Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan geliat positif, memicu optimisme akan potensi puncaknya. Ekonom Pasar Global Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, memproyeksikan peluang IHSG untuk menembus level psikologis 8.000 pada September 2025 terbuka lebar. Proyeksi ini datang di tengah dinamika pasar yang menarik perhatian investor, mengindikasikan prospek yang cerah bagi ekonomi Indonesia.
Menurut Myrdal, momentum kenaikan IHSG menuju kisaran di atas 7.900 akan sangat ditopang oleh aliran dana (flow) dari investor, baik lokal maupun asing. “Dalam beberapa hari terakhir, kami melihat investor asing sudah mulai masuk agresif ke pasar saham kita,” ungkap Myrdal kepada kumparan pada Rabu (27/8). Katalis utama lainnya adalah potensi penurunan suku bunga acuan The Fed, yang diyakini akan menjadi pendorong signifikan.
Myrdal menjelaskan bahwa tren suku bunga global, terutama di Amerika Serikat, diperkirakan akan bergerak lebih rendah. “Suku bunga The Fed diproyeksikan bulan depan akan turun dari level saat ini 4,5 persen ke sekitar 4,25 persen,” imbuhnya. Kondisi penurunan suku bunga ini secara signifikan mendorong investor untuk mencari instrumen investasi dengan valuasi yang lebih menarik. Dalam konteks ini, pasar saham Indonesia dinilai masih sangat menjanjikan karena valuasinya yang relatif undervalued dibandingkan pasar regional.
Dari perspektif sektoral, Myrdal menyoroti emiten-emiten yang sejalan dengan program prioritas pemerintah sebagai penopang utama IHSG. Misalnya, jika pemerintah menggalakkan program “Makan Bergizi Gratis”, maka sektor pertanian dan peternakan dinilai akan sangat prospektif. Begitu pula jika fokus pembangunan mengarah pada penguatan ekonomi melalui koperasi desa dan UMKM, maka sektor perbankan, terutama yang fokus pada segmen tersebut, dipandang cukup menarik untuk investasi.
Selain itu, sektor energi juga menyimpan potensi besar untuk memberikan dorongan kuat bagi IHSG, baik perusahaan yang bergerak di bidang minyak maupun energi baru terbarukan, seiring dengan arah kebijakan pemerintah yang konsisten. Peluang serupa juga terlihat pada saham-saham yang terlibat dalam program hilirisasi serta perumahan rakyat, yang diperkirakan akan mendapatkan sentimen positif signifikan dari agenda pembangunan nasional.
Namun, di balik optimisme tersebut, Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi, mengingatkan adanya faktor musiman yang perlu diwaspadai, khususnya pada bulan September 2025. “Secara seasonality, setiap September cenderung terjadi koreksi. Sepertinya peluang menguatnya IHSG secara signifikan di bulan September tidak terlalu besar,” jelas Lanjar kepada kumparan, menawarkan pandangan yang lebih berhati-hati.
Jika IHSG mampu bertahan di level 8.000, Lanjar menyebut sektor keuangan, properti, dan industri akan menjadi penopang utama. Adapun sentimen-sentimen yang berpotensi mendorong pergerakan IHSG secara keseluruhan meliputi sikap dovish The Fed, stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kebijakan proaktif Bank Indonesia, hingga ekspektasi kinerja keuangan emiten pada kuartal III. Perundingan perdagangan antara AS-China juga tetap menjadi faktor eksternal penting yang patut diperhatikan.
Terlepas dari beragam proyeksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang telah menunjukkan tren positif yang konsisten dalam beberapa hari terakhir. Pada perdagangan sesi I Rabu (27/8), IHSG dibuka menguat 23,53 poin atau 0,30 persen ke level 7.929,29. Mengutip RTI, indeks sempat bergerak di rentang 7.923–7.938 dengan volume transaksi mencapai 22,66 miliar lembar saham senilai Rp 10,97 triliun, didukung oleh 352 saham yang menguat, sementara 283 melemah, dan 167 stagnan. Sebelumnya, IHSG bahkan sempat menembus level psikologis 8.000 pasca pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto di DPR RI pada Jumat (15/8), sebelum akhirnya mengalami koreksi.
Ringkasan
Analis memproyeksikan IHSG berpotensi menembus level 8.000 pada September 2025, didorong oleh aliran dana investor, baik lokal maupun asing, serta potensi penurunan suku bunga acuan The Fed. Sektor-sektor yang selaras dengan program prioritas pemerintah, seperti pertanian, peternakan, perbankan (khususnya UMKM), energi, hilirisasi, dan perumahan rakyat, diprediksi akan menjadi penopang utama IHSG.
Meskipun optimis, pengamat pasar modal mengingatkan adanya faktor musiman koreksi di bulan September. Sektor keuangan, properti, dan industri diprediksi akan menopang IHSG jika mampu bertahan di level 8.000. Sentimen dovish The Fed, stabilitas nilai tukar rupiah, kebijakan proaktif BI, dan kinerja keuangan emiten kuartal III juga menjadi faktor pendorong utama.