Menkeu Purbaya Sindir Danantara, Dividen Banyak Dipakai Beli SBN

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Kritik ini menyoroti strategi Danantara yang dinilai terlalu dominan dalam menempatkan dividen di instrumen obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN).

Kritik tersebut mengemuka pasca rapat perdana Menkeu Purbaya dengan perwakilan Danantara serta sejumlah anggota Dewan Pengawas (Dewas) Danantara. Pertemuan penting ini dihadiri oleh tokoh-tokoh kunci seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), dan Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono. Purbaya secara lugas mempertanyakan, “Kalau Anda taruh dana sebanyak itu di obligasi, keahlian Anda apa?” Kendati demikian, pihak Danantara memberikan pembelaan bahwa penempatan tersebut bersifat sementara, menunggu persiapan proyek-proyek strategis. Mereka pun berkomitmen untuk segera melakukan perbaikan, sebagaimana disampaikan Purbaya di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10).

Dalam kesempatan yang sama, Purbaya juga mengungkapkan adanya pembahasan mendalam terkait skema pembayaran utang proyek kereta cepat Whoosh kepada pihak Tiongkok. Ia dengan tegas menekankan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak semestinya menanggung beban utang tersebut. Purbaya menggarisbawahi potensi besar dividen BUMN yang dikelola oleh Danantara untuk dimanfaatkan secara optimal sebagai solusi pendanaan.

Selain isu krusial mengenai utang Whoosh, forum rapat tersebut turut membahas sejumlah agenda strategis lainnya. Ini meliputi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Danantara 2025, upaya restrukturisasi maskapai Garuda Indonesia, hingga rencana komprehensif untuk memperbaiki kinerja PT Krakatau Steel. Purbaya merinci, “(Ada pembahasan) RKAT Rencana Kerja Anggaran Tahunan mereka (Danantara) 2025, ada Garuda, ada ini, ada itu semuanya, ada Krakatau Steel dibahas, gimana mereka akan merestrukturisasi.”