Saham Indonesia Masuk MSCI: Asing Borong! Cek Rekomendasi Analis

Pengumuman rebalancing indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Global Standard dan MSCI Small Cap untuk periode Agustus 2025 telah resmi dirilis. Berdasarkan informasi pada Kamis (7/8/2025), dua emiten papan atas Indonesia berhasil mencuri perhatian dengan masuk ke dalam indeks utama MSCI Global Standard: PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), milik konglomerat Prajogo Pangestu, dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), yang merupakan bagian dari Grup Sinarmas. Penetrasi ini menandai pengakuan signifikan atas kinerja dan kapitalisasi pasar kedua saham tersebut.

Namun, dinamika perubahan indeks juga membawa pergeseran. PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) harus merelakan posisinya di indeks utama dan kini bergeser ke MSCI Indonesia Small Cap Indexes. Di sisi lain, indeks MSCI Indonesia Small Cap justru menyambut enam penghuni baru, meliputi PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) (sebagai perpindahan), PT MNC Tourism Indonesia Tbk (KPIG), PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG). Perubahan ini mencerminkan evaluasi berkelanjutan MSCI terhadap profil risiko dan likuiditas saham di pasar.

Seluruh penyesuaian indeks ini akan mulai berlaku efektif pada 27 Agustus 2025, menyusul penutupan perdagangan pada 26 Agustus. Sebagai bagian dari siklus evaluasi rutin, MSCI juga telah menjadwalkan tinjauan berkala berikutnya pada 5 November 2025, dengan implementasi perubahan yang akan berlaku efektif pada 25 November 2025.

Dampak pada Arus Dana Pasif Global

Fenomena masuknya emiten ke dalam indeks bergengsi seperti MSCI secara fundamental memicu perhatian investor global. Menurut Research Analyst Henan Sekuritas, Tristan Elfan Zulvanian, inklusi dalam indeks MSCI lazimnya akan mendorong arus beli signifikan dari dana pasif global yang mengacu pada MSCI Global Standard maupun MSCI Small Cap. Penting dicatat bahwa potensi foreign inflow cenderung lebih besar untuk saham yang masuk ke indeks Standard, mengingat nilai dana kelolaan (AUM) pada indeks tersebut jauh lebih substansial dibandingkan Small Cap.

Dalam analisisnya, Tristan secara khusus menyoroti PTRO sebagai salah satu saham yang paling menarik di antara para pendatang baru di indeks Small Cap. Daya tarik PTRO tidak hanya terletak pada potensi peningkatan likuiditas pasca-masuk indeks, tetapi juga didukung oleh fundamental kuat, termasuk perolehan kontrak jangka panjang dan strategi ekspansi kapasitas untuk memenuhi komitmen tersebut. Dalam dua bulan terakhir, PTRO telah mengamankan kontrak jasa tambang 10 tahun dengan Vale Indonesia senilai sekitar US$973 juta dan kontrak overburden removal lima tahun dengan PT Barasentosa Lestari (BSL) yang bernilai sekitar Rp3,5 triliun. Rentetan kontrak ini secara signifikan memperkuat visibilitas pendapatan dan keberlanjutan bisnis PTRO di masa mendatang.

Selain itu, PTRO juga memperkuat posisinya melalui penandatanganan Conditional Share Sale and Purchase Agreement (CSPA) untuk akuisisi HBS Group. Langkah strategis ini diharapkan dapat memperluas cakupan layanan pertambangan dan konstruksi perusahaan, sekaligus membuka peluang ekspansi regional. Secara fundamental, kinerja PTRO di paruh pertama 2025 menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 10,4% Year-on-Year (YoY), dari US$318 juta menjadi US$351,1 juta. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan signifikan pada segmen konstruksi dan rekayasa sebesar 12,8% YoY, serta segmen pertambangan yang melonjak 21,4% YoY. Kendati demikian, laba bersih PTRO untuk periode yang sama tercatat turun 15,6% YoY, dari US$1,5 juta menjadi US$1,3 juta, utamanya disebabkan oleh lonjakan beban bunga dan keuangan sebesar 58,7% YoY, dari US$13,3 juta menjadi US$21,1 juta.

Menanggapi dinamika pasar, Tristan Elfan Zulvanian menyarankan investor untuk berhati-hati. “Di tengah volatilitas harga yang kerap terjadi sesaat setelah saham masuk ke indeks MSCI, kami merekomendasikan strategi dollar cost averaging atau akumulasi bertahap. Pendekatan ini efektif untuk mengurangi risiko akibat fluktuasi harga jangka pendek dan menghindari pembelian sekaligus pada satu harga,” jelas Tristan kepada Kontan, Jumat (8/8). Lebih lanjut, ia mengamati bahwa beberapa saham yang baru masuk indeks MSCI mengalami gap up pada pembukaan pasar, namun kemudian diwarnai tekanan jual akibat fenomena ‘sell on news‘.

Berdasarkan analisis teknikal, Henan Sekuritas memberikan rekomendasi spesifik untuk beberapa saham:

  • Untuk CUAN, strategi yang disarankan adalah buy on weakness pada level masuk Rp1.500–Rp1.550, dengan target harga Rp1.690–Rp1.700, dan stop loss di Rp1.400–Rp1.405.
  • Sementara itu, RATU juga direkomendasikan dengan strategi buy on weakness pada level masuk Rp6.900–Rp7.100, target harga Rp7.980–Rp8.000, dan stop loss di Rp6.500–Rp6.525.
  • Adapun untuk PTRO, rekomendasi yang diberikan adalah buy, dengan target harga di Rp4.500.

Ringkasan

Dua emiten Indonesia, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), berhasil masuk ke indeks MSCI Global Standard. Sementara itu, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) bergeser ke MSCI Indonesia Small Cap Indexes. Enam emiten baru juga bergabung dengan MSCI Indonesia Small Cap, termasuk PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT MNC Tourism Indonesia Tbk (KPIG). Perubahan ini akan berlaku efektif pada 27 Agustus 2025.

Masuknya emiten ke indeks MSCI diperkirakan akan memicu arus beli dari dana pasif global. Analis Henan Sekuritas merekomendasikan strategi dollar cost averaging untuk mengurangi risiko volatilitas. Rekomendasi spesifik diberikan untuk saham CUAN (buy on weakness), RATU (buy on weakness), dan PTRO (buy) dengan target harga dan stop loss yang telah ditentukan.