KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kebijakan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan dipastikan akan terus berlanjut hingga tahun 2026. Keputusan pemerintah ini menjadi sebuah dorongan positif yang signifikan bagi emiten ritel di sektor bahan bangunan, salah satunya adalah PT Avia Avian Tbk (AVIA).
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai bahwa insentif pajak yang diberikan pemerintah berpotensi besar untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap properti. Hal ini pada gilirannya akan memberikan dampak positif terhadap kenaikan volume penjualan AVIA. “AVIA akan terkena multiplier effect dari sektor properti,” kata Indy kepada Kontan, Senin (18/8).
Meskipun ada sentimen positif ini, pelaku pasar tetap perlu mencermati beberapa faktor krusial. Salah satunya adalah daya beli masyarakat, terutama jika tren penurunan suku bunga acuan turut memengaruhinya. Selain itu, ketergantungan AVIA pada impor untuk sebagian besar bahan bakunya membuat kinerja perusahaan sensitif terhadap fluktuasi kurs mata uang, sementara potensi ekspornya masih terbilang terbatas.
Sejumlah Saham Laggard Mengalami Pemulihan Harga, Begini Rekomendasinya
Dihubungi secara terpisah, Praktisi Pasar Modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto, juga mengakui bahwa sentimen insentif pajak ini membawa angin segar bagi AVIA. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan tersebut pada dasarnya hanya merupakan perpanjangan aturan yang sudah ada, bukan perubahan kebijakan fundamental yang bisa secara drastis mengerek kinerja perusahaan. Menurut William, performa emiten cat sangat bergantung pada tingkat kebutuhan cat di pasar, yang salah satunya ditentukan oleh jumlah pembangunan rumah baru. “Apabila program pembangunan 3 juta rumah dapat berjalan, hal ini akan menjadi sentimen yang sangat positif bagi AVIA, karena kebutuhan terhadap produk AVIA akan tinggi,” ucap William kepada Kontan, Senin (18/8).
Rekomendasi Saham
Melihat kondisi pasar saat ini, William Hartanto berpandangan bahwa valuasi saham AVIA cukup menarik untuk dicermati. Ia merekomendasikan strategi buy on weakness pada area harga Rp 400-Rp 416 per saham. Sementara itu, Indy Naila menilai dari sisi valuasi, Price Earning Ratio (PER) AVIA saat ini berada di level 16,78 kali. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata industri, sehingga saham AVIA dinilai relatif murah. Indy menyarankan strategi wait and see untuk saham AVIA dengan target harga Rp 470 per saham.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, AVIA berhasil melanjutkan tren pertumbuhan positif pada semester I-2025. Perusahaan mencatat penjualan sebesar Rp 3,88 triliun, menunjukkan peningkatan sebesar 7,3% year on year (yoy) pada periode Januari-Juni 2025. Sepanjang periode tersebut, marjin keuntungan AVIA tetap terjaga stabil, dengan marjin laba kotor sebesar 43,1%, marjin EBITDA 25,6%, dan marjin laba bersih mencapai 20,1%.
Emiten Properti Masih Hadapi Tantangan di Semester II , Cek Rekomendasi Analis
Ringkasan
Insentif PPN DTP untuk sektor perumahan yang diperpanjang hingga 2026 memberikan dorongan positif bagi emiten bahan bangunan seperti PT Avia Avian Tbk (AVIA). Insentif ini berpotensi meningkatkan minat masyarakat terhadap properti, sehingga berdampak positif pada volume penjualan AVIA. Namun, daya beli masyarakat dan fluktuasi kurs mata uang menjadi faktor penting yang perlu dicermati karena AVIA bergantung pada impor bahan baku.
Praktisi pasar modal menilai insentif pajak sebagai angin segar, namun menekankan bahwa dampaknya tergantung pada kebutuhan cat di pasar, yang dipengaruhi oleh pembangunan rumah baru. Saham AVIA direkomendasikan dengan strategi *buy on weakness* pada harga Rp 400-Rp 416 per saham, sementara target harga dari analis lain adalah Rp 470 per saham dengan strategi *wait and see*. AVIA mencatat pertumbuhan penjualan 7,3% yoy pada semester I-2025 dengan marjin keuntungan yang stabil.