
Ifonti.com – JAKARTA. Kinerja emiten di sektor minyak dan gas (migas) menunjukkan pola yang beragam sepanjang kuartal III–2025. Pergerakan harga minyak dan gas bumi di pasar global menjadi penentu utama arah kinerja finansial perusahaan-perusahaan di industri strategis ini ke depan.
Salah satu pemain utama, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), melaporkan pendapatan sebesar US$ 1,76 miliar hingga kuartal ketiga tahun ini. Angka ini mencerminkan penurunan tipis 1,12% secara tahunan (yoy). Penurunan lebih signifikan terlihat pada laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk, yang anjlok 68,66% yoy menjadi US$ 85,65 juta.
Tren serupa, meskipun dengan variasi, juga dialami oleh emiten lainnya. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencatatkan pendapatan US$ 2,9 miliar, tumbuh 3,8% yoy, namun laba bersihnya justru turun 9,68% menjadi US$ 237,9 juta. Sementara itu, PT Elnusa Tbk (ELSA) berhasil membukukan pendapatan Rp 10,5 triliun, meningkat 9% yoy, meskipun laba bersihnya sedikit terkoreksi 4,5% menjadi Rp 525 miliar.
Berbeda dari mayoritas, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) tampil memukau dengan pendapatan mencapai US$ 361,3 juta, melonjak 13,05% secara yoy. Kinerja positif ini turut didukung oleh kenaikan laba bersih sebesar 8,54% yoy, mencapai US$ 55,65 juta, menempatkannya sebagai salah satu emiten dengan pertumbuhan yang solid di sektor migas.
Mengulas dinamika pasar, Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, mengamati bahwa para pelaku industri migas, terutama di segmen hulu (upstream), telah mengantisipasi potensi pelemahan harga minyak. Strategi adaptasi ini diwujudkan melalui ekspansi, baik pada aset yang sudah ada maupun melalui akuisisi, demi menjaga pertumbuhan laba.
Prospek kinerja sektor migas untuk kuartal IV–2025 diperkirakan Harry akan relatif stabil, dengan potensi pertumbuhan yang moderat dibandingkan kuartal sebelumnya. Optimisme ini didorong oleh peningkatan aktivitas produksi serta normalisasi biaya pasca-pemeliharaan rutin di beberapa lapangan migas. Namun, Harry turut menyoroti tantangan utama yang membayangi sektor ini di kuartal akhir tahun, meliputi penurunan produksi di lapangan-lapangan tua, potensi keterlambatan proyek baru, dan volatilitas harga minyak serta gas global.
Senada, Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, melihat prospek sektor migas akan moderat hingga kuartal IV–2025, namun menjanjikan untuk tahun 2026. Menurutnya, sentimen pelemahan harga minyak saat ini memang berdampak pada nilai jual, yang berpotensi menekan margin emiten di sektor hulu minyak.
Meski demikian, Indy menambahkan bahwa kenaikan harga gas dapat menjadi penopang signifikan bagi emiten migas, meskipun efeknya terbatas karena juga bergantung pada volume penjualan gas. Emiten jasa migas yang memiliki kontrak jangka panjang diyakini akan lebih defensif dan tangguh dalam menghadapi fluktuasi harga minyak.
Lebih lanjut, Indy mengidentifikasi beberapa tantangan yang patut diwaspadai di sektor migas, termasuk fluktuasi harga minyak, tingkat produksi minyak, realisasi proyek eksplorasi, dan regulasi pemerintah di masa mendatang. Sentimen krusial lainnya yang membutuhkan perhatian adalah permintaan gas dan pergeseran global menuju transisi energi terbarukan. Oleh karena itu, potensi pertumbuhan industri migas di kuartal IV, meskipun ada, diperkirakan moderat mengingat stagnasi harga rata-rata penjualan (ASP) minyak dan gas yang dapat menahan margin.
Harry Su turut menekankan sentimen utama yang perlu diperhatikan dalam memprediksi kinerja sektor migas, mencakup pergerakan harga minyak dan LNG global, perkembangan kebijakan energi serta insentif fiskal dari pemerintah, serta eksekusi strategis dari akuisisi atau ekspansi perusahaan terkait.
Dalam rekomendasi investasi, Harry mempertahankan pandangan positif terhadap emiten yang didukung fundamental kuat dan eksekusi ekspansi yang solid. Ia secara khusus merekomendasikan ENRG dan MEDC, yang didukung oleh peningkatan produksi gas dan minyak dari inisiatif ekspansi perusahaan. Harry menetapkan target harga Rp 1.600 per saham untuk MEDC dan sedang meninjau ulang target harga ENRG mengingat harganya yang telah mencapai target sebelumnya.
Sementara itu, Indy Naila melihat saham ELSA sebagai pilihan menarik dengan target harga Rp 575 per saham. Adapun, Ryan Winipta, Analis Indo Premier Sekuritas, dalam risetnya pada 3 November 2025, merekomendasikan Buy saham MEDC dengan target harga Rp 1.600 per saham. Namun, ia mengingatkan risiko yang perlu dicermati, seperti potensi pengiriman volume yang lebih rendah dari ekspektasi oleh Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) serta surplus pasar minyak mentah yang dapat menekan harga rata-rata penjualan (ASP) MEDC.
Ryan juga merekomendasikan Hold saham PGAS dengan target harga Rp 1.800 per saham. Proyeksinya menunjukkan bahwa spread gas kemungkinan akan menyempit di kuartal IV–2025, menyusul tidak adanya biaya tambahan yang tercatat pada kuartal III–2025. Kondisi harga minyak yang lebih rendah di kuartal akhir tahun juga diperkirakan akan menekan harga rata-rata penjualan (ASP) anak usaha PGAS, Saka Energi, yang mendukung sikap kehati-hatian ini. Meskipun demikian, ia juga melihat potensi sentimen positif yang bisa muncul dari spread gas yang lebih baik dari perkiraan, volume distribusi yang lebih tinggi, serta penguatan harga minyak mentah global.