Pendapatan dan Laba Bersih Indika Energy (INDY) Merosot Hingga Kuartal III-2025

PT Indika Energi Tbk (INDY) menghadapi periode yang menantang dengan kinerja keuangan yang belum optimal hingga kuartal III-2025. Meskipun demikian, INDY tetap teguh pada komitmennya untuk melanjutkan transformasi bisnis, dengan fokus kuat pada pengembangan sektor non-batubara demi masa depan yang lebih berkelanjutan.

Sepanjang Januari hingga September 2025, Indika Energi mencatat penurunan pendapatan sebesar 19,1% year-on-year (yoy), mencapai angka US$ 1,44 miliar. Kontribusi yang lebih rendah dari Kideco Jaya Agung (Kideco) menjadi salah satu faktor utama yang memicu penurunan ini, seiring dengan melambatnya pendapatan Kideco sebesar 18% yoy menjadi US$ 1,15 miliar.

Penurunan pendapatan Kideco tidak terlepas dari harga jual rata-rata batubara yang terus menurun. Pada kuartal III-2025, Kideco berhasil menjual 22,2 juta ton batubara. Namun, harga jual rata-rata batubara menurun signifikan sebesar 14,7% yoy, dari US$ 57,9 per ton pada periode sebelumnya menjadi US$ 49,4 per ton. Di sisi lain, Kideco menunjukkan komitmen kuat terhadap pemenuhan kebutuhan energi nasional dengan menjual 9,6 juta ton batubara, atau 43% dari volume penjualannya, untuk kebutuhan dalam negeri (DMO batubara). Angka ini jauh melampaui persyaratan DMO pemerintah sebesar 25% dan selaras dengan visi perusahaan “Energizing Indonesia for a Sustainable Future”.

Selain Kideco, pendapatan dari Indika Indonesia Resources juga mengalami kontraksi signifikan sebesar 66,0% yoy, turun menjadi US$ 28,7 juta dari US$ 138,9 juta pada kuartal III-2025. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan di pasar ekspor. Kendati demikian, perusahaan masih mampu mencatat pendapatan dari perdagangan non-batubara, yang sebagian besar berasal dari penjualan bauksit oleh Mekko.

Di tengah tantangan penurunan pendapatan dari sektor batubara, beberapa anak usaha INDY justru menunjukkan pertumbuhan positif, menandakan keberhasilan awal strategi diversifikasi. Pendapatan Tripatra melonjak 12% yoy, mencapai US$ 176,2 juta, didorong oleh kontribusi signifikan dari sejumlah proyek seperti Posco senilai US$ 21,9 juta, Akasia Bagus US$ 28,1 juta, pabrik amonia Pupuk Kaltim US$ 19,1 juta, dan APA Geng North US$ 39,6 juta. Demikian pula, Interport Mandiri Utama (IMU) membukukan kenaikan pendapatan 9,2% yoy menjadi US$ 93,1 juta, berkat kontribusi kuat dari Cotrans (US$ 53,8 juta) dan KGTE (penyimpanan bahan bakar sebesar US$ 33,5 juta), serta dukungan dari kawasan bisnis Interport (IBP) dan ILSS.

Lebih dari sekadar diversifikasi pendapatan, INDY juga berhasil mencatat efisiensi biaya yang signifikan. Harga Pokok Penjualan (COGS) INDY mengalami penurunan sebesar 17,5% yoy menjadi US$ 1,24 miliar per kuartal III-2025. Secara spesifik, cash cost Kideco, termasuk royalti, turun 13% yoy menjadi US$ 44 per ton. Efisiensi ini dipengaruhi oleh penurunan harga batubara yang berujung pada beban royalti yang lebih rendah, serta strip ratio yang lebih rendah yaitu 5,2 kali dibandingkan 5,7 kali pada periode sebelumnya, yang menurunkan biaya tunai ex-royalti sebesar 6,3% menjadi US$ 34,1 per ton. Meskipun demikian, kenaikan biaya bahan bakar akibat penerapan B40 sejak Januari 2025 sedikit mengimbangi penurunan ini.

Meskipun upaya efisiensi ini, laba kotor INDY tercatat sebesar US$ 193,7 juta per kuartal III-2025, menurun 28,1% yoy. Alhasil, margin laba kotor perusahaan berada pada level 13,4%, lebih rendah dari 15,1% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, beban penjualan, umum dan administrasi INDY berhasil ditekan 15,3% yoy menjadi US$ 112,8 juta, hasil dari penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kideco, biaya pemasaran yang selaras dengan penurunan pendapatan Kideco, pengecualian biaya operasional MUTU pasca-divestasi pada Februari 2024, dan optimalisasi biaya-biaya profesional. Bahkan, beban keuangan INDY menunjukkan penurunan signifikan sebesar 25,6% yoy menjadi US$ 53,4 juta, didorong oleh pengelolaan utang yang lebih baik, termasuk penurunan total utang rata-rata dan biaya utang rata-rata.

Sebagai dampak dari dinamika pendapatan dan biaya tersebut, INDY membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 0,5 juta hingga akhir kuartal III-2025. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan laba bersih US$ 34,4 juta yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Komitmen INDY terhadap diversifikasi bisnis dan sektor non-batubara semakin diperkuat melalui alokasi belanja modal (capex). Dari total US$ 82,1 juta yang diinvestasikan selama Januari-September 2025, mayoritas, yaitu 93,9% atau US$ 77,0 juta, dialokasikan untuk bisnis non-batubara. Investasi ini mencakup US$ 53,3 juta untuk Indika Mineral Investindo (terutama untuk proyek Awak Mas) dan US$ 7,5 juta untuk bisnis ramah lingkungan. Sementara itu, untuk bisnis batubara, INDY menginvestasikan US$ 5 juta belanja modal untuk Kideco.

Azis Armand, President Director dan Group CEO Indika Energy, menyampaikan bahwa kinerja sembilan bulan pertama tahun ini merefleksikan disiplin perusahaan dalam menjalankan strategi diversifikasi. “Porsi belanja modal yang dominan pada portofolio non-batubara yang hampir 94% menegaskan komitmen kami untuk memperkuat fondasi bisnis masa depan yang lebih resilien dan berkelanjutan,” ujarnya dalam siaran pers perusahaan yang dikutip Selasa (4/11/2025), menekankan arah strategis jangka panjang INDY.

Memperkuat langkah diversifikasi ke sektor infrastruktur, pada 31 Juli 2025, PT Batu Ampar Container Terminal—sebuah perusahaan patungan antara Indika Energy melalui PT Interport Mandiri Utama dengan ICTSI Middle East DMCC—bersama dengan PT Batam Terminal Petikemas, telah menandatangani perjanjian kerja sama operasi strategis selama 30 tahun untuk mengelola dan mengoperasikan Terminal Petikemas Batu Ampar. Ini menjadi bukti konkret ekspansi INDY dalam membangun portofolio bisnis yang lebih beragam dan tahan banting.