IPO Makin Adil: Investor Ritel Kini Setara Institusi!

Ifonti.com JAKARTA. Kabar baik bagi para investor! Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja melakukan revisi signifikan terhadap aturan alokasi penjatahan efek dalam penawaran umum saham perdana atau yang lebih dikenal dengan Initial Public Offering (IPO). Perubahan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 25 Tahun 2025, yang secara resmi menggantikan aturan lama yang sebelumnya diatur dalam SEOJK 15/2020.

Salah satu perubahan paling mencolok dan menjanjikan bagi investor adalah peningkatan rasio alokasi antara investor ritel dan non-ritel. Kini, investor ritel memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan alokasi saham yang setara dengan investor non-ritel.

Rasio alokasi yang baru ini ditetapkan menjadi 1:1. Artinya, alokasi saham untuk investor ritel dan non-ritel kini sama besar. Sebelumnya, dalam aturan lama, rasionya adalah 1:2, yang mana investor ritel hanya mendapatkan 1 bagian saham, sementara investor non-ritel mendapatkan 2 bagian. Perubahan ini tentu saja membuka peluang lebih luas bagi investor ritel untuk berpartisipasi dalam IPO.

Menilik Kinerja Saham IPO 2025 dan Prospek Gelaran IPO Tahun Depan

Selain perubahan rasio alokasi, SEOJK Nomor 25 Tahun 2025 juga memperbarui penggolongan penawaran umum berdasarkan nilai emisi. OJK memperluas klasifikasi emiten, dari yang sebelumnya empat golongan menjadi lima golongan. Tujuannya adalah untuk memberikan pengaturan yang lebih spesifik sesuai dengan skala emisi.

Adapun penggolongan emiten tersebut adalah: Golongan I (hingga Rp 100 miliar), Golongan II (di atas Rp 100 miliar–Rp 250 miliar), Golongan III (di atas Rp 250 miliar–Rp 500 miliar), Golongan IV (di atas Rp 500 miliar–Rp 1 triliun), dan Golongan V (di atas Rp 1 triliun). Klasifikasi yang lebih detail ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dan perlindungan investor.

Lebih lanjut, persentase minimum alokasi untuk penjatahan terpusat (pooling) juga mengalami penyesuaian seiring dengan penggolongan emiten yang baru. Aturan yang lebih ketat diberlakukan, terutama untuk emisi dengan nilai kecil. Ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan saham bagi investor yang lebih luas.

Secara rinci, alokasi minimum untuk penjatahan terpusat adalah sebagai berikut: Golongan I minimal 20% atau Rp 10 miliar (jika nilai IPO di bawah Rp 10 miliar, maka seluruhnya, yaitu 100%, harus dialokasikan untuk penjatahan terpusat), Golongan II minimal 15% atau Rp 20 miliar, Golongan III minimal 10% atau Rp 37,5 miliar, Golongan IV minimal 7,5% atau Rp 50 miliar, dan Golongan V minimal 2,5% atau Rp 75 miliar. Penyesuaian ini menunjukkan komitmen OJK untuk mendorong pemerataan akses terhadap saham IPO.

Prospek IPO Indonesia Dinilai Kian Cerah pada 2026, Begini Kata Analis

Untuk mencegah dominasi investor tertentu dalam pooling, OJK juga mengatur batasan jumlah pesanan. Total nilai pesanan dari satu calon pemodal, secara kumulatif, tidak boleh melebihi 10% dari nilai keseluruhan efek yang ditawarkan. Pembatasan ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua investor.

Aturan baru ini juga menambahkan lapisan kepatuhan (compliance) yang lebih ketat bagi Penjamin Emisi Efek. Penjamin Emisi Efek kini diwajibkan untuk melakukan uji tuntas (due diligence) yang lebih mendalam terhadap pemodal Penjatahan Pasti. Hal ini penting untuk memastikan bahwa investor yang mendapatkan alokasi saham memiliki kemampuan finansial yang memadai.

Sebagai bagian dari uji tuntas, Penjamin Emisi wajib memastikan kemampuan keuangan pemodal, antara lain melalui pemeriksaan rekening koran atau dokumen kepemilikan aset likuid minimal 3 bulan terakhir. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir risiko gagal bayar dan menjaga stabilitas pasar modal.

Ringkasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 25 Tahun 2025 yang merevisi aturan alokasi penjatahan efek dalam Initial Public Offering (IPO). Perubahan signifikan meliputi peningkatan rasio alokasi untuk investor ritel menjadi setara dengan investor non-ritel, dengan rasio 1:1, yang sebelumnya 1:2. Selain itu, terdapat pembaruan penggolongan emiten berdasarkan nilai emisi menjadi lima golongan untuk memberikan pengaturan yang lebih spesifik.

SEOJK juga menyesuaikan persentase minimum alokasi untuk penjatahan terpusat (pooling) berdasarkan penggolongan emiten, dengan aturan yang lebih ketat untuk emisi nilai kecil. OJK membatasi total nilai pesanan dari satu calon pemodal dalam pooling maksimal 10% dari nilai keseluruhan efek. Penjamin Emisi Efek juga diwajibkan melakukan uji tuntas lebih mendalam terhadap pemodal Penjatahan Pasti, termasuk pemeriksaan kemampuan keuangan melalui rekening koran atau dokumen aset likuid.