Harga komoditas tembaga kembali bergejolak, mendekati level rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) yang baru. Kenaikan signifikan ini tentu memicu kekhawatiran di berbagai sektor industri. Namun, PT Astra International Tbk (ASII) menegaskan bahwa fluktuasi harga bahan baku krusial ini tidak serta-merta akan langsung diteruskan ke harga jual produk mereka, terutama di sektor otomotif.
Data terkini dari Bloomberg, pada Kamis (9/10/2025), menunjukkan bahwa kontrak berjangka tembaga di London Metal Exchange (LME) diperdagangkan pada angka US$ 10.867 per metrik ton. Bahkan, di sesi perdagangan hari itu, harga tembaga sempat melambung menyentuh US$ 11.000 per metrik ton, mendekati rekor ATH tembaga sebelumnya sebesar US$ 11.104 per metrik ton yang tercatat pada Mei 2024. Lonjakan ini mengindikasikan tekanan pasokan dan permintaan yang kuat di pasar global.
Lonjakan harga tembaga ini secara logis berpotensi meningkatkan biaya produksi bagi industri hilir, khususnya sektor otomotif yang sangat bergantung pada logam ini. Windy Riswantyo, Head of Corporate Communication Astra, mengakui adanya potensi tersebut. Akan tetapi, ia dengan tegas menyatakan bahwa kenaikan ini tidak akan secara langsung atau serta-merta berimplikasi pada penyesuaian harga yang dibebankan kepada konsumen akhir.
Dikonfirmasi oleh Windy kepada Kontan pada Jumat (10/10/2025), “Secara umum, kenaikan harga bahan baku esensial seperti karet dan berbagai jenis logam, termasuk tembaga, memang memiliki potensi signifikan untuk memengaruhi biaya produksi kendaraan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa fluktuasi harga bahan baku tersebut tidak selalu secara langsung diteruskan kepada konsumen melalui penyesuaian harga jual.” Penegasan ini menggarisbawahi komitmen Astra untuk stabilitas harga.
Untuk menyikapi kondisi pasar yang fluktuatif ini, Astra, melalui Windy, menegaskan komitmennya untuk terlebih dahulu mengimplementasikan berbagai langkah efisiensi internal yang komprehensif. Upaya ini menjadi krusial mengingat kondisi ekonomi global yang menantang telah menjadi beban tersendiri bagi daya beli konsumen. Oleh karena itu, setiap potensi penyesuaian harga produk akan melalui pertimbangan yang sangat mendalam, semata-mata demi menjaga keseimbangan optimal antara biaya produksi yang wajar dan kemampuan daya beli konsumen di pasar.
Meskipun Windy tidak merinci secara spesifik proporsi tembaga sebagai komponen dalam produk kendaraan Astra, ia menjelaskan bahwa mayoritas kendaraan yang diproduksi Astra saat ini masih mengandalkan mesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE), disamping sebagian kecil yang merupakan kendaraan elektrifikasi berjenis Hybrid EV. Konfigurasi ini tentu mempengaruhi sensitivitas terhadap harga material tertentu.
Ke depan, Astra akan terus mencermati dengan saksama perkembangan tren elektrifikasi global serta dinamika harga bahan baku lainnya. Pemantauan berkelanjutan ini menjadi kunci untuk merumuskan strategi bisnis yang lebih adaptif, inovatif, dan berkelanjutan di tengah perubahan lanskap pasar otomotif yang cepat.
Ringkasan
Harga tembaga yang meroket mendekati rekor tertinggi telah memicu kekhawatiran di berbagai industri. PT Astra International Tbk (ASII) menyatakan bahwa fluktuasi harga tembaga tidak serta-merta akan memengaruhi harga jual produk mereka, terutama di sektor otomotif. Perusahaan berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga demi melindungi daya beli konsumen.
Untuk mengatasi kenaikan biaya produksi akibat harga tembaga, Astra akan mengimplementasikan langkah efisiensi internal. Meskipun penggunaan tembaga bervariasi tergantung jenis kendaraan, Astra terus memantau tren elektrifikasi dan dinamika harga bahan baku untuk merumuskan strategi bisnis yang adaptif dan berkelanjutan.