Cek Rekomendasi Saham Siloam Hospitals (SILO) Saat Kinerja Tertekan

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) tengah menghadapi tekanan signifikan, baik dari kinerja keuangan maupun performa sahamnya. Sejak awal tahun, saham SILO terus menunjukkan tren penurunan, menjadikannya salah satu saham paling terpuruk di sektor kesehatan.

Pada penutupan perdagangan Selasa (14/10/2025), saham SILO tercatat stagnan di level Rp 1.870 per saham. Namun, performa sejak awal tahun cukup memprihatinkan, dengan amblesnya nilai saham sebesar 1.365 poin atau 42,13%. Ini mengukuhkan posisi SILO sebagai saham dengan pelemahan terparah di industrinya.

Menurut Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, pelemahan harga saham SILO utamanya dipicu oleh perlambatan kinerja laba bersih dan tekanan margin sepanjang tahun 2025. Data menunjukkan laba kotor SILO menurun dari Rp 2,36 triliun per Juni 2024 menjadi Rp 2,30 triliun hingga Juni tahun ini. Di periode yang sama, beban pokok pendapatan justru meningkat dari Rp 3,65 triliun menjadi Rp 3,80 triliun.

Selain faktor internal, kondisi ekonomi yang melambat juga turut memberikan tekanan, diiringi pergeseran minat investor. Ekky Topan menjelaskan bahwa saat ini, aliran dana cenderung berpindah dari saham-saham defensif seperti keuangan, konsumsi, dan kesehatan. Investor kini lebih melirik sektor-sektor yang sedang naik daun seperti komoditas, energi, dan infrastruktur hijau, yang dianggap menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih menjanjikan.

Senada dengan pandangan tersebut, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menambahkan bahwa normalisasi kinerja pasca pandemi menjadi sentimen negatif tambahan bagi SILO. Lonjakan volume pasien dan margin tinggi yang dinikmati emiten rumah sakit selama pandemi kini berangsur normal, bahkan menurun di beberapa wilayah.

Dampak normalisasi ini terlihat jelas pada semester I-2025, di mana total rawat inap SILO anjlok 7,7% secara tahunan (YoY) menjadi 151.489 pasien. Akibatnya, pendapatan dari pos ini berkurang dari semula Rp 3,39 triliun per Juni 2024 menjadi Rp 3,25 triliun. Tingkat okupansi Siloam International Hospitals juga menyusut 6,2% YoY menjadi 62,5% pada paruh pertama 2025, turun dari 68,7% setahun sebelumnya. Wafi juga mencatat bahwa beban gaji tenaga medis dan biaya bahan medis yang meningkat turut menambah tekanan pada laba bersih di laporan kuartal terakhir.

Meskipun demikian, prospek pemulihan untuk SILO masih terbuka lebar, terutama jika volume pasien kembali meningkat dan strategi efisiensi operasional mulai menunjukkan hasil. Sentimen positif bisa datang dari rencana pemerintah untuk memperluas skema asuransi kesehatan serta potensi penurunan suku bunga, yang berpeluang meningkatkan konsumsi layanan kesehatan di kalangan masyarakat menengah.

Namun, beberapa risiko tetap membayangi. Minimnya aliran dana asing ke sektor kesehatan serta pelemahan rupiah berpotensi menambah tekanan biaya obat dan peralatan medis, mengingat sebagian besar masih diimpor. Muhammad Wafi menambahkan bahwa ekspansi rumah sakit baru dan digitalisasi layanan, seperti telemedicine dan sistem rujukan internal, dapat menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan pendapatan SILO di masa mendatang.

Dari segi valuasi, saham SILO mulai terlihat menarik menurut Wafi karena posisinya yang undervalued dibandingkan rata-rata historisnya. Price to Book Value (PBV) SILO tercatat 2,2 kali, lebih rendah dari rata-rata tiga kali dalam lima tahun terakhir.

Dengan demikian, bagi investor jangka menengah hingga panjang yang mampu menahan volatilitas, saham SILO bisa mulai dipertimbangkan untuk dicicil. Namun, untuk short-term trader, kehati-hatian tetap diperlukan mengingat tren teknikalnya masih cenderung sideways to bearish. Wafi menyarankan strategi buy on weakness untuk saham SILO di kisaran harga Rp 1.500 per saham. Sementara itu, Ekky melihat ruang upside saham SILO mulai terbuka jika ada katalis fundamental baru, sehingga layak untuk diakumulasi secara bertahap, dengan target jangka menengah di kisaran Rp 2.500.