Thaksin Shinawatra: Dari Kudeta Thailand ke Penasihat IKN Nusantara

Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, baru-baru ini resmi bergabung sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Pengumuman penting ini disampaikan langsung oleh CEO Danantara, Rosan Roeslani, pada Senin (24/3), menandai keterlibatan figur internasional dalam lembaga investasi tersebut.

Kehadiran Thaksin Shinawatra di jajaran Dewan Penasihat BPI Danantara tidak sendirian; ia bergabung bersama tokoh-tokoh kaliber global lainnya seperti Ray Dalio, Helman Sitohang, Jeffrey Sachs, dan F Chapman Taylor. Penunjukannya menyoroti rekam jejak politiknya yang luar biasa dan penuh dinamika, mulai dari perannya sebagai pendiri Partai Thai Rak Thai hingga pengalaman pahitnya dikudeta saat memimpin Negeri Gajah Putih sebagai Perdana Menteri Thailand.

Lahir pada 26 Juli 1949 di San Kamphaeng, Chiang Mai, Thaksin Shinawatra merupakan sosok yang mengukir sejarah sebagai Perdana Menteri Thailand ke-23, menjabat dari tahun 2001 hingga 2006. Ia berasal dari latar belakang keluarga kaya raya keturunan Tionghoa Hakka yang telah lama berkecimpung dalam berbagai sektor bisnis, termasuk properti, keuangan, dan hiburan, membentuk dasar bagi perjalanan hidupnya yang gemilang.

Pendidikan tinggi Thaksin membawanya ke Amerika Serikat, di mana ia meraih gelar master di bidang peradilan pidana dari Eastern Kentucky University pada tahun 1975. Tak berhenti di situ, ia kemudian melanjutkan studinya dan memperoleh gelar doktor dalam bidang yang sama dari Sam Houston State University di Texas pada tahun 1978, menunjukkan komitmennya pada keilmuan.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Thaksin memulai karier profesionalnya dengan bergabung di kepolisian kerajaan Thailand. Prestasinya cukup menonjol hingga ia berhasil mencapai pangkat Letnan Kolonel. Namun, pada tahun 1987, ia memilih untuk mengundurkan diri, mengambil keputusan signifikan untuk sepenuhnya berfokus pada eksplorasi dan pengembangan dunia bisnis.

Keputusan tersebut terbukti tepat. Melalui visi bisnisnya yang tajam, Thaksin sukses mendirikan perusahaan telekomunikasi raksasa seperti Advanced Info Service (AIS) dan Shin Corporation. Jaringan bisnis yang luas dan inovatif inilah yang kemudian melambungkan namanya sebagai salah satu figur paling kaya dan berpengaruh di Thailand.

Puncak karier Thaksin Shinawatra dalam politik Thailand dimulai pada tahun 1998 ketika ia mendirikan Partai Thai Rak Thai (TRT). Partai ini meraih kemenangan gemilang dalam Pemilihan Umum 2001, mengantarkannya ke kursi Perdana Menteri. Selama masa jabatannya, Thaksin dikenal dengan kebijakan populismenya yang ambisius, berfokus pada pengentasan kemiskinan melalui program inovatif seperti dana desa, pinjaman pertanian berbunga rendah, dan skema kesehatan universal 30 baht.

Sejatinya, keterlibatan Thaksin dalam pemerintahan sudah dimulai jauh sebelum Partai Thai Rak Thai lahir. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dari tahun 1994 hingga 1995, dilanjutkan dengan perannya sebagai Wakil Perdana Menteri pada periode 1995-1997, membangun fondasi kuat bagi kepemimpinan masa depannya.

Kebijakan ekonomi progresif yang diterapkan Thaksin Shinawatra selama menjabat sebagai Perdana Menteri membawa dampak signifikan bagi Thailand. Angka kemiskinan nasional berhasil diturunkan drastis dari 21,3% menjadi 11,3% dalam kurun waktu 2001-2006. Di samping itu, di bawah kepemimpinannya, Thailand juga mampu melunasi utang kepada IMF dua tahun lebih cepat dari jadwal, menunjukkan keberhasilan manajemen fiskal.

Dikudeta dan Hengkang ke Luar Negeri

Namun, perjalanan politik Thaksin yang cemerlang harus terhenti secara dramatis. Pada tahun 2006, ia digulingkan dalam sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Sonthi Boonyaratglin. Kudeta tersebut dilandasi oleh serangkaian tuduhan serius terkait korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dialamatkan kepadanya.

Konsekuensi dari kudeta ini sangat berat; Thaksin Shinawatra tidak hanya dilarang berpartisipasi dalam politik Thailand, tetapi partainya, Thai Rak Thai, juga resmi dibubarkan. Situasi ini memaksanya untuk menjalani kehidupan di pengasingan selama sekitar 15 tahun, berpindah-pindah di berbagai negara seperti Inggris, Uni Emirat Arab, hingga Montenegro, tanpa bisa kembali ke tanah air.

Meskipun demikian, jauh dari tanah air, pengaruh Thaksin Shinawatra dalam kancah politik Thailand tetap tidak padam, bahkan terbilang sangat kuat. Bukti nyata terlihat dari terpilihnya sang adik, Yingluck Shinawatra, sebagai Perdana Menteri Thailand pada tahun 2011, meski ia juga kemudian menghadapi nasib serupa dengan kudeta militer pada tahun 2014.

Setelah lebih dari satu dekade di pengasingan, Thaksin Shinawatra akhirnya dapat kembali ke tanah airnya pada tahun 2024, momen yang bertepatan dengan kembalinya partai yang berafiliasi dengannya, Pheu Thai, ke tampuk kekuasaan. Saat ini, tongkat estafet kepemimpinan sebagai Perdana Menteri Thailand diemban oleh putrinya sendiri, Paetongtarn Shinawatra, menegaskan dominasi keluarga ini dalam politik Thailand.

Baru-baru ini, pada September 2024, Thaksin Shinawatra juga menarik perhatian publik dengan pertemuannya bersama Prabowo Subianto, yang kala itu masih berstatus presiden terpilih Indonesia. Dalam pertemuan penting tersebut, Prabowo secara pribadi menyampaikan harapannya untuk dapat kembali menyambut Thaksin di Indonesia di masa mendatang.

Mengutip unggahan di akun Instagram pribadinya pada 7 September 2024, Prabowo Subianto menyatakan, “Menghormati persahabatan antara keluarga kita, dan berharap dapat menyambut Anda di Indonesia.” Pernyataan ini menunjukkan tingkat kedekatan hubungan antara kedua tokoh tersebut.

Ringkasan

Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, telah ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Penunjukan ini diumumkan oleh CEO Danantara, Rosan Roeslani, dan menempatkan Thaksin bersama tokoh global lainnya seperti Ray Dalio dan Jeffrey Sachs. Pengalaman politiknya, termasuk pendirian Partai Thai Rak Thai dan masa jabatannya sebagai Perdana Menteri dari 2001 hingga 2006, menjadi pertimbangan utama.

Thaksin, yang pernah dikudeta pada tahun 2006 dan hidup dalam pengasingan selama 15 tahun, dikenal dengan kebijakan populismenya yang berhasil menurunkan angka kemiskinan di Thailand. Kehadirannya dalam Dewan Penasihat BPI Danantara menunjukkan keterlibatan figur internasional dalam pengembangan investasi di Indonesia, setelah sebelumnya bertemu dengan Prabowo Subianto pada bulan September 2024.