ESSA Industries: Harga Amonia Pengaruhi Kinerja? Cek Rekomendasi Sahamnya!

Ifonti.com – JAKARTA. Kinerja PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) menunjukkan penurunan sepanjang periode Januari hingga September 2025. Harga amonia global menjadi faktor kunci yang akan menentukan arah kinerja ESSA ke depannya.

Pada kuartal III tahun 2025, ESSA mencatatkan pendapatan sebesar US$ 200,35 juta, mengalami penurunan sebesar 12,93% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan US$ 230,11 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih perusahaan juga terkoreksi sebesar 36,53% yoy menjadi US$ 21,30 juta.

Arief Machrus, Kepala Riset Ina Sekuritas, menjelaskan bahwa operasional ESSA telah kembali normal pada semester II 2025 setelah sebelumnya dilakukan pemeliharaan hulu. Pabrik amonia ESSA berhasil mempertahankan tingkat utilisasi yang solid, mencapai 113% selama sembilan bulan pertama tahun 2025.

Menurut Arief, ESSA tetap berada pada jalur pertumbuhan yang kuat, didukung oleh stabilitas operasional pabrik amonia PT Panca Amara Utama (PAU) yang berkapasitas 700.000 ton, serta fokus yang kuat pada dekarbonisasi. Beberapa proyek utama yang tengah dikembangkan antara lain fasilitas blue ammonia berkapasitas 200.000 ton yang dijadwalkan mulai beroperasi pada kuartal I 2028, dan proyek CCS (Carbon Capture and Storage) berkapasitas 1 juta ton per tahun yang ditargetkan selesai pada kuartal IV 2028.

“ESSA mencapai tonggak penting pada kuartal III 2025 dengan melunasi seluruh pinjamannya, sehingga perusahaan kini bebas utang. Hal ini memperkuat neraca keuangan ESSA untuk investasi masa depan di bisnis Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan dan amonia rendah karbon,” ungkap Arief dalam risetnya pada 3 November 2025.

Sementara itu, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, memproyeksikan prospek kinerja ESSA pada kuartal IV 2025 akan stabil cenderung positif. Hal ini didukung oleh volume produksi amonia dan LPG yang relatif normal, serta peningkatan utilisasi.

“Harga amonia global mulai pulih (recovery) seiring dengan meningkatnya permintaan dari India dan Asia, sehingga margin pada kuartal IV berpotensi meningkat (improve),” kata Wafi kepada Kontan, Rabu (19/11/2025).

Wafi melihat beberapa potensi tantangan yang mungkin dihadapi ESSA, terutama terkait dengan harga gas dan fluktuasi harga amonia global. Kenaikan harga gas domestik atau keterlambatan pasokan dapat menekan margin ESSA. Selain itu, kondisi geopolitik yang dapat mengganggu rantai pasok juga masih menjadi risiko yang perlu diwaspadai.

“Volatilitas nilai tukar rupiah juga perlu dicermati karena ESSA cukup terpapar (exposed) terhadap dolar AS (USD),” imbuh Wafi.

Lebih lanjut, Wafi menambahkan bahwa beberapa sentimen yang perlu diperhatikan untuk mencermati kinerja ESSA antara lain perkembangan atau update kebijakan harga gas industri, tren permintaan pupuk global (terutama dari India dan Asia Selatan), stabilitas operasional pabrik ESSA, dan pergerakan harga amonia internasional.

Arief mencatat bahwa harga amonia telah pulih dari level di bawah US$ 300 per metrik ton pada kuartal II 2025 menjadi US$ 309 per metrik ton pada kuartal III 2025, berdasarkan data dari Fertecon. Harga amonia diperkirakan akan mendekati US$ 400 per metrik ton pada kuartal IV 2025, didorong oleh permintaan yang kuat dari Eropa dan Amerika Serikat, di mana harga spot telah melebihi US$ 600 per metrik ton.

“Harga global diproyeksikan akan secara bertahap mencapai titik keseimbangan,” jelas Arief.

Analis Indo Premier Sekuritas, Reggie Parengkuan, melihat adanya potensi lonjakan harga amonia. Hal ini dipengaruhi oleh penghentian tak terencana di pabrik MPC Ma’aden di Arab Saudi dan penghentian terkendali di pabrik Point Lisas Nutrien di Trinidad baru-baru ini, yang mendorong harga amonia lebih tinggi.

Berdasarkan riset Indo Premier Sekuritas, harga rata-rata Fertecon mencapai US$ 420 per ton pada Oktober 2025, naik 14% – 20% dari rata-rata kuartal III 2025 sebesar US$ 350 – US$ 370 per ton. Meskipun Ma’aden diperkirakan akan kembali beroperasi pada November 2025, penghentian Nutrien (akibat kurangnya pasokan gas yang andal) tampaknya lebih bersifat struktural.

“Oleh karena itu, kami memperkirakan harga amonia akan tetap tinggi bahkan setelah produksi Ma’aden kembali normal,” kata Reggie kepada Kontan, Rabu (19/11/2025).

Sehubungan dengan pemeliharaan turnaround ESSA yang awalnya dijadwalkan pada kuartal IV 2025, kini ditunda hingga April/Mei 2026 agar selaras dengan pemeliharaan lapangan gas hulu, Reggie memperkirakan produksi amonia yang kuat sebesar 190kt pada kuartal IV 2025 (tingkat utilisasi 117%).

“Dengan harga jual rata-rata (ASP) US$ 400 per ton, kami memperkirakan laba bersih (net profit) kuartal IV 2025 sebesar US$ 16 juta dengan sensitivitas laba bersih 1,6% untuk setiap perubahan 1% harga amonia. Di sisi positifnya, ESSA dapat mencatat tambahan penjualan sekitar 25kt dari pengiriman kuartal ketiga 2025 yang tertunda, yang berpotensi meningkatkan laba bersih kuartal IV 2025 menjadi US$ 19 juta,” jelas Reggie.

Arief memproyeksikan pendapatan dan laba bersih ESSA tahun 2025 masing-masing mencapai US$ 279,1 juta dan US$ 29,6 juta. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, ESSA mencatatkan pendapatan US$ 301,4 juta dan laba bersih US$ 45,2 juta.

Arief dan Reggie merekomendasikan “beli” (buy) saham ESSA dengan target harga masing-masing Rp 865 per saham dan Rp 1.000 per saham. Sementara itu, Wafi merekomendasikan “tahan” (hold) saham ESSA dengan target harga Rp 650 per saham.

Ringkasan

Kinerja PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih pada periode Januari-September 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh harga amonia global. ESSA telah melunasi seluruh pinjamannya dan fokus pada proyek dekarbonisasi seperti fasilitas blue ammonia dan proyek CCS. Analis memprediksi prospek kuartal IV 2025 stabil dengan potensi peningkatan margin didukung pemulihan harga amonia dan peningkatan utilisasi.

Beberapa analis memberikan rekomendasi yang berbeda untuk saham ESSA. Ina Sekuritas dan Indo Premier Sekuritas merekomendasikan “beli” dengan target harga Rp 865 dan Rp 1.000 per saham, didasarkan pada potensi lonjakan harga amonia akibat gangguan produksi di pabrik lain. Sementara itu, Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) merekomendasikan “tahan” dengan target harga Rp 650, menyoroti potensi risiko dari fluktuasi harga gas dan amonia global serta nilai tukar rupiah.