JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakhiri perdagangan Senin (27/10/2025) sore dengan pelemahan signifikan. Sentimen negatif ini dipicu oleh respons pelaku pasar terhadap rencana Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang akan menyesuaikan metodologi perhitungan free float khusus bagi konstituen saham Indonesia. Kebijakan potensial ini membayangi bursa, memicu aksi jual pada sesi perdagangan.
IHSG tercatat anjlok 154,57 poin atau setara 1,87 persen, memposisikan diri di level 8.117,15. Penurunan serupa juga dialami oleh indeks 45 saham unggulan atau LQ45, yang melorot 3,57 poin (0,43 persen) ke level 824,53. Kepala Riset Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, menggarisbawahi pentingnya isu ini. Dalam analisisnya di Jakarta, Senin (27/10/2025), ia menyatakan, “Kebijakan ini akan berdampak langsung terhadap bobot saham Indonesia dalam indeks Emerging Markets MSCI,” mengindikasikan potensi perubahan signifikan dalam alokasi investasi global.
Rencana penyesuaian metodologi perhitungan free float oleh MSCI ini secara spesifik menargetkan konstituen saham Indonesia. Proses ini memberikan kesempatan bagi pihak berkepentingan untuk menyampaikan masukan hingga 31 Desember 2025. Selanjutnya, keputusan final akan diumumkan selambat-lambatnya 30 Januari 2026. Jika disetujui, penerapan perubahan tersebut dijadwalkan akan efektif pada periode review Mei 2026, yang berpotensi mengubah lanskap investasi di pasar saham domestik.
Tak hanya itu, MSCI juga akan memperkenalkan aturan pembulatan baru untuk nilai free float yang mulai berlaku Mei 2026. Aturan ini bervariasi tergantung persentase free float saham. Untuk free float 25 persen, pembulatan akan dilakukan ke 2,5 persen terdekat. Sementara itu, untuk rentang 5–25 persen, pembulatan dilakukan ke 0,5 persen terdekat, dan untuk saham dengan free float di bawah 5 persen, pembulatan juga akan menuju 0,5 persen terdekat. Perubahan teknis ini, meski terlihat kecil, dapat memengaruhi bobot saham dalam indeks secara substansial.
Beralih ke dinamika global, perhatian utama pelaku pasar pekan ini terarah pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Bank Sentral AS atau The Fed yang dijadwalkan pada Rabu (29/10/2025). Konsensus pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), membawa kisaran suku bunga ke level 3,75–4 persen. Keputusan ini akan sangat menentukan arah kebijakan moneter global dan sentimen pasar.
Di samping itu, investor juga memantau dengan seksama pengumuman suku bunga dari bank sentral besar lainnya seperti European Central Bank (ECB), Bank of Japan (BoJ), dan Bank of Canada. Tidak kalah penting, pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis (30/10/2025) juga menjadi sorotan. Hasil dari pertemuan kedua pemimpin negara adidaya ini berpotensi memengaruhi stabilitas geopolitik dan ekonomi global.
Pergerakan IHSG pada hari ini cukup fluktuatif. Setelah sempat dibuka dengan penguatan, indeks segera berbalik arah ke teritori negatif dan terus melemah hingga penutupan sesi pertama perdagangan saham. Memasuki sesi kedua, tekanan jual masih mendominasi, membuat IHSG bertahan kuat di zona merah sampai bel penutupan perdagangan dibunyikan.
Dari perspektif sektoral berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, mayoritas sektor menunjukkan kinerja positif. Sebanyak sepuluh sektor berhasil menguat, dengan sektor energi memimpin reli kenaikan sebesar 3,86 persen. Diikuti ketat oleh sektor industri dengan kenaikan 3,77 persen dan sektor properti yang menguat 3,70 persen. Namun, satu-satunya sektor yang terkoreksi adalah sektor kesehatan, yang turun tipis 0,61 persen.
Beberapa saham menjadi bintang dengan penguatan terbesar, antara lain BRRC, REAL, KDTN, MICE, dan SSTM. Sebaliknya, saham-saham yang mencatatkan pelemahan paling dalam adalah IMPC, PGUN, RISE, CLAY, dan OASA, mencerminkan adanya perbedaan respons investor terhadap kondisi pasar.
Aktivitas perdagangan saham pada hari tersebut cukup ramai, tercatat sebanyak 2.870.169 kali transaksi. Total volume saham yang diperdagangkan mencapai 39,32 miliar lembar, dengan nilai transaksi fantastis sebesar Rp 29,70 triliun. Meskipun demikian, sentimen negatif masih terasa, di mana 488 saham mengalami penurunan, jauh melampaui 215 saham yang menguat, dan 107 saham lainnya stagnan.
Sementara itu, di pasar bursa saham regional Asia, sebagian besar indeks utama berhasil ditutup menguat. Indeks Nikkei melonjak 1.252,35 poin (2,54 persen) ke level 50.552,00. Indeks Hang Seng juga terapresiasi 273,55 poin (1,05 persen) menjadi 26.433,70. Senada, indeks Shanghai naik 46,63 poin (1,18 persen) ke 3.996,94, dan indeks Strait Times menguat 18,09 poin (0,41 persen) menuju 4.440,30. Kinerja regional yang positif ini menunjukkan adanya divergensi sentimen dibandingkan dengan pasar domestik Indonesia.
Ringkasan
IHSG mengalami penurunan signifikan akibat rencana MSCI untuk menyesuaikan metodologi perhitungan free float bagi saham-saham Indonesia. Penyesuaian ini berpotensi mengubah bobot saham Indonesia dalam indeks Emerging Markets MSCI dan alokasi investasi global. Selain itu, MSCI akan memperkenalkan aturan pembulatan baru untuk nilai free float yang mulai berlaku Mei 2026.
Selain sentimen dari MSCI, pelaku pasar juga menantikan pertemuan FOMC The Fed yang diperkirakan akan memangkas suku bunga. Sementara itu, sebagian besar bursa saham regional Asia ditutup menguat, dengan sektor energi dan industri memimpin kenaikan di dalam negeri, meskipun mayoritas saham mengalami penurunan dan sektor kesehatan terkoreksi.