Saham Big Banks Menguat Jelang Pengumuman RDG BI Hari Ini (20/8/2025)

JAKARTA – Pergerakan saham-saham emiten perbankan di pasar modal menunjukkan geliat positif menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan hari ini, Rabu (20/8/2025). Sentimen positif ini tampak jelas pada sejumlah bank berkapitalisasi besar.

Berdasarkan data dari RTI, saham-saham bank raksasa seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) kompak melesat pada perdagangan sesi pertama siang ini. Kondisi ini sedikit berbeda dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang justru terlihat melemah.

Hingga pukul 10.35 WIB pada perdagangan sesi I hari ini, harga saham BBRI terpantau naik 0,99% ke level Rp 4.090 per saham, setelah dibuka pada level Rp 4.050. Senada, saham BMRI mencatat kenaikan 70 poin atau 1,25%, bertengger di level Rp 4.870. Padahal, BMRI sempat dibuka melemah di posisi Rp 4.790 pada awal perdagangan. Sementara itu, saham BBNI juga mengalami peningkatan sebesar 40 poin atau 0,92%, mencapai level Rp 4.360 per saham, meskipun sempat dibuka melemah di Rp 4.290.

Berbanding terbalik, harga saham BBCA justru mengalami penurunan 100 poin atau 1,18%, bergerak ke level Rp 8.375 per saham. Pada pembukaan perdagangan hari ini, saham bank swasta terbesar ini juga tercatat turun ke level yang sama.

Saham Bank Terkoreksi Meski Asing Akumulasi

Menyikapi fluktuasi pasar ini, Bank Indonesia (BI) diprediksi kuat akan kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bahkan memperkirakan BI-Rate akan ditahan pada level 5,25%.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menjelaskan sejumlah alasan di balik prediksi ini. Salah satunya adalah inflasi umum yang terus menunjukkan tren kenaikan sejak Mei lalu, bahkan menyentuh angka 2,37% year on year (yoy) pada Juli 2025. Kenaikan inflasi bulan Juli ini, lanjut Riefky, utamanya dipengaruhi oleh disrupsi pasokan pada beberapa komoditas pangan serta peningkatan permintaan terhadap emas perhiasan.

Dari sisi eksternal, angka inflasi dan pengangguran terkini di Amerika Serikat (AS) ditafsirkan oleh investor sebagai sinyal kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat. Implikasi dari kondisi global ini adalah Indonesia mengalami arus masuk modal asing yang cukup signifikan. Riefky menyebutkan, dalam beberapa minggu terakhir, arus masuk modal asing ke pasar obligasi dan pasar saham mencapai US$ 1,08 miliar, yang turut mendorong penguatan Rupiah hingga 1,04% month to month (mtm) dalam 30 hari terakhir.

Sejalan dengan itu, Riefky juga mengemukakan bahwa mulai berlakunya tarif Trump berpotensi memicu tekanan inflasi di beberapa bulan mendatang. Dengan demikian, penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia justru dikhawatirkan akan memperparah tekanan inflasi tersebut.

“Oleh karena itu, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 5,25% pada RDG di Agustus 2025,” tegas Riefky dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).

Lebih lanjut, Riefky membeberkan bahwa keputusan BI untuk memotong suku bunga kebijakan pada bulan lalu merupakan pemotongan suku bunga ketiga selama tahun 2025. Dengan kondisi inflasi yang masih rentan, pemangkasan suku bunga lebih lanjut cenderung akan meningkatkan risiko kenaikan inflasi dalam waktu dekat. Oleh sebab itu, menahan suku bunga acuan dinilai sebagai langkah yang tepat, sembari menjaga kewaspadaan terhadap kebutuhan intervensi dalam usaha stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah potensi tekanan eksternal yang terus meningkat.

Saham Big Banks Anjlok pada Perdagangan Perdana Pekan Ini Usai Libur Panjang

Ringkasan

Saham-saham perbankan, terutama bank-bank besar seperti BBRI, BMRI, dan BBNI, menunjukkan kenaikan menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Kenaikan ini terjadi pada sesi pertama perdagangan, meskipun BBCA justru mengalami penurunan. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,25%.

LPEM FEB UI memprediksi BI akan menahan suku bunga karena inflasi yang meningkat dan potensi tekanan inflasi dari tarif Trump. Arus masuk modal asing ke Indonesia mendorong penguatan Rupiah, namun pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh BI dikhawatirkan akan memperparah inflasi. Oleh karena itu, menahan suku bunga dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.