Ifonti.com – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara aktif mendorong peningkatan jumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk melantai di pasar modal Indonesia melalui pencatatan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO). Inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan tata kelola perbankan daerah.
Menanggapi dorongan tersebut, beberapa bank daerah telah menunjukkan kesiapan untuk melakukan aksi korporasi IPO dalam waktu dekat. Salah satunya adalah Bank Jakarta, yang pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) April 2025 lalu, telah mendapatkan persetujuan penuh dari seluruh pemegang saham untuk melangkah ke Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham perdana.
Selain Bank Jakarta, Bank bjb Syariah juga tengah serius mempersiapkan diri menuju IPO. Kesiapan ini ditandai dengan langkah strategis penerbitan Sukuk Wakalah bi al-Istitsmar Subordinasi I Tahun 2025 senilai Rp 300 miliar. Direktur Operasional Bank bjb Syariah, Vicky Fitriadi, menjelaskan bahwa penerbitan sukuk subordinasi ini merupakan bagian vital dari upaya bank untuk memperkokoh struktur permodalan dan memperluas kapasitas pembiayaannya. Setelah fase penerbitan sukuk ini, Bank bjb Syariah akan memfokuskan diri pada konsolidasi internal guna memperkuat fondasi bisnis dan tata kelola perusahaan.
Vicky menambahkan kepada Kontan, Selasa (14/10/2025), bahwa langkah ini esensial untuk memperkuat fundamental keuangan dan memastikan kesiapan bank dalam mewujudkan rencana pengembangan jangka menengah sesuai dengan corporate plan tahun 2027–2028. Adapun rencana penawaran umum perdana saham (public offering) masih dalam tahap kajian, dengan proyeksi nilai yang akan berada di bawah porsi saham portepel bank, selaras dengan roadmap penguatan struktur kepemilikan dan peningkatan nilai perusahaan.
Di sisi lain, tidak semua perbankan daerah langsung menyambut rencana IPO. Beberapa di antaranya menyatakan belum menyiapkan langkah tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Bank BPD Bali, misalnya. Direktur Utama Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, menegaskan bahwa wacana IPO belum menjadi pembahasan dalam RUPS Luar Biasa Bank BPD Bali untuk periode lima tahun mendatang. Menurutnya, sesuai dengan roadmap BPD Bali tahun 2026 hingga 2030 yang telah dipaparkan kepada pemegang saham, belum ada rencana untuk melakukan IPO.
Senada dengan Bank BPD Bali, Bank BPD DIY juga belum memiliki rencana IPO dalam waktu dekat. Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah Bank BPD DIY, Raden Agus Trimurjanto, menjelaskan bahwa Bank BPD DIY saat ini telah memenuhi modal inti sesuai POJK, dan para pemegang saham masih bersedia untuk menambah setoran modalnya di periode mendatang. Meskipun demikian, Agus mengisyaratkan bahwa dalam pandangan jangka panjang, Bank BPD DIY telah mempertimbangkan alternatif IPO sebagai cara untuk meningkatkan modal, selain setoran dari pemegang saham. Namun, keputusan akhir sangat bergantung pada kemampuan keuangan para pemegang saham BPD DIY.
Apabila menilik kinerja saham-saham bank daerah yang sudah tercatat di BEI, pergerakan harganya cenderung menunjukkan tren koreksi. Tiga bank daerah yang telah lebih dulu melantai di bursa adalah Bank BJB (BJBR), Bank Jatim (BJTM), dan Bank Banten (BEKS). Hingga penutupan perdagangan Selasa (14/10), ketiga saham tersebut, yaitu BJBR, BJTM, maupun BEKS, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan posisi awal tahun.
Saham BJBR ditutup pada level Rp 750 pada perdagangan tersebut, menunjukkan kontraksi 17,58% secara year-to-date (Ytd). Di awal tahun, saham BJBR sempat diperdagangkan pada harga Rp 925. Demikian pula, saham BEKS juga mengalami koreksi signifikan. Dari harga Rp 31 per saham di awal tahun, saham BEKS ditutup pada Rp 27 per saham, mencerminkan pelemahan 10,00% Ytd. Sementara itu, saham BJTM juga menurun 6,48% Ytd, ditutup di harga Rp 505 setelah sempat menyentuh Rp 550 per saham di awal tahun.
Kinerja Indeks Hijau Meredup, Analis Sebut Saham Sektor Ini yang Jadi Penopangnya
Menanggapi performa ini, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menyampaikan bahwa saham perbankan daerah masih memiliki prospek menarik untuk jangka menengah, meskipun momentumnya memerlukan pendekatan yang lebih selektif. Ia menilai arah kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia dan ekspektasi penyaluran kredit ke sektor produktif di daerah menjadi katalis positif bagi pergerakan saham bank daerah. Selain itu, stimulus fiskal daerah yang berjalan lancar dan peningkatan belanja pemerintah juga dapat memberikan dampak positif.
Namun, Wafi juga mengingatkan akan adanya sentimen pemberat, seperti potensi peningkatan rasio NPL (Non-Performing Loan) atau kredit bermasalah, serta kenaikan cost of fund. Oleh karena itu, ia menyarankan investor untuk melakukan koleksi saham secara bertahap, dengan prioritas pada bank daerah yang memiliki fundamental kuat dan tata kelola perusahaan yang solid. Wafi secara spesifik menyebut BJBR dan BJTM relatif kuat karena profitabilitas yang stabil dan NIM (Net Interest Margin) yang masih di atas rata-rata nasional, sementara BEKS masih dalam tahap turnaround. Kendati demikian, ia menyoroti keterbatasan likuiditas saham dan volatilitas tinggi pada bank-bank ini, yang membuat investor cenderung wait & see sambil mencermati arah suku bunga dan kebijakan likuiditas BI.
Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menambahkan bahwa performa ketiga bank daerah yang telah melantai di bursa memiliki keunggulan dari segi basis nasabah lokal yang kuat dan dukungan pemerintah daerah. Namun, jika melihat pergerakan harga saham dan kinerjanya di tahun ini yang cenderung flat atau tertekan, ia menilai valuasi dan peluang di saham bank daerah tidak lebih menarik dibandingkan saham-saham big caps atau second liner. Dari sisi sentimen, pergerakan saham bank daerah masih sangat dipengaruhi oleh penyaluran kredit ke sektor UMKM dan proyek-proyek daerah, serta dukungan likuiditas dari pemerintah.
Mifta juga mengidentifikasi satu kekurangan umum pada bank daerah, yakni kesulitan untuk menghasilkan pertumbuhan pendapatan (revenue) yang lebih besar dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi bisnis yang lebih terfokus pada segmen pasar di satu wilayah daerah saja, membatasi potensi ekspansi dan diversifikasi pendapatan.
Rekomendasi saham
Berdasarkan analisisnya, Muhammad Wafi merekomendasikan saham BJBR untuk status Buy dengan target harga Rp 900, saham BJTM untuk status Buy dengan target harga Rp 750, serta saham BEKS untuk status wait & see. Sementara itu, Miftahul Khaer masih memberikan rekomendasi not rated untuk saham perbankan daerah secara umum.
Valuasi Saham Bank Ada di Titik Nadir, Ini Rekomendasi Indo Premier Sekuritas
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) guna memperkuat permodalan dan tata kelola. Beberapa bank daerah seperti Bank Jakarta dan Bank bjb Syariah telah menunjukkan kesiapan, sementara Bank BPD Bali dan Bank BPD DIY belum memiliki rencana IPO dalam waktu dekat karena masih mengandalkan setoran modal dari pemegang saham. Penerbitan sukuk subordinasi oleh Bank bjb Syariah merupakan bagian dari persiapan IPO mereka.
Kinerja saham bank daerah yang sudah IPO seperti Bank BJB (BJBR), Bank Jatim (BJTM), dan Bank Banten (BEKS) cenderung mengalami koreksi. Analis menilai saham bank daerah menarik untuk jangka menengah dengan pendekatan selektif, terutama yang memiliki fundamental kuat. Rekomendasi saham bervariasi, dengan BJBR dan BJTM direkomendasikan untuk dibeli, sementara BEKS disarankan untuk wait & see.