Volatilitas Harga Aset Kripto Jadi Tantangan Jika Menjadi Agunan di Bank

Ifonti.com – JAKARTA. Usulan untuk menjadikan aset kripto sebagai agunan atau jaminan di bank telah memicu gelombang pro dan kontra yang signifikan. Wacana ini, yang pertama kali dilontarkan oleh pelaku usaha kripto beberapa waktu lalu, kini menjadi topik hangat dalam diskusi industri keuangan.

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menguraikan pandangannya dari dua sisi yang berlawanan. Dari perspektif pro, kebijakan ini dipandang sebagai katalisator krusial yang mampu mendorong perkembangan industri kripto di Indonesia. Pengakuan formal dari perbankan akan secara signifikan meningkatkan legitimasi dan kepercayaan publik terhadap aset digital. Dengan demikian, kripto tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi, tetapi juga bertransformasi menjadi aset produktif yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pembiayaan. Potensi ini diharapkan dapat mendorong adopsi yang lebih luas, menambah likuiditas pasar, serta memicu inovasi produk keuangan baru.

Namun, dari sisi kontra, Calvin menyoroti tantangan fundamental berupa volatilitas harga kripto yang sangat tinggi. Karakteristik ini menimbulkan risiko serius terhadap stabilitas sistem keuangan jika aset kripto diimplementasikan sebagai agunan, yang disampaikan Calvin kepada Kontan pada Minggu (24/8/2025).

Aset Kripto Berpotensi Jadi Agunan, Ini Kata OJK

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Calvin menekankan bahwa bank perlu memiliki mekanisme penilaian dan mitigasi yang ketat. Prosedur seperti margin call atau haircut nilai agunan menjadi esensial guna mencegah potensi kerugian sistemik. Selain itu, regulasi yang jelas dan perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama sebelum kebijakan penggunaan aset kripto sebagai jaminan ini dapat diimplementasikan secara efektif.

Praktik pinjaman dengan jaminan aset kripto sebenarnya bukan hal baru di kancah internasional. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dan Eropa, perusahaan fintech serta bank digital seperti BlockFi dan Nexo telah menawarkan produk pinjaman berbasis dolar dengan Bitcoin atau Ethereum sebagai agunan. Sementara itu, di Singapura, beberapa perusahaan keuangan terdaftar juga menyediakan layanan serupa di bawah pengawasan ketat dari regulator.

Calvin menegaskan, “Praktik ini menunjukkan bahwa meskipun berpotensi memberikan nilai tambah bagi ekosistem keuangan, implementasinya tetap membutuhkan regulasi yang matang dan infrastruktur risiko yang kuat.” Pengalaman global ini menjadi pelajaran berharga dalam merancang kerangka kerja di Indonesia.

Keunggulan utama menjadikan aset kripto sebagai agunan pinjaman di bank adalah pemilik aset dapat memperoleh likuiditas tanpa harus menjual kepemilikan kripto mereka. Ini memungkinkan mereka untuk tetap berpeluang menikmati potensi kenaikan harga di masa depan.

Selain itu, aset kripto menawarkan likuiditas yang relatif lebih tinggi dibandingkan banyak instrumen investasi lain, karena dapat diperjualbelikan 24 jam sehari, 7 hari seminggu di berbagai bursa global. “Sehingga bank akan lebih mudah melakukan likuidasi jika diperlukan,” imbuh Calvin, menyoroti aspek kemudahan penarikan dana.

Tuai Pro – Kontra, Bagaimana Penerapan Aset Kripto Jadi Agunan di Luar Negeri?

Secara global, pasar pinjaman berbasis kripto pernah menembus angka US$10 miliar pada puncaknya di tahun 2021, menunjukkan besarnya minat dan potensi model ini. Angka tersebut menjadi indikator jelas daya tarik pembiayaan digital ini.

Di Indonesia sendiri, jumlah investor kripto telah mencapai lebih dari 15 juta orang per Juni 2025, menurut data OJK. Calvin memberikan ilustrasi potensi pasar yang masif: jika hanya 5% dari investor tersebut memanfaatkan layanan pinjaman dengan rata-rata agunan sebesar Rp50 juta, maka potensi pasar dapat mencapai angka fantastis Rp57 triliun.

“Artinya, dengan regulasi dan manajemen risiko yang tepat, menjadikan kripto sebagai agunan tidak hanya memberi akses pembiayaan baru, tetapi juga memperkuat ekosistem keuangan digital nasional,” pungkas Calvin, optimistis terhadap masa depan integrasi aset digital dalam sistem perbankan Indonesia.