Bank Indonesia (BI) berkomitmen mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia menembus pasar internasional. Strategi yang diusung, disebut Kalala Mareda, menitikberatkan pada kolaborasi dan kreativitas untuk memperkuat daya saing UMKM dan memperluas akses ke rantai pasok global. Di tengah dinamika perdagangan internasional, termasuk kebijakan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, BI melihat peluang besar bagi UMKM untuk menjadi eksportir global.
Deputi Gubernur BI, Aida S Budiman, menekankan pentingnya upaya peningkatan kelas UMKM menuju pasar ekspor dunia. Hal ini disampaikan dalam penutupan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2025, Minggu (10/8). “Pagi hari ini secara khusus kita ingin membuat UMKM naik kelas untuk menjadi eksportir dunia,” tegas Aida.
Peran vital UMKM dalam perekonomian Indonesia tidak dapat dipungkiri. Sektor ini berkontribusi 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menyerap 97 persen tenaga kerja, dan mencakup lebih dari 99 persen unit usaha. Lebih lanjut, UMKM juga memiliki karakter inklusif dengan partisipasi besar kaum perempuan. Aida menambahkan, “Kaum wanita itu seperti kata Pak Gubernur Bank Indonesia bilang adalah tiang keluarga. Jadi juga menjadi tiang negara.”
Data BI menunjukkan ekspor nonmigas dari UMKM telah mencapai hampir 16 persen. Dari UMKM binaan BI, sekitar 17 persen telah berhasil menembus pasar ekspor di tiga benua utama: Asia, Eropa, dan Amerika. Produk ekspornya beragam, mulai dari hasil laut, kopi, makanan dan minuman olahan, buah-buahan, kerajinan tangan, hingga tekstil dan produk tekstil (TPT).
Meskipun demikian, tantangan masih ada. Keterbatasan keahlian, akses pasar, dan kapasitas produksi menjadi kendala yang perlu diatasi. Untuk itu, BI mendorong model bisnis berbasis korporatisasi, peningkatan kapasitas, akses pembiayaan yang lebih mudah, dan digitalisasi. Teknologi pembayaran seperti QRIS dan BI Fast diharapkan mempermudah transaksi lintas negara. “24 jam sehari, 7 hari seminggu lebih setia dari pacar kita. Dengan biayanya pun Rp 2.500 per transaksi,” kata Aida berkelakar.
Implementasi Kalala Mareda diwujudkan melalui kolaborasi lintas pihak, melibatkan kementerian, lembaga, asosiasi, hingga pelaku usaha internasional. Salah satu contoh suksesnya adalah Ketiara Coffee di Takengon, Aceh, yang dipimpin oleh Bu Rahma. Koperasi yang beranggotakan lebih dari seribu perempuan ini berhasil menembus pasar global melalui kemitraan dengan Brooklyn Roasting Company, Starbucks, dan sejumlah merek internasional lainnya.
Strategi Ketiara Coffee, menurut Aida, patut dicontoh karena fokus pada masuknya ke rantai pasok global, bukan persaingan langsung. Kualitas kopi mereka bahkan terus meningkat seiring waktu, diibaratkan seperti anggur yang semakin berkualitas seiring penuaan. “Ketiara ini adalah suatu koperasi yang dibangun oleh seorang ibu namanya Bu Rahma. Akhirnya dia berpikir dia harus ekspor dan itu dia lakukan di tahun 2013,” jelas Aida.
BI berharap semangat Kalala Mareda dapat mendorong gerakan bersama untuk menjadikan UMKM Indonesia sebagai pemain utama di pasar global. “Semoga kita bisa ke depannya semakin berkala lama reda. Sehingga kita bisa memajukan UMKM,” pungkas Aida.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk mendorong UMKM Indonesia menembus pasar internasional melalui strategi “Kalala Mareda” yang menekankan kolaborasi dan kreativitas. BI melihat peluang besar bagi UMKM untuk menjadi eksportir global, mengingat kontribusi signifikan sektor ini terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, serta data yang menunjukkan peningkatan ekspor nonmigas dari UMKM.
Meskipun terdapat tantangan seperti keterbatasan keahlian dan akses pasar, BI mendorong korporatisasi, peningkatan kapasitas, akses pembiayaan, dan digitalisasi, termasuk pemanfaatan QRIS dan BI-FAST untuk transaksi lintas negara. Implementasi Kalala Mareda melibatkan kolaborasi lintas pihak, contohnya Ketiara Coffee di Aceh yang berhasil menembus pasar global melalui kemitraan strategis.