Ifonti.com JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menorehkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, mengakhiri perdagangan Kamis (14/8/2025) di level 7.931. Angka ini menandai penguatan signifikan sebesar 0,49% dan membawa IHSG semakin mendekati ambang batas psikologis 8.000. Bahkan, pada sesi pertama perdagangan, indeks sempat menyentuh level 7.973, menandakan momentum positif yang kuat.
Lonjakan kinerja IHSG ini tidak terlepas dari kembalinya kepercayaan investor asing, yang tercermin dari derasnya aliran dana masuk ke pasar saham domestik. Tercatat, aksi beli bersih atau net buy investor asing mencapai Rp 4,70 triliun dalam sepekan terakhir, serta akumulasi Rp 3,10 triliun dalam sebulan terakhir, menjadi katalis utama penguatan ini.
Felix Darmawan, Ekonom PT Panin Sekuritas Tbk, menganalisis bahwa penguatan pasar modal ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Di antaranya adalah meredanya ketegangan tarif dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia, spekulasi kuat mengenai potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed sebesar 25 hingga 50 basis poin pada September mendatang, serta rilis laporan kinerja emiten yang sebagian besar melampaui ekspektasi pasar. Kondisi makroekonomi dan sentimen global yang membaik turut menopang performa IHSG.
Seiring optimisme ini, saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor perbankan menjadi primadona incaran investor asing. Saham-saham seperti TLKM, BBRI, BBCA, dan ASII mencatat nilai beli bersih yang sangat signifikan, berkisar dari Rp 190 miliar hingga mencapai lebih dari Rp 1,4 triliun untuk masing-masing saham.
Namun, di tengah euforia penguatan pasar, Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, memberikan catatan penting. Ia menilai bahwa arus modal asing yang masuk saat ini masih bersifat jangka pendek. Oleh karena itu, untuk memastikan keberlanjutan tren masuknya dana asing, diperlukan konfirmasi berupa net inflow bulanan yang beruntun serta stabilitas nilai tukar rupiah yang berkelanjutan.
Di samping itu, sejumlah indikator ekonomi makro domestik turut menyokong minat investor. Penguatan nilai tukar rupiah ke level terkuat sejak awal tahun 2025, potensi pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada pekan depan, serta pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang solid sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus, menjadi faktor pendorong tambahan yang meningkatkan daya tarik pasar saham Indonesia.
Selain sektor perbankan dan telekomunikasi, beberapa saham konglomerasi juga mencuri perhatian pasar. Saham-saham seperti DSSA, CUAN, PTRO, dan RATU menarik minat investor karena berpotensi besar untuk masuk dalam indeks MSCI berikutnya, yang dapat meningkatkan likuiditas dan visibilitasnya di mata investor global.
Melihat prospek ke depan, pergerakan IHSG diproyeksikan berada dalam kisaran 7.700 hingga 8.200 untuk jangka pendek. Proyeksi ini akan sangat dipengaruhi oleh keputusan moneter Bank Indonesia, data pertumbuhan kredit domestik, serta arah kebijakan suku bunga The Fed. Sementara itu, hingga akhir tahun, target pergerakan indeks diproyeksikan mencapai level 8.000 hingga 8.100, dengan tren net buy investor asing sebagai katalis utama yang menopang pergerakan positif ini.
Dalam menyusun strategi investasi di tengah volatilitas pasar, para analis memberikan rekomendasi saham yang menarik untuk dicermati. Felix Darmawan menyarankan investor untuk berfokus pada saham-saham berkapitalisasi besar yang likuid dan memiliki prospek pertumbuhan sekaligus bersifat defensif, seperti saham-saham dari kelompok bank besar, TLKM, dan ASII. Adapun Oktavianus Audi melihat adanya peluang beli pada beberapa saham pilihan, antara lain BBRI dengan target harga Rp 4.360, TLKM di Rp 3.240, BMRI Rp 6.300, ICBP Rp 11.500, dan KLBF Rp 1.720.
Ringkasan
IHSG mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, ditutup pada level 7.931, dan mendekati angka psikologis 8.000. Penguatan ini didorong oleh kepercayaan investor asing yang kembali, ditunjukkan oleh aksi beli bersih (net buy) yang signifikan dalam sepekan dan sebulan terakhir. Beberapa faktor pendorong meliputi meredanya ketegangan tarif dagang, spekulasi penurunan suku bunga The Fed, dan laporan kinerja emiten yang melampaui ekspektasi.
Saham BUMN dan sektor perbankan menjadi incaran investor, seperti TLKM, BBRI, BBCA, dan ASII. Analis merekomendasikan saham-saham berkapitalisasi besar yang likuid dan defensif, seperti saham perbankan, TLKM, dan ASII. Proyeksi IHSG dalam jangka pendek berada di kisaran 7.700-8.200 dan target hingga akhir tahun adalah 8.000-8.100.