup di level Rp 1.485 pada Rabu (8/10/2025). Kinerja impresif BBHI ini didukung oleh fundamental yang terus membaik, mulai dari pertumbuhan kredit yang solid, peningkatan dana murah, hingga valuasi yang sempat terkoreksi signifikan tahun lalu, memberikan ruang yang ideal untuk rebound.
Sementara itu, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) juga menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan 43,18% ke level Rp 378. Namun, tidak semua bank digital mengalami hal serupa. Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) justru mengalami kemerosotan 27,53% menjadi Rp 2.080, dan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) turut terkoreksi 18,87% ke level Rp 236. Dinamika ini menunjukkan perlunya selektivitas dalam berinvestasi di sektor ini.
Wafi optimis terhadap prospek bank digital yang kian cerah, terutama seiring tren penurunan suku bunga acuan. Kondisi ini diharapkan dapat meringankan biaya dana (cost of fund/CoF) bagi bank digital, yang pada gilirannya membuka peluang lebih besar untuk ekspansi kredit, khususnya di segmen mikro dan ritel digital yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi. “Bulan ini bisa dibilang awal momentum re-entry bagi investor, meskipun tetap harus selektif. Pilih bank digital yang sudah mulai mencetak laba dan didukung oleh ekosistem digital yang kuat,” sarannya.
Dengan potensi tersebut, Wafi merekomendasikan saham BBHI dengan target harga Rp 1.840 dan ARTO di Rp 2.250, mengindikasikan keyakinan pada valuasi kedua bank digital tersebut. Di sisi lain, Mifta menyarankan investor untuk masuk secara bertahap, sambil tetap mencermati indikator-indikator kunci seperti cost to income ratio (CIR), non performing loan (NPL), dan pertumbuhan nasabah aktif. Pendekatan ini dinilai lebih bijak untuk menghadapi volatilitas pasar dan memastikan investasi yang berkelanjutan di sektor bank digital.