Mayoritas Saham Emiten Emas Merosot di Tengah Isu Penerapan Bea Keluar Ekspor Emas

Ifonti.com JAKARTA. Pasar modal tanah air dikejutkan dengan gelombang koreksi harga saham yang melanda hampir seluruh emiten produsen emas. Pelemahan ini terjadi seiring merebaknya kabar mengenai rencana pemerintah untuk memberlakukan bea keluar atas ekspor produk emas, efektif mulai tahun 2026 mendatang.

Pantauan Kontan menunjukkan kinerja mayoritas saham produsen emas memerah. Hingga akhir sesi pertama perdagangan Selasa (18/11/2025), harga saham BRMS (PT Bumi Resources Minerals Tbk) tercatat turun 0,54% menjadi Rp 925 per saham. Tren negatif juga dialami harga saham ARCI (PT Archi Indonesia Tbk) yang melemah 3,78% ke level Rp 1.145 per saham, serta harga saham PSAB (PT J Resources Asia Pasifik Tbk) yang terkoreksi signifikan 4,55% menjadi Rp 525 per saham.

Emiten-emiten yang terafiliasi dengan Grup Merdeka pun tak luput dari tekanan. Harga saham MDKA (PT Merdeka Copper Gold Tbk) anjlok 6,64% dan ditutup pada Rp 2.110 per saham, sementara harga saham EMAS (PT Merdeka Gold Resources Tbk) melorot 1,04% ke posisi Rp 3.790 per saham. Koreksi massal ini mencerminkan sentimen negatif investor terhadap prospek bisnis emas di tengah regulasi baru.

Ekspor Emas Akan Kena Pajak, Bumi Resources Minerals Pastikan Jual ke Pasar Domestik

Dampak sentimen negatif turut merambat ke saham UNTR (PT United Tractors Tbk), yang meskipun memiliki beragam portofolio, juga terlibat dalam lini bisnis emas melalui PT Agincourt Resources dan PT Sumbawa Jutaraya. Harga saham UNTR terkoreksi 2,50% menjadi Rp 27.325 per saham. Demikian pula saham HRTA (PT Hartadinata Abadi Tbk) ikut melemah tipis 0,77% ke level Rp 1.285 per saham, menunjukkan kekhawatiran yang meluas di sektor ini.

Menariknya, di tengah gejolak pasar yang menekan sebagian besar saham emiten emas, harga saham ANTM (PT Aneka Tambang Tbk) justru berhasil mencatatkan penguatan. Saham emiten BUMN ini terpantau menguat 0,98% dan ditutup pada level Rp 3.090 per saham, menjadi anomali positif di tengah tren penurunan harga saham lainnya.

Pelemahan harga saham ini tidak terlepas dari konfirmasi pemerintah mengenai rencana implementasi pungutan bea keluar emas yang akan berlaku mulai 2026. Regulasi ini akan menyasar berbagai produk emas, mencakup dore, granules, cast bars, hingga minted bars. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk memaksimalkan nilai tambah dari sumber daya mineral domestik dan mendorong hilirisasi.

Ini Progres Proyek Tambang Emas Pani dari Merdeka Gold Resources (EMAS)

Adapun besaran tarif bea keluar emas ini dirancang secara progresif, disesuaikan dengan fluktuasi harga emas dunia atau Harga Mineral Acuan (HMA). Untuk harga emas dalam rentang US$ 2.800 hingga di bawah US$ 3.200 per ons troi, tarif bea keluar akan ditetapkan antara 7,5% sampai 12,5%. Sementara itu, jika harga emas melampaui US$ 3.200 per ons troi, tarifnya akan meningkat menjadi 10% hingga 15%, merefleksikan profitabilitas yang lebih tinggi.

Penerapan tarif juga bervariasi berdasarkan bentuk produk emas. Tarif tertinggi akan dikenakan pada emas dalam bentuk dore, bongkah, ingot, atau batang tuangan, mengingat tahapan pengolahannya yang minimal. Sebaliknya, minted bars, yang telah melalui proses pengolahan lebih lanjut, akan dikenakan tarif paling rendah. Struktur tarif ini diharapkan dapat mendorong industri pengolahan emas di dalam negeri.