KPK Dalami Motif BI Cairkan Dana Sosial ke Komisi XI DPR, Perry Warjiyo Bakal Diperiksa

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memanggil Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Deputi BI Filianingsih, serta sejumlah pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemanggilan ini dilakukan sebagai saksi dalam penyidikan dugaan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana bantuan sosial yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Langkah tegas KPK ini merupakan pengembangan dari penetapan dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, Heri Gunawan (HG) dari Partai Gerindra dan Satori (ST) dari Partai NasDem, sebagai tersangka pada Kamis, 7 Agustus 2025. Keduanya diduga menerima aliran dana corporate social responsibility (CSR) dari BI dan OJK. Dana tersebut, alih-alih digunakan sesuai peruntukannya untuk kegiatan sosial, justru diduga kuat dialihkan untuk pembelian aset pribadi.

Anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan Tersangka Dugaan Korupsi Serta TPPU Dana Sosial BI

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyusun konstruksi perkara secara utuh. Penelusuran aliran dana serta keterlibatan berbagai pihak, termasuk peran Gubernur BI Perry Warjiyo, menjadi fokus utama penyidikan. “Tentunya tidak hanya dari BI, dari OJK juga kita akan melakukan pemeriksaan atau permintaan keterangan karena tentunya perkara ini untuk konstruksi perkaranya harus benar-benar utuh,” tegas Asep Guntur, pada Jumat, 8 Agustus 2025.

Pemanggilan Perry Warjiyo, Filianingsih, dan perwakilan OJK ini sangat krusial bagi KPK. Tujuannya adalah untuk mendalami motif di balik pencairan dana bantuan sosial oleh BI dan OJK kepada sejumlah anggota Komisi XI DPR RI. Kuat dugaan, pemberian dana CSR tersebut memiliki korelasi dengan persetujuan rencana anggaran BI dan OJK di DPR RI. “Ada apa kok bisa dikasihkan sejumlah uang itu ke Komisi XI. Apakah ada permintaan sesuatu terkait dengan anggaran. Ini yang akan didalami dari orang-orang ini termasuk dari Pak PW, kemudian juga dari Ibu F, dan tentunya juga dari OJK dan mitra kerja dari Komisi 11 lainnya,” tambah Asep.

Perkara ini berawal dari pengembangan Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta sejumlah laporan masyarakat yang masuk ke KPK, menunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan dana publik.

Dana Sosial Digunakan untuk Kepentingan Pribadi

Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan Asep, pada periode 2021 hingga 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh Heri Gunawan dan Satori diketahui menerima aliran dana signifikan dari mitra kerja Komisi XI DPR RI. Namun, alih-alih menjalankan program sosial sesuai proposal, dana tersebut justru disalahgunakan.

Heri Gunawan, misalnya, diduga menerima total Rp15,86 miliar. Rinciannya meliputi Rp6,26 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Heri Gunawan juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) lantaran memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi dengan metode transfer. Bahkan, HG diduga meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang sengaja digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. Dana dari rekening penampung ini kemudian diduga digunakan Heri Gunawan untuk kepentingan pribadi, seperti membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah dan bangunan, hingga mengakuisisi kendaraan roda empat.

Sementara itu, Satori diduga menerima dana mencapai Rp12,52 miliar. Dana ini berasal dari Rp6,30 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Satori juga diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakan dana sosial tersebut untuk berbagai keperluan pribadinya, termasuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan akuisisi aset lainnya. Untuk menyamarkan jejak, “ST juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya, agar tidak teridentifikasi di rekening koran,” ungkap Asep. Menurut pengakuan Satori, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga diduga menerima dana bantuan sosial serupa.***