Danantara Investasi Ayam: Untung atau Rugi Bagi Emiten Unggas?

Ifonti.com JAKARTA. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengambil langkah strategis dengan mengumumkan rencana pendanaan proyek peternakan unggas terpadu senilai Rp 20 triliun. Kolaborasi ini, yang akan dimulai pada Januari 2026, menggandeng Kementerian Pertanian (Kementan) dalam upaya besar untuk memperkuat sektor pangan nasional.

Proyek ambisius ini dirancang untuk berfokus pada wilayah-wilayah yang menghadapi defisit pasokan ayam dan telur. Tujuannya sangat jelas: mendukung penuh program pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG), sekaligus memperkukuh pilar ketahanan pangan nasional di masa mendatang.

Menurut analisis mendalam dari BRI Danareksa Sekuritas, pengembangan sistem peternakan terpadu dalam inisiatif ini bukan hanya bertujuan meningkatkan produksi ayam dan telur secara signifikan. Lebih jauh, langkah ini esensial untuk menjaga stabilitas harga di pasar dan proaktif mengantisipasi potensi kekurangan pasokan protein di kemudian hari.

Kementan sendiri telah memproyeksikan kebutuhan protein yang substansial untuk pelaksanaan program MBG. Diperkirakan akan diperlukan sekitar 700 ribu ton telur dan 1,1 juta ton daging ayam broiler. Angka ini menunjukkan skala kebutuhan yang masif.

Perlu dicatat, kebutuhan yang diprediksi Kementan tersebut mencapai tiga kali lipat dari estimasi BRI Danareksa Sekuritas untuk tahun fiskal 2026 yang sebesar 365 juta kg daging ayam. Perbedaan estimasi ini diasumsikan terjadi jika program MBG telah berjalan penuh sejak awal tahun.

Dampak Potensial bagi Perusahaan Unggas Eksisting

Meskipun inisiatif megah ini masih dalam tahap awal, analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, telah menganalisis berbagai skenario yang berpotensi membentuk ulang sektor unggas, khususnya pada segmen ayam pedaging.

Jika Danantara memutuskan untuk hanya berkonsentrasi pada sisi hilir, yaitu peternakan komersial, dampak terhadap keseimbangan permintaan dan penawaran ayam secara keseluruhan diperkirakan tidak akan terlalu substansial. Namun, ada konsekuensi lain yang patut dipertimbangkan.

Langkah ini berpotensi memberikan tekanan pada kinerja peternakan komersial yang sudah mapan. Pasalnya, segmen ini saat ini menyumbang antara 1% hingga 6% terhadap laba operasional para pemain eksisting di pasar.

Skenario yang lebih krusial muncul apabila Danantara bertransformasi menjadi pemain terintegrasi penuh. Dalam hal ini, Danantara berpotensi menjadi pesaing besar bagi integrator eksisting. Hal ini didasari oleh besarnya anggaran yang dimiliki serta kemungkinan akses perizinan yang lebih mudah bagi badan investasi negara tersebut.

“Kendati demikian, implementasi strategi terintegrasi penuh ini akan membutuhkan waktu sekitar dua tahun dan eksekusi yang sangat kuat untuk mengelola dana sebesar itu secara efektif,” ujar Victor dan Wilastita dalam riset mereka yang dipublikasikan pada 11 November 2025. Sebagai pembanding, para integrator yang mereka pantau telah menghabiskan belanja modal sebesar Rp 19,6 triliun dalam kurun lima tahun, dari 2020 hingga 2024.

Rekomendasi Saham Unggas Tetap Kuat

Di tengah dinamika ini, Victor dan Wilastita konsisten mempertahankan rekomendasi overweight terhadap sektor unggas. Penilaian ini didasari oleh keyakinan bahwa kinerja emiten unggas diproyeksikan masih akan solid dalam jangka pendek, seiring dengan membaiknya keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar.

Dari perspektif investasi saham, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) masih menjadi pilihan utama. Analis merekomendasikan buy untuk saham CPIN, dengan menetapkan target harga Rp 6.400 per saham.

Valuasi saham CPIN saat ini dinilai masih berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir, bahkan di level –1,5 standar deviasi, yang mengindikasikan potensi kenaikan menarik bagi investor.

Adapun katalis jangka pendek yang dapat mendorong sektor ini datang dari pemulihan harga ayam hidup (live bird/LB) yang mulai menunjukkan stabilitas di pasar. Namun, analis juga mengingatkan para investor untuk mewaspadai beberapa risiko, termasuk potensi pelemahan daya beli masyarakat dan gangguan dalam pasokan bahan baku pakan yang dapat memengaruhi profitabilitas emiten.

Ringkasan

Badan Pengelola Investasi Danantara berencana mendanai proyek peternakan unggas terpadu senilai Rp 20 triliun, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis dan ketahanan pangan nasional. Proyek ini bertujuan meningkatkan produksi ayam dan telur, menjaga stabilitas harga pasar, dan mengantisipasi kekurangan pasokan protein. Kebutuhan protein untuk program MBG diperkirakan mencapai 700 ribu ton telur dan 1,1 juta ton daging ayam broiler.

Analis BRI Danareksa Sekuritas menilai inisiatif ini berpotensi memberikan tekanan pada peternakan komersial yang sudah ada atau bahkan menjadi pesaing besar jika Danantara menjadi pemain terintegrasi penuh. Meskipun demikian, mereka tetap merekomendasikan *overweight* terhadap sektor unggas, dengan rekomendasi *buy* untuk saham CPIN dengan target harga Rp 6.400 per saham, didukung oleh potensi pemulihan harga ayam hidup.