Begini Prospek Penerbitan Obligasi Korporasi hingga Akhir Tahun 2025

Membuka prospek cerah bagi pasar modal Indonesia, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengumumkan bahwa tren penerbitan obligasi atau surat utang korporasi diproyeksikan tetap prospektif hingga akhir tahun 2025. Prediksi optimis ini menyoroti dinamika menarik yang akan membentuk lanskap pembiayaan korporasi dalam beberapa bulan mendatang.

Menurut Chief Economist Pefindo, Suhindarto, salah satu pilar utama yang akan menopang penerbitan surat utang korporasi pada kuartal keempat tahun 2025 adalah tingginya kebutuhan akan refinancing atau pembiayaan kembali. Ini menandakan banyak perusahaan yang akan kembali mencari pendanaan baru untuk melunasi kewajiban utang lama mereka.

Data yang dipaparkan Pefindo menunjukkan urgensi tersebut, di mana Rp 44,57 triliun nilai surat utang korporasi dijadwalkan jatuh tempo di kuartal keempat. Angka ini merepresentasikan porsi signifikan, yakni 27,6% dari total Rp 161,22 triliun obligasi yang jatuh tempo sepanjang tahun fiskal 2025, menciptakan gelombang kebutuhan pendanaan baru.

Selain kebutuhan refinancing, Suhindarto juga menyoroti peran strategis penurunan suku bunga acuan. Dengan lima kali pelonggaran kebijakan moneter yang telah terjadi sepanjang tahun ini, dan potensi penurunan lebih lanjut di sisa tahun 2025, lingkungan biaya pendanaan menjadi jauh lebih kondusif.

Penurunan suku bunga ini secara langsung berkorelasi dengan lebih rendahnya biaya dana bagi korporasi yang ingin menerbitkan surat utang. “Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk menggalang dana di pasar surat utang korporasi,” jelas Suhindarto dalam konferensi pers virtual Pefindo pada Kamis (16/10/2025), mengindikasikan prospek yang menjanjikan bagi penerbitan instrumen utang ini.

Faktor pendukung lainnya adalah tren melandainya yield benchmark Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun, yang menjadi katalis positif substansial bagi obligasi korporasi. Suhindarto mengungkapkan, “Yield SUN 10 tahun sudah berada mendekati 6% ya, jadi diperkirakan ke depan juga akan terus mengalami penurunan.” Proyeksi ini menunjukkan bahwa lingkungan suku bunga yang lebih rendah akan terus berlanjut. Dengan yield SUN yang melandai, biaya pembentukan kupon untuk surat utang korporasi akan menjadi lebih efisien, membuat instrumen ini semakin menarik bagi penerbit dan investor.

Di samping itu, Suhindarto memprediksi bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia akan semakin beralih mencari pendanaan domestik. Volatilitas nilai tukar rupiah dan penurunan suku bunga di dalam negeri secara signifikan menjadikan pasar domestik lebih favorable dibandingkan opsi pendanaan luar negeri. “Sehingga akhirnya membuat perusahaan lebih favorable untuk mencari penggalangan dana di dalam negeri untuk mendukung usahanya,” paparnya, menegaskan keunggulan sumber daya finansial di pasar domestik.

Prospek positif ini juga didukung oleh perkiraan membaiknya aktivitas sektor riil dan melandainya premi risiko. Kondisi ekonomi yang lebih stabil dan pertumbuhan di sektor-sektor kunci akan menumbuhkan kepercayaan di kalangan pelaku pasar. Suhindarto menjelaskan, suku bunga yang rendah diharapkan mampu memperbaiki leverage keuangan perusahaan. Hal ini berdampak pada berkurangnya premi risiko yang dituntut oleh para investor, sehingga tidak setinggi level yang terlihat dalam tiga tahun terakhir.

Tak hanya dari sisi penerbit, permintaan dari investor juga diperkirakan akan menguat. Seiring dengan turunnya suku bunga, investor institusi seperti manajer investasi mulai mengalihkan fokus mereka untuk mengejar return yang lebih menarik di pasar surat utang korporasi dan pasar saham. “Dengan adanya penurunan suku bunga, mereka (investor) mulai switch ke pasar surat utang korporasi dan saham dibandingkan pasar surat utang pemerintah,” tutup Suhindarto, menegaskan perpindahan preferensi alokasi modal menuju aset-aset dengan potensi imbal hasil yang lebih tinggi.