Beban Operasional Chandra Asri Pacific (TPIA) Membengkak, Cek Rekomendasi Sahamnya

Ifonti.com JAKARTA. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) mencatatkan lonjakan kinerja signifikan pada semester I 2025. Namun, capaian ini menjadi sorotan sejumlah analis karena dinilai mayoritas berasal dari kontribusi non-operasional.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, emiten petrokimia milik konglomerat Prajogo Pangestu ini berhasil membalikkan kondisi dari rugi bersih sebesar US$ 46,62 juta menjadi laba bersih fantastis senilai US$ 1,61 miliar. Sejalan dengan itu, pendapatan TPIA juga meroket dari US$ 866,49 juta menjadi US$ 2,92 miliar.

Faktor signifikan di balik transformasi kinerja ini adalah akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd (Aster) dari Shell pada 1 April 2025 lalu, yang sekaligus membuka jalan bagi PT Chandra Asri Pacific Tbk merambah bisnis kilang. Direktur sekaligus Chief Financial Officer TPIA, Andre Kohr, menjelaskan bahwa pencapaian laba ini didorong oleh pencatatan keuntungan signifikan dari pembelian dengan harga rendah (bargain purchase accounting) atau negative goodwill yang timbul dari akuisisi Aster. Secara spesifik, TPIA mengantongi keuntungan bersih senilai US$ 1,75 miliar dari transaksi ini.

Di sisi lain, akuisisi tersebut juga berdampak pada peningkatan drastis beban pokok pendapatan TPIA. Angka ini melonjak dari US$ 853,64 juta menjadi US$ 3,02 miliar. Pembengkakan ini utamanya disebabkan oleh integrasi nilai barang jadi milik Aster sebesar US$ 455,25 juta ke dalam beban pokok pendapatan. Tak hanya itu, TPIA turut mencatat lonjakan biaya bahan baku yang digunakan, naik dari US$ 610,63 juta menjadi US$ 2,09 miliar, serta kenaikan biaya pabrikasi dari US$ 104,54 juta menjadi US$ 207,96 juta.

Beban keuangan Chandra Asri juga terpantau membengkak signifikan sebesar 39,60% secara tahunan (year-on-year) menjadi US$ 107,80 juta, dari sebelumnya US$ 77,22 juta. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh peningkatan beban bunga utang kepada bank yang melonjak dari US$ 36,84 juta menjadi US$ 72,99 juta. Konsekuensinya, TPIA harus menanggung rugi kotor sebesar US$ 99,51 juta, berbalik dari laba kotor US$ 12,84 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Harga Batubara Rawan Melemah, Simak Rekomendasi Saham PTBA

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menggarisbawahi bahwa bisnis inti petrokimia TPIA masih menghadapi tekanan operasional yang berat. Hal ini terutama disebabkan oleh kelebihan pasokan di pasar Asia dan tipisnya margin produk. Lebih lanjut, Chandra Asri juga terus bergulat dengan tingginya harga bahan baku berbasis nafta, sementara permintaan global belum menunjukkan pemulihan penuh. Ekky menambahkan, sebelum konsolidasi dengan Aster, TPIA bahkan masih mencatatkan kerugian US$ 23,58 juta pada kuartal I 2025. “Lonjakan laba bersih TPIA bisa dibilang berasal dari keuntungan non-operasional,” tegas Ekky.

Senada dengan itu, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa margin Chandra Asri juga tertekan akibat penurunan harga jual rata-rata produk, khususnya poliolefin. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya permintaan global dan kenaikan harga bahan baku. “Selain itu, utilisasi pabrik juga menurun hingga 88% karena adanya kegiatan pemeliharaan (maintenance) dan rendahnya permintaan global,” papar Wafi.

Kinerja Mitra Keluarga (MIKA) Positif di Semester I-2025, Cek Rekomendasi Analis

Melihat kondisi ini, Wafi menyarankan agar TPIA fokus pada peningkatan utilisasi kapasitas pabrik untuk mendongkrak produksi dan mencapai efisiensi biaya per unit. Selain itu, Chandra Asri juga disarankan untuk mencari sumber bahan baku yang lebih murah atau mengamankan kontrak jangka panjang yang lebih stabil. “Penting bagi TPIA untuk meningkatkan kontribusi produk bernilai tambah (value added) dengan margin yang lebih tinggi, serta memperluas pangsa pasar ekspor ke wilayah baru seperti Asia Tenggara atau India,” imbuh Wafi.

Untuk prospek ke depan, Ekky Topan berpendapat bahwa kinerja TPIA akan sangat bergantung pada keberhasilan integrasi Aster dan upaya perbaikan operasional secara menyeluruh. Beberapa sentimen positif yang dapat mendorong Chandra Asri adalah peningkatan kapasitas aset baru, hasil ekspansi melalui akuisisi pabrik plastik, serta posisi kas perusahaan yang kokoh. Namun, Ekky juga mengingatkan tentang risiko terbesar, yaitu siklus industri petrokimia global yang masih lesu dan potensi tekanan biaya dari aset-aset tua yang berlokasi di Singapura.

Mengingat dinamika ini, Ekky Topan masih mempertahankan sikap wait and see terhadap saham TPIA. Sementara itu, Muhammad Wafi menilai valuasi PT Chandra Asri Pacific Tbk saat ini tergolong mahal dengan rasio price to book value (PBV) mencapai 8,7 kali. Oleh karena itu, Wafi menyarankan investor untuk mempertimbangkan masuk pada harga di sekitar Rp 8.500 per saham TPIA.

Marketing Sales Emiten Aguan PANI dan CBDK Lesu, Cek Rekomendasi Analis