Prospek Investasi ke Barang Eksotis Masih Lesu, Tren Pemulihan Bergantung Ekonomi

Ifonti.com – JAKARTA. Pasar barang mewah atau segmen eksotis dinilai akan cenderung mengalami stagnasi hingga tertekan, sejalan dengan pelemahan minat kolektor dan kondisi makroekonomi yang belum stabil.

Jika mengacu pada riset Bain & Company dengan Altagamma, dinyatakan bahwa pasar barang mewah atau eksotis global tetap stabil di tengah gejolak makroekonomi tahun ini.

Pengeluaran konsumen seluruh dunia di berbagai segmen industri barang mewah dan eksotis diperkirakan mencapai €1,44 triliun pada tahun 2025 atau sebesar Rp 28.112 triliun. Capaian ini secara umum stagnan dibandingkan tahun lalu.

Porsi Aset Investasi Gen Z di Pasar Saham Kian Melonjak, Berperan Angkat IHSG?

Namun, dicatatnya konsumen mengalami pergeseran tren. Maksudnya, konsumen cenderung memilih membeli pengalaman mewah daripada membeli barang-barang mewah nan eksotis yang lebih tradisional, seperti otomotif, tas, maupun seni rupa.   

Di seluruh segmen barang mewah, mobil mengalami penurunan volume di berbagai tingkatan harga. Mobil sport kelas atas tercatat lebih tahan. Ada pun kapal pesiar dan jet terus mengalami pertumbuhan kuat.

Permintaan seni rupa seperti lukisan atau patung mengalami stagnasi. Kemudian minuman wine berkualitas tinggi mengalami penurunan tetapi anggur premium dan anggur merah Italia lebih menonjol.

Di kategori barang mewah pribadi, perhiasan atau berlian memimpin pertumbuhan dengan perkiraan ekspansi tahun ini sebesar 4%-6%, didukung oleh permintaan yang kuat dan desain yang dapat disesuaikan.

Selain itu, kacamata mewah juga terus menunjukkan kinerja yang kuat dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 2%-4%, didorong oleh inovasi desain serta keserbagunaan. Tak ketinggalan, barang wewangian juga dicatat cukup dinamis.

Selain itu, riset juga menemukan informasi bahwa pasar jam tangan mewah mengalami peningkatan dengan produk kelas atas yang berkembang pesat. Tetapi barang-barang kulit goyah. Kurangnya model tas andalan baru yang menarik dan kekinian. Sepatu juga tertinggal, terpengaruh oleh sensitivitas harga dan persaingan pakaian olahraga.

OJK Sebut Dana Kelolaan Investasi Tercatat Tumbuh per November 2025

Di Indonesia sendiri, tren pasar di segmen seni rupa juga dicatat mengalami kemunduran. Sektor karya seni lukisan, misalnya. Direktur Ruci Art, Bima Rio Pasaribu mengaku, dalam dua pameran seni yang terakhir dia ikuti, penjualannya turun sekitar 40%.

“Begitu pula pameran di gallery kami. Di tahun 2025 peningkatan jumlah kolektor baru tidak explonensial sebagaimana di tahun 2023-2024,” terang Rio kepada Kontan, Jumat (12/12/2025).

Menurutnya, hal ini sejalan dengan kondisi seni rupa eksotis yang kini tidak menjadi tujuan utama untuk berinvestasi. Seiring dengan berkembangnya era digital terutama kehadiran AI, banyak kolektor muda berpendapat bahwa seniman akan mendapatkan tantangan baru untuk menghasilkan karya seni yang memang benar berbeda dari apa yang sekedar dapat dilahirkan oleh AI.

Melihat prospek pasar seni rupa eksotis di Indonesia tahun depan, Rio tak berharap banyak. Semuanya bergantung kepada keadaan makroekonomi Indonesia. Bila mana perekonomian tak tumbuh dengan baik, maka perkembangan market baru seni rupa juga akan sulit berkembang. Sehingga, semua gallery hanya akan berjuang di market existing.

Sama halnya, CEO Pi-eX Christine Bourron dalam riset Knight Frank menyatakan jika pasar seni rupa memang terus mengalami pelemahan.

Dicatatnya, dalam Pi-eX Auction Market Index (AMI) pendapatan lelang publik di Christie’s, Sotheby’s, dan Phillips, turun tajam selama 30 bulan terakhir.

Diversifikasi Portofolio, AllianzGI Sarankan Investasi Emas di Tahun 2026

Namun, meski total pasar lelang publik menyusut sejak tahun 2023, masih ada beberapa segmen yang tumbuh. Sejumlah seniman justru melawan tren.

Seperti contoh karya lukisan Gustav Klimt yang berjudul “Portrait of Elisabeth Lederer”, berhasil terjual di Sotheby’s New York pada 18 November 2025 senilai US$ 236,4 juta.

Capaian ini menjadikannya lukisan kedua termahal secara keseluruhan, serta yang termahal untuk kategori seni modern dalam sejarah lelang.

Ada pun Rita Efendy, kolektor tas mewah yang telah mengoleksi lebih dari 50 tas branded, menyampaikan bahwa permintaan pasar tas mewah di Indonesia kini tak setinggi beberapa tahun lalu. Hal ini sebab konsumen lebih berhati-hati dan selektif dalam menilai value tas mewah.

Kata Rita, yang paling dicari di Indonesia ialah model tas klasik dan timeless. Selain itu, model tas mewah yang desainnya simple dan tidak banyak menonjolkan logo alias quiet luxury, juga makin diminati.

Pun soal tas mewah berbahan dasar kulit hewan, dia bilang ada banyak tren yang sedang diminati. Misalnya, gaya bucket bag, carryall, atau model shoulder bag tertentu. Hingga saat ini harga tas kulit mewah cenderung tetap tinggi karena materialnya dan prestige merek.

“Ke depannya, tas luxury masih menarik, terutama buat kolektor items. Tapi orang bakal makin rasional. Nggak asal beli mahal, tapi lebih fokus ke tas yang kualitasnya bagus, langka, dan punya nilai jual lagi,” ujar Rita.

Soal investasi eksotis ini, Perencana Keuangan Aidil Akbar Madjid menyebut, bahwa gejolak perekonomian dan pelemahan daya beli dalam negeri sebenarnya tak begitu memengaruhi pangsa pasar barang mewah.

Perkuat Bisnis Logistik, Anak Usaha Chandra Daya Investasi (CDIA) Merilis Kapal Baru

Menurutnya prospek permintaan barang eksotis pada tahun depan akan tetap baik karena barang mewah ialah barang yang diminati oleh investor atau kolektor yang tidak sensitif terhadap harga dan kondisi ekonomi.

“Penikmat barang eksotis itu kalangan atas. Mereka mencari barang langka karena mereka ingin menunjukkan bahwa selain investasi, mereka juga ‘Cuma saya yang punya barang ini’ gitu,” terang Aidil.

Hingga saat ini, menurutnya investasi barang mewah di Indonesia cenderung ke segmen perhiasan, entah emas maupun berlian. Sementara untuk pasar seni rupa, mobil, dan barang eksotis lain, cenderung menunggu momentum dan barangnya langka sehingga tidak selalu tersedia.

Soal sinyal apakah investor barang eksotis akan beralih ke instrumen lain, menurutnya tidak. Karena investor eksotis sudah pasti punya aset lain yang juga likuid. Tapi dia bilang investor eksotis perlu melakukan diversifikasi aset dan pintar melihat peluang barang mewah mana yang punya value dan nilai jual baik.

Sementara itu, Perencana Keuangan Finansia Consulting, Eko Endarto bilang segmen barang eksotis yang diminati oleh pasar itu tak menentu. Semua memiliki peminat dan daya tarik masing-masing.

JV Chandra Asri (TPIA) dan Glencore Investasi di Kilang Bukom Singapura

Jika itu termasuk barang koleksi, maka value atau nilainya bisa tidak terbatas sesuai dengan keinginan orang untuk memiliki. Kelangkaan menjadi nilai tambah, sehingga makin langka maka makin tinggi harganya.

Sama dengan Aidil, Eko juga mengamini bahwa pasar barang mewah dan eksotis cenderung stabil karena konsumennya ialah orang-orang yang termasuk high wealth. Ke depan, ada potensi permintaan barang mewah meningkat jika ada kelompok masyarakat yang naik kelas sosialnya.

“Jadi selama ekonomi belum baik maka pasar luxury akan didominasi mereka yang ultra-wealth. Jadi pasar akan kembali ke valuasi wajarnya,” terang Eko.