PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menunjukkan performa keuangan yang impresif, menutup sembilan bulan pertama tahun 2025 dengan capaian yang kokoh. Perusahaan mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp 22,11 triliun hingga kuartal III-2025, sebuah lonjakan signifikan 35,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan pendapatan yang solid ini didominasi oleh segmen minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, yang menyumbang Rp 19,82 triliun. Selain itu, segmen inti sawit dan produk turunannya juga memberikan kontribusi substansial sebesar Rp 2,25 triliun, sementara segmen lain turut menambah Rp 41,13 miliar pada total penjualan. Meskipun beban pokok pendapatan mengalami peningkatan menjadi Rp 18,85 triliun dari sebelumnya Rp 14,28 triliun, laba bruto AALI tetap berhasil melonjak 62,65% secara tahunan, mencapai Rp 3,26 triliun.
Kinerja keuangan yang cemerlang ini juga tercermin pada laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, yang mencapai Rp 1,07 triliun per September 2025. Angka ini menandai kenaikan impresif sebesar 33,57% dari Rp 801,15 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Akibatnya, laba per saham dasar AALI turut menguat dari Rp 416,25 menjadi Rp 555,99.
Presiden Direktur AALI, Djap Tet Fa, menguraikan bahwa pertumbuhan kinerja perusahaan didorong oleh dua faktor utama: peningkatan volume produksi dan perbaikan harga sawit global. “Sepanjang sembilan bulan pertama 2025, volume produksi kami tumbuh sekitar 8% dibanding tahun lalu. Selain itu, harga sawit juga menunjukkan tren yang lebih baik. Kombinasi dua faktor ini menjadi hal positif bagi hasil usaha,” ungkap Djap di Pangkalan Bun pada Kamis (30/10) malam.
Djap menambahkan, dinamika harga sawit dunia memang sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Ia menjelaskan, pada periode 2014–2019, harga relatif stabil. Namun, pandemi Covid-19 pada 2020–2021 sempat menekan pasokan sementara konsumsi tetap tinggi, memicu lonjakan harga. Situasi kembali bergejolak akibat perang Rusia–Ukraina pada 2022 dan fenomena El Nino 2023–2024 yang mempengaruhi produksi global. “Tahun ini, permintaan tinggi dari sektor biodiesel menjadi salah satu faktor yang menjaga harga sawit tetap kuat,” jelasnya.
Menatap masa depan, Astra Agro Lestari tidak hanya berfokus pada kinerja finansial, tetapi juga menyiapkan langkah ekspansi berkelanjutan yang berorientasi lingkungan. Perusahaan memiliki rencana ambisius untuk membangun 10 fasilitas methane capture atau pengolahan gas metana hingga tahun 2030, dengan estimasi investasi sekitar Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar untuk setiap fasilitas. Saat ini, dua fasilitas telah beroperasi di Riau, sementara fasilitas ketiga sedang dalam tahap commissioning dan ditargetkan beroperasi pada Desember 2025. “Tahun depan kami akan membangun methane capture di Sulawesi,” tambah Djap, menegaskan komitmen perusahaan terhadap inovasi hijau.
Setiap fasilitas methane capture diperkirakan mampu mengurangi sekitar 35.000 ton emisi karbon. Dengan target total sepuluh fasilitas beroperasi pada 2030, AALI menargetkan pengurangan emisi hingga 356.000 ton karbon. “Fokus utama kami hingga 2030 adalah menurunkan emisi karbon sebesar 30%,” tegas Djap, menunjukkan visi jangka panjang perusahaan dalam mengatasi perubahan iklim.
Selain komitmen kuat pada keberlanjutan, AALI juga terus memperkuat inovasi melalui riset dan pengembangan. Melalui pusat Research and Development (R&D) yang berlokasi di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, perusahaan mengembangkan berbagai solusi untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Senior Vice President R&D AALI, Cahyo Wibowo, menyoroti bahwa salah satu fokus utama riset Astra Agro adalah pengembangan biokontrol sebagai solusi ramah lingkungan dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman.
Dengan kombinasi kinerja keuangan yang kokoh, inovasi berkelanjutan, dan langkah konkret dalam pengurangan emisi, PT Astra Agro Lestari Tbk terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama yang bertanggung jawab dan visioner dalam industri kelapa sawit nasional.