UBS Menilai Pondasi Bisnis Emas Jadi Daya Tarik Saham Bumi Resources Minerals (BRMS)

Ifonti.com JAKARTA. UBS Global Research meyakini fundamental PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) tetap sangat menarik, sejalan dengan fokus bisnisnya pada sektor tambang emas dan prospek harga emas serta tembaga yang cerah. Analisis mendalam dari UBS menyoroti posisi strategis BRMS di tengah pasar komoditas global.

Igor Putra, Analis UBS, dalam risetnya pada 19 Agustus 2025, menyatakan rekomendasi buy untuk saham BRMS. Hal ini didasari pada posisi BRMS sebagai operator emas murni yang unik di Indonesia, didukung oleh cadangan emas dengan kadar tinggi yang unggul di kawasan, margin yang substansial, rekam jejak eksekusi yang solid, serta potensi signifikan dari aset tembaga yang belum dikembangkan sepenuhnya.

Menurut Igor, laba bersih setelah pajak (NPAT) BRMS diproyeksikan melonjak lebih dari empat kali lipat, mencapai US$ 223 juta pada tahun 2028. Pertumbuhan ini mencerminkan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 66% selama tiga tahun ke depan. Peningkatan kinerja ini akan didukung oleh kadar emas yang semakin tinggi, penurunan biaya per ton, dan peningkatan volume penjualan emas lebih dari dua kali lipat menjadi 191.000 ons dari estimasi 73.000 ons pada tahun 2025, dengan puncaknya mencapai 243.000 ons.

Meskipun pasar mungkin menunjukkan skeptisisme, analisis valuasi UBS mengindikasikan bahwa investor saat ini hanya memperkirakan 33% peluang keberhasilan monetisasi proyek emas/tembaga BRMS. Kondisi ini mencerminkan keraguan pasar terhadap kemampuan BRMS dalam mengembangkan asetnya. Namun, BRMS secara konsisten menunjukkan kemajuan melalui peningkatan kapasitas pengolahan emas dan aktivitas pengeboran tembaga yang terus berlanjut serta telah sepenuhnya didanai. Lebih lanjut, rasio price earning BRMS pada periode 2028–2029, ketika aset-aset mulai beroperasi penuh, diproyeksikan lebih rendah dibandingkan para pesaing globalnya, menawarkan nilai yang menarik.

Aset utama emas BRMS adalah Citra Palu Minerals (CPM), yang memiliki cadangan emas dengan kadar tinggi di kawasan. Ini memungkinkan monetisasi bijih emas terbuka dengan kadar 1,2–1,8 g/t hingga kuartal III tahun 2027. Setelah itu, CPM akan beralih ke penambangan bawah tanah dengan kadar yang jauh lebih tinggi, yakni 3,5–4,9 g/t. Transisi ini diperkirakan akan mendorong peningkatan penjualan emas secara signifikan dan menghasilkan margin EBITDA serta laba bersih tertinggi di kawasan pada tahun 2025–2028. Berdasarkan proyeksi jalur produksi emas dari para pesaing utama di dalam negeri, UBS memperkirakan output emas BRMS akan melampaui Tujuh Bukit Gold milik Merdeka Copper Gold pada tahun 2028 dan Martabe milik United Tractors pada tahun 2029.

Katalis pertumbuhan selanjutnya bagi BRMS adalah komoditas tembaga dari Gorontalo Minerals (GM). Meskipun kontribusi laba dari tembaga belum termasuk dalam skenario dasar UBS, monetisasi potensi tembaga dari proyek GM yang belum dikembangkan dinilai berpotensi memberikan peningkatan nilai substansial bagi ROE dan valuasi BRMS. Eksplorasi GM saat ini telah sepenuhnya didanai dan dapat dipercepat dalam waktu dekat, berpotensi mendorong peningkatan cadangan dan sumber daya secara signifikan.

Manajemen BRMS, menurut Igor, memiliki rekam jejak eksekusi yang solid, terlihat dari keberhasilannya dalam monetisasi aset tembaga terbesar kedua di Indonesia, Batu Hijau, melalui AMMN (saat ini direkomendasikan Netral). UBS memperkirakan harga emas dan tembaga yang kuat akan meningkatkan studi kelayakan berikutnya untuk GM serta aset emas lainnya seperti Sukma Heksa Sinergi (SHS) dan Linge Mineral Resources (LMR), yang pada akhirnya akan membuka nilai tersembunyi BRMS.

Dengan mempertimbangkan berbagai alasan tersebut, UBS memberikan rekomendasi buy untuk saham BRMS dengan target harga Rp 590. Target ini didasarkan pada metode penjumlahan bagian-bagian usaha (SOTP), dengan pendekatan Diskon Arus Kas (DCF) untuk aset emas yang sudah beroperasi (32% dari total EV) sepanjang umur tambang. Perhitungan ini juga telah didiskon sebesar 45%, mengimplikasikan 55% peluang monetisasi terhadap valuasi EV ke cadangan dan sumber daya dari para pesaing global untuk aset tembaga dan emas yang belum dikembangkan, yang menyumbang 68% dari total EV. UBS menggunakan asumsi Weighted Average Cost of Capital (WACC) sebesar 10,4%, tingkat bebas risiko 5,2%, dan beta 1,2, dengan cut-off pada Desember 2026.

Hingga tahun 2025, UBS memperkirakan pendapatan BRMS mencapai US$ 239 juta dan laba bersih US$ 49 juta. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dari perolehan pada tahun 2024, di mana pendapatan BRMS tercatat sebesar US$ 162 juta dan laba bersih sebesar US$ 24 juta.