MAKASSAR – Bank Indonesia (BI) memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada kuartal III/2025 akan berada di rentang 4,4%-5,2% secara tahunan (year on year/yoy). Proyeksi ini menunjukkan adanya perlambatan tipis jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 yang berhasil menembus angka 4,94% yoy.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, mengungkapkan bahwa sektor yang paling signifikan memengaruhi perlambatan ini adalah industri pengolahan, khususnya di subsektor pertambangan. Penurunan kinerja ini diperkirakan terjadi akibat adanya penghentian produksi di sejumlah fasilitas smelter nikel di wilayah Sulsel. Kendati demikian, Rizki memastikan bahwa perlambatan yang diprediksi tidak akan bersifat drastis.
“Kami melihat industri pengolahan pertambangan sedikit menurun, kami prediksi ekonomi Sulsel pun akan sedikit melambat. Namun, penurunan ini biasa dan tidak akan terlalu drop,” jelas Rizki dalam sebuah konferensi pers di Makassar pada Selasa (26/8/2025), mengindikasikan bahwa fundamental ekonomi Sulsel tetap kuat.
Menyikapi potensi perlambatan tersebut, BI menyarankan agar seluruh pemangku kepentingan dapat aktif berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk membuka pintu pasar ekspor baru. Wilayah yang menjadi target utama adalah India, Uni Eropa, dan beberapa negara anggota ASEAN melalui kemitraan dagang strategis yang mencakup kontrak pasokan jangka panjang dengan produsen global. Langkah ini krusial untuk mengurangi risiko ketergantungan tunggal ekspor ferro nikel ke China, yang selama ini menjadi tujuan utama penjualan hasil olahan nikel dari Sulsel.
Lebih lanjut, BI juga mendorong investasi dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) di Sulsel. Upaya ini dapat diwujudkan melalui pemberian insentif fiskal dan kemudahan perizinan, dengan tujuan membentuk rantai pasok yang terintegrasi, mulai dari produksi smelter hingga sel baterai di wilayah tersebut. Inisiatif ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi bagi komoditas nikel Sulsel.
Di sisi lain, sektor pertanian diproyeksikan akan menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga. Hal ini seiring dengan datangnya musim panen pada periode tersebut. Sektor pertanian memang telah lama dikenal sebagai penyumbang kontribusi terbesar pada struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulsel, menjadikannya kunci stabilitas ekonomi regional.
Meskipun terjadi perlambatan yang diperkirakan pada kuartal III/2025, Bank Indonesia tetap optimistis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulsel sepanjang tahun 2025 secara keseluruhan. BI memprediksi bahwa ekonomi Sulsel akan tumbuh stabil di rentang 4,7%-5,5%, menunjukkan ketahanan dan potensi daerah ini dalam menghadapi dinamika ekonomi.
Ringkasan
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) akan sedikit melambat pada kuartal III/2025 menjadi 4,4%-5,2%, dibandingkan kuartal II/2025 yang mencapai 4,94%. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan kinerja industri pengolahan pertambangan, khususnya penghentian produksi di beberapa smelter nikel.
Untuk mengatasi potensi perlambatan, BI menyarankan koordinasi aktif dengan pemerintah pusat untuk membuka pasar ekspor baru seperti India dan Uni Eropa. Selain itu, BI mendorong investasi dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) di Sulsel melalui insentif dan kemudahan perizinan, serta menekankan peran sektor pertanian sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi regional.