Trump: Intel Setuju Jual 10 Persen Saham ke AS

Jakarta, IDN Times – Langkah strategis diambil Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dengan mengumumkan kesepakatan besar bersama CEO Intel, Lip-Bu Tan. Pemerintah AS siap mengakuisisi 10 persen saham perusahaan chip raksasa tersebut, senilai sekitar 10 miliar dolar AS (setara Rp163 triliun), didasarkan pada valuasi Intel yang kini sedikit di atas 100 miliar dolar AS.

Dalam penjelasannya, Trump mengungkap pendekatan yang tegas kepada Tan. “Saya bilang, saya pikir kalian harus membayar kami 10 persen dari perusahaan kalian,” kata Trump, dikutip dari CNN. Ia menambahkan, pihak Intel menyetujui tawaran tersebut tanpa ragu. Kesepakatan yang dilaporkan CNA ini bermula dari pertemuan pada 11 Agustus 2025, yang terjadi setelah Trump sebelumnya sempat menyerukan agar Tan mundur karena dugaan keterkaitan dengan perusahaan asal China.

Pemerintah AS Dorong Produksi Chip Domestik Lewat Intel

Investasi saham ini dipandang sebagai langkah krusial untuk memperkuat produksi semikonduktor di dalam negeri, yang sangat vital bagi keamanan nasional AS. Pentingnya chip tidak bisa diremehkan; komponen ini menjadi tulang punggung berbagai produk esensial, mulai dari mobil, ponsel pintar, peralatan medis, hingga sistem persenjataan mutakhir. Realitanya, sebagian besar produksi chip global saat ini masih terpusat di Taiwan, didominasi oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).

Dana untuk investasi pemerintah dalam Intel berasal dari CHIPS and Science Act, undang-undang yang disahkan pada tahun 2022 di era pemerintahan Joe Biden. Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, menegaskan komitmen kuat pemerintah. “Kami harus mendapatkan saham ekuitas untuk uang kami. Jadi kami akan memberikan uang yang sudah dijanjikan di bawah pemerintahan Biden. Kami akan mendapatkan ekuitas sebagai imbalannya,” ujar Lutnick kepada CNBC, menandakan pendekatan baru yang lebih proaktif.

Gedung Putih kini memusatkan dukungannya pada pembangunan pabrik Intel di Ohio, sebuah proyek ambisius yang sempat mengalami penundaan. Menteri Keuangan, Scott Bessent, turut menambahkan bahwa tujuan utama dari kesepakatan ini adalah memperkokoh basis produksi semikonduktor di dalam negeri. “Amerika harus mendapatkan manfaat dari kesepakatan ini,” tegasnya, menggarisbawahi kepentingan strategis bagi perekonomian dan pertahanan AS.

Intel Hadapi Kerugian Besar dan Rencana Restrukturisasi

Intel, yang dulu dikenal sebagai pemain dominan di industri semikonduktor, kini tertinggal jauh dari TSMC akibat teknologi chip yang ketinggalan zaman. Perusahaan ini mencatat kerugian besar sebesar 18,8 miliar dolar AS (setara Rp307 triliun) pada tahun 2024, sebuah rekor kerugian pertama sejak tahun 1986. Lip-Bu Tan, yang baru menjabat sebagai CEO pada Maret 2025, segera meluncurkan rencana restrukturisasi ambisius. Rencana tersebut termasuk pemangkasan 15 persen karyawan dan penghentian sementara pembangunan pabrik di Ohio, yang dikenal sebagai Silicon Heartland.

Fasilitas di Ohio itu awalnya dirancang untuk memproduksi chip mutakhir, termasuk yang krusial untuk kecerdasan buatan (AI). Namun, jadwal operasi pabrik ini mundur hingga tahun 2030, meskipun sebelumnya telah mendapatkan dukungan hampir 8 miliar dolar AS (setara Rp130 triliun) dari CHIPS Act. Penundaan ini menambah tanda tanya besar terhadap masa depan Intel dan kemampuannya untuk bangkit kembali.

Masih menjadi pertanyaan besar apakah investasi pemerintah yang signifikan ini mampu membuat Intel kembali diminati oleh pelanggan di pasar yang sangat kompetitif. Menteri Keuangan Bessent dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menekan perusahaan lain untuk membeli chip dari Intel. “Hal terakhir yang akan kami lakukan adalah memberikan tekanan, mengambil saham dan kemudian mencoba mencari pelanggan,” ujarnya, menegaskan batas intervensi pemerintah dalam dinamika pasar.

SoftBank Suntik Dana dan AS Ubah Arah Kebijakan Industri

Pada 18 Agustus 2025, SoftBank Group asal Jepang turut menyuntikkan dana sebesar 2 miliar dolar AS (setara Rp32,6 triliun) ke Intel, yang setara dengan sekitar 2 persen saham perusahaan. Langkah ini bukan hanya sekadar investasi, melainkan cerminan nyata dari perubahan arah kebijakan industri AS yang kini lebih aktif terlibat di sektor-sektor strategis, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan keamanan nasional.

Perubahan kebijakan ini semakin terlihat pada awal Agustus 2025, ketika Nvidia dan Advanced Micro Devices (AMD) menyetujui kesepakatan untuk membayar 15 persen dari penjualan chip mereka di China kepada pemerintah AS sebagai syarat untuk mendapatkan lisensi ekspor. Menurut sejumlah sumber, pemerintahan Trump juga tengah mempertimbangkan langkah serupa di sektor penting lainnya, menunjukkan tekad untuk memastikan Amerika mendapatkan keuntungan maksimal dari inovasi dan produksi domestik.

Diskusi dengan Intel sendiri masih berjalan secara intensif. Lip-Bu Tan, CEO Intel, hingga kini belum memberikan komitmen resmi terkait kesepakatan saham tersebut, menyisakan ketegangan dan antisipasi mengenai finalisasi salah satu investasi pemerintah paling berani di sektor teknologi AS.