Saham Emiten Semen Masih Layak Koleksi Meski Minim Proyek Pemerintah

Ifonti.com JAKARTA – Meskipun volume penjualan semen domestik mencatat penurunan 3,6% secara tahunan selama tujuh bulan pertama 2025, Maybank Sekuritas Indonesia tetap mempertahankan pandangan positif terhadap prospek sektor semen nasional. Penurunan ini didominasi oleh pelemahan penjualan semen curah (bulk) sebesar 10,3% dari tahun sebelumnya, sementara semen kemasan (bag) menunjukkan stabilitas.

Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Kevin Halim, dalam risetnya yang dirilis 21 Agustus 2025, menjelaskan bahwa pengurangan alokasi anggaran infrastruktur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 berpotensi menekan permintaan semen curah. Namun, beralihnya fokus pemerintah pada belanja kesejahteraan masyarakat dinilai mampu menopang daya beli secara bertahap, sekaligus mendorong permintaan semen kemasan. Efek pengganda dari belanja kesejahteraan ini, meskipun cenderung lebih lambat dibandingkan investasi langsung pada infrastruktur, tetap menawarkan dukungan signifikan bagi sektor semen, khususnya untuk semen kemasan.

Potensi kenaikan permintaan semen dalam waktu dekat diperkirakan akan didorong oleh percepatan eksekusi program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah yang akan dimulai pada 2026. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 33,5 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2026, meski sedikit lebih rendah dari Rp 35,2 triliun pada 2025 dan lebih tinggi dari Rp 24,5 triliun pada 2024. Lebih lanjut, anggaran untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) meningkat drastis menjadi Rp 8,6 triliun pada 2026, yang akan digunakan untuk merenovasi 374.000 rumah, naik signifikan dari Rp 1,4 triliun untuk 66.000 rumah pada 2025.

Pefindo Sematkan Peringkat Peringkat idAAA untuk Semen Indonesia (SMGR)

Meskipun demikian, sektor ini menghadapi tantangan dari sisi infrastruktur. Kementerian PUPR memperoleh anggaran sebesar Rp 118,5 triliun dalam RAPBN 2026, meningkat 61% secara tahunan namun masih lebih rendah dibandingkan anggaran 2024 sebesar Rp 170 triliun. Selain itu, anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga dipangkas separuh menjadi Rp 6,3 triliun. Kondisi ini diprediksi menekan permintaan semen curah akibat melemahnya proyek konstruksi infrastruktur berskala besar. Namun, peluang pertumbuhan tetap terbuka melalui peningkatan investasi hilirisasi, yang berpotensi memicu pembangunan pabrik-pabrik baru dan mendukung penjualan semen curah.

Dalam analisisnya, Maybank Sekuritas menunjuk saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) sebagai pilihan utama (top pick) di sektor semen. Keunggulan INTP terletak pada manajemen biaya yang solid dan pangsa pasar yang tangguh. Kevin Halim menambahkan, upaya PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) untuk merebut kembali pangsa pasar tidak terlalu mengkhawatirkan bagi INTP, mengingat persaingan utama SMGR terjadi di Jawa Timur melawan produsen agresif ‘Singa Merah’, sementara basis INTP di Jawa Barat dinilai tetap aman.

Posisi INTP semakin kokoh berkat akuisisi Grobogan dan pembangunan terminal terapung di Kupang, yang secara strategis memperluas jangkauan ke wilayah Sumatra dan Indonesia Timur. Perusahaan juga terus menjaga profitabilitas melalui penggunaan bahan bakar alternatif. Dari sisi valuasi, INTP tetap menarik dengan rasio EV/EBITDA FY26E di level 4,3x dan P/E 11,1x, yang masih lebih rendah dibandingkan emiten sejenis di regional.

Lesunya Pasar Perumahan AS Turut Menyeret Produsen Fiber Semen Australia James Hardie

Meskipun perkiraan permintaan semen diproyeksikan menurun 1% pada 2025, Maybank Sekuritas Indonesia tetap optimistis terhadap sektor semen. Optimisme ini didukung oleh katalis jangka pendek dari program perumahan dan valuasi saham yang mencerminkan pasar yang telah terdiskon secara struktural. Oleh karena itu, Kevin merekomendasikan “beli” untuk kedua saham emiten semen ini. Untuk saham INTP, Maybank Sekuritas menargetkan harga Rp 7.200 per saham, sedangkan untuk saham SMGR ditargetkan di harga Rp 3.400 per saham.

Hingga penutupan perdagangan Jumat (22/8), harga saham INTP ditutup stagnan di Rp 6.600, sementara saham SMGR ditutup turun 0,72% di harga Rp 2.750 per saham.