Emiten maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), kembali mengambil langkah strategis dalam upaya penyehatan perusahaan. Maskapai plat merah ini mengumumkan penyesuaian rencana penambahan modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement. Kini, nilai penambahan modal ditetapkan menjadi US$ 1,84 miliar atau setara Rp 23,67 triliun, sebuah angka yang lebih rendah dibandingkan rencana awal yang mencapai Rp 30,31 triliun. Penambahan modal signifikan ini direncanakan akan diserap sepenuhnya oleh PT Danantara Asset Management.
Dalam aksi private placement ini, Garuda Indonesia akan menerbitkan sebanyak 315,61 miliar saham seri D dengan nilai nominal Rp 75 per saham. Dengan demikian, perseroan akan memperoleh dana segar sebesar Rp 23,67 triliun. Seluruh saham baru tersebut akan dibeli oleh PT Danantara Asset Management, menegaskan komitmen mereka dalam mendukung proses restrukturisasi GIAA untuk mencapai kondisi perusahaan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Sebagaimana tercantum dalam prospektus private placement GIAA yang dikutip Sabtu (8/11), Direksi dan Dewan Komisaris perseroan menyatakan bahwa transaksi afiliasi ini tidak mengandung benturan kepentingan sesuai POJK No. 42/2020.
Implementasi restrukturisasi penyehatan GIAA ini telah mendapatkan persetujuan penting dari berbagai pihak. Hal ini didasarkan pada Surat Menteri BUMN No. S-373/MBU/06/2025 tanggal 23 Juni 2025 mengenai Persetujuan Restrukturisasi dalam rangka Penyehatan Garuda, yang selanjutnya diperkuat oleh Persetujuan Presiden No. B-299/M/D-1/HK.02.02/06/2025. Langkah ini merupakan kelanjutan dari upaya restrukturisasi besar-besaran yang telah GIAA lakukan pada tahun 2022.
Manajemen GIAA menjelaskan bahwa restrukturisasi sebelumnya di tahun 2022 berhasil membawa perbaikan signifikan. Perseroan berhasil menurunkan nilai utang dari US$ 10 miliar pada Desember 2021 menjadi US$ 5 miliar pada Desember 2022. Selain itu, kondisi ekuitas juga menunjukkan perbaikan, dari negatif US$ 5,3 miliar di Desember 2021 menjadi negatif US$ 653 juta di Desember 2022. Secara keseluruhan, jumlah utang GIAA berhasil ditekan dari US$ 13,3 miliar pada Desember 2021 menjadi US$ 7,7 miliar pada Desember 2022. Pencapaian ini, menurut manajemen, “berhasil menurunkan nilai utang, dan memperbaiki nilai ekuitas.”
Di samping perbaikan struktur keuangan, perseroan juga aktif melakukan optimalisasi operasional. Ini mencakup penataan jaringan rute, rasionalisasi jumlah dan tipe pesawat, renegosiasi kontrak pesawat, serta peningkatan pendapatan dari sektor kargo dan ancillary. Meskipun demikian, diakui bahwa restrukturisasi tahap I tersebut belum sepenuhnya berhasil. GIAA masih belum membukukan ekuitas positif, yang berdampak pada terhambatnya akses pendanaan dan potensi risiko delisting.
Tantangan lainnya yang masih dihadapi adalah kebutuhan biaya maintenance dan restorasi pesawat, baik untuk Garuda Indonesia maupun entitas anak Citilink. Kondisi ini menyebabkan jumlah armada yang dioperasikan berkurang, mempengaruhi kapasitas dan efisiensi operasional. Oleh karena itu, transaksi restrukturisasi melalui private placement ini menjadi krusial untuk memperbaiki posisi keuangan perseroan secara menyeluruh.
Berdasarkan neraca laporan keuangan konsolidasi auditan per 30 Juni 2025, Garuda Indonesia masih mencatatkan modal kerja bersih negatif sebesar US$ 1,49 miliar. Total liabilitas perusahaan mencapai US$ 8,01 miliar, sementara total aset sebesar US$ 6,51 miliar, menghasilkan rasio total liabilitas terhadap total aset sebesar 123%. Dengan kondisi ini, hingga pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025, perseroan diperkirakan masih akan mencatatkan modal kerja bersih negatif dengan total liabilitas melebihi 80% dari total aset.
Melihat kondisi tersebut, pelaksanaan PMTHMETD ini memiliki tujuan utama untuk memperbaiki nilai ekuitas perseroan secara konsolidasi, meningkatkan likuiditas guna memperkuat struktur permodalan, dan mengurangi liabilitas. Dengan demikian, diharapkan kondisi keuangan perusahaan akan membaik secara signifikan, menjaga keberlangsungan usaha perseroan dengan pondasi keuangan yang lebih sehat di masa mendatang.
Manajemen GIAA telah merinci bagaimana dana hasil pelaksanaan private placement sebesar Rp 23,67 triliun ini akan dialokasikan untuk mendukung keberlangsungan usaha dan memperbaiki posisi keuangan Perseroan. Rincian penggunaannya adalah sebagai berikut:
- Sebesar 37% dari total dana akan digunakan oleh GIAA untuk modal kerja dan operasional, termasuk pembayaran biaya perawatan dan perbaikan pesawat yang sangat penting.
- Sebanyak 63% sisanya akan dialokasikan untuk peningkatan modal kepada Citilink. Ini akan dilakukan melalui konversi pinjaman pemegang saham menjadi modal serta setoran modal tunai. Fokus restrukturisasi pada Citilink ini bertujuan untuk menghindari dampak risiko strategis dan dampak sosial terhadap masyarakat.
“Penggunaan dana hasil PMHMETD ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perbaikan posisi keuangan perseroan, meningkatkan ekuitas, memperkuat struktur permodalan, serta mendukung keberlanjutan usaha perseroan dan entitas anak di masa yang akan datang,” pungkas manajemen, optimis terhadap prospek masa depan Garuda Indonesia.
Ringkasan
Garuda Indonesia memangkas nilai penambahan modal melalui private placement menjadi Rp 23,67 triliun, yang akan diserap sepenuhnya oleh PT Danantara Asset Management. Langkah ini merupakan bagian dari upaya restrukturisasi perusahaan dan telah disetujui oleh Menteri BUMN dan Presiden, melanjutkan upaya serupa yang dilakukan pada tahun 2022.
Dana segar ini akan digunakan untuk modal kerja dan operasional Garuda Indonesia (37%), termasuk biaya perawatan pesawat, serta peningkatan modal Citilink (63%) melalui konversi pinjaman dan setoran modal tunai. Tujuan utama dari aksi korporasi ini adalah memperbaiki nilai ekuitas, meningkatkan likuiditas, dan mengurangi liabilitas, sehingga memperkuat struktur permodalan dan keberlanjutan usaha perseroan.