Wall Street Menguat Ditopang Lonjakan Saham Teknologi, dari Qualcomm hingga META

Indeks saham utama Wall Street ditutup menguat signifikan pada perdagangan Senin (27/10), didorong oleh lonjakan kuat pada saham teknologi. Kenaikan ini salah satunya dipicu oleh Qualcomm (QCOM.O) yang sahamnya melonjak lebih dari 11 persen. Pemicunya adalah pengumuman perusahaan mengenai dua chip artificial intelligence (AI) terbarunya yang ditujukan untuk data center, yang rencananya akan tersedia secara komersial mulai tahun depan.

Mengutip laporan Reuters, ketiga indeks utama mencatat rekor penutupan baru. Indeks Dow Jones (.DJI) naik 337,47 poin atau 0,71 persen, mencapai level 47.544,59. Sementara itu, Indeks S&P 500 (.SPX) menguat 83,47 poin atau 1,23 persen ke 6.875,16, dan Nasdaq (.IXIC) melonjak 432,59 poin atau 1,86 persen ke 23.637,46, menunjukkan optimisme pasar yang mendalam.

Scott Wren, seorang Senior Global Market Strategist di Wells Fargo Investment Institute, menyoroti bahwa investor masih mempertahankan optimisme tinggi. Sentimen positif ini muncul setelah beredar kabar mengenai potensi perkembangan positif dari pertemuan yang akan datang antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Harapan akan meredanya ketegangan perdagangan menjadi pendorong utama.

Menurut Wren, pasar tidak mengharapkan terwujudnya kesepakatan dagang besar-besaran, namun setidaknya mengharapkan adanya kesepakatan mengenai penjualan gandum dari AS ke China serta jaminan keberlanjutan ekspor mineral rare earth dari China. Ini mengindikasikan bahwa harapan untuk meredakan ketegangan perdagangan adalah faktor kunci yang memengaruhi keputusan investor.

Pada minggu ini, perhatian investor akan tertuju pada laporan kinerja keuangan dari sejumlah raksasa teknologi yang dikenal sebagai “Magnificent Seven.” Beberapa di antaranya adalah Microsoft (MSFT.O), Alphabet (GOOGL.O), Apple (AAPL.O), Amazon (AMZN.O), dan Meta Platforms (META.O). Investor akan mencermati dengan saksama apakah kinerja fundamental perusahaan-perusahaan ini mampu menjustifikasi valuasi saham mereka yang kini berada pada level tinggi.

Kekuatan pasar tidak hanya terbatas di AS. Indeks saham global MSCI (.MIWD00000PUS) juga menunjukkan performa impresif, naik 1,13 persen ke 1.012,72, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi intraday di 1.012,90 dan mencatat kenaikan selama tiga hari berturut-turut. Di Eropa, Indeks STOXX 600 (.STOXX) turut naik 0,22 persen, juga mencapai rekor terbaru, mencerminkan sentimen positif yang meluas.

Dari Amerika Latin, indeks Merval Argentina (.MERV) mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 21,9 persen. Lonjakan ini terjadi setelah partai Presiden Javier Milei meraih kemenangan besar dalam pemilihan umum paruh waktu. Kemenangan ini dipandang krusial untuk menjaga keberlanjutan reformasi ekonomi yang diusung Milei dan memastikan dukungan pembiayaan dari AS. Bersamaan dengan itu, obligasi dan nilai tukar peso Argentina juga ikut menguat.

Sementara itu, Dolar AS melemah terhadap mata uang mayor lainnya seperti euro, yuan China, dan dolar Australia. Pelemahan ini disebabkan oleh optimisme akan tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China, yang mendorong investor untuk beralih ke aset berisiko yang menawarkan potensi keuntungan lebih tinggi.

Lebih rinci, indeks dolar turun 0,1 persen menjadi 98,83. Euro menguat 0,16 persen, mencapai USD 1,1644. Yuan China juga terapresiasi 0,26 persen ke 7,108 per dolar setelah bank sentral China menetapkan kurs tengah pada level yang lebih kuat dari perkiraan, yaitu 7,0881 per dolar. Ini merupakan posisi terkuat yuan sejak 15 Oktober 2024.

Di sisi lain, Dolar AS sedikit menguat terhadap yen Jepang ke 152,88. Sementara itu, poundsterling Inggris menunjukkan kenaikan 0,16 persen, diperdagangkan di USD 1,333.

Pekan ini, investor juga menantikan dengan cermat keputusan suku bunga dari sejumlah bank sentral besar dunia, termasuk Jepang, Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat. Masing-masing keputusan ini berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan pasar.

The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Prediksi ini berdasarkan data inflasi AS pada September yang naik lebih rendah dari perkiraan. Menurut CME FedWatch, probabilitas pemangkasan suku bunga mencapai 97,8 persen. Namun, kekhawatiran akan gangguan data ekonomi akibat potensi penutupan sebagian pemerintahan federal masih menjadi faktor risiko yang patut dicermati.

Berbeda dengan The Fed, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of Japan (BOJ) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga mereka pada level saat ini. BOJ khususnya kemungkinan besar masih menunggu waktu yang tepat untuk kembali menaikkan suku bunga, mengingat situasi politik domestik yang masih menjadi kendala utama dalam pengambilan kebijakan moneter yang agresif.

Menteri Keuangan Jepang yang baru, Satsuki Katayama, mengklarifikasi bahwa pertemuannya dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent tidak membahas kebijakan moneter BOJ, menegaskan independensi bank sentral tersebut. Di pasar obligasi, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun tercatat turun tipis ke 3,989 persen, dari sebelumnya 3,997 persen, mencerminkan pergeseran ekspektasi di antara para pelaku pasar.