Emas Rekor! Saham Emiten Emas Langsung Meroket, Ini Pemicunya!

Ifonti.com JAKARTA. Lonjakan harga emas global yang signifikan telah memicu optimisme kembali di kalangan emiten produsen dan pengolahan emas, memberikan sentimen positif yang kuat bagi sektor ini dalam beberapa waktu terakhir.

Data dari Trading Economics menunjukkan, harga emas dunia pada Selasa (2/9) pukul 16.48 WIB berada di level US$ 3.477,07 per ons troi, naik tipis 0,01% dari hari sebelumnya. Menariknya, beberapa jam sebelumnya, komoditas logam mulia ini sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa dengan menembus US$ 3.502,4 per ons troi.

Kenaikan harga emas ini sontak mengerek performa saham-saham emiten emas di Bursa Efek Indonesia pada perdagangan Selasa (2/9). PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) memimpin dengan lonjakan 8,44% mencapai Rp 3.470 per saham. Tak kalah gemilang, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) terbang 10,29% ke level Rp 525 per saham, dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) melesat 11,18% ke Rp 845 per saham.

IHSG Menguat 0,85%, Ini Sektor Saham yang Dijagokan Analis

Gelombang positif turut dirasakan oleh emiten lain. PT J Resources Asia Pasifik naik 0,84% ke Rp 600 per saham, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) membukukan kenaikan 3,21% menjadi Rp 2.570 per saham. Sementara itu, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) melonjak 4,29% ke Rp 730 per saham, dan PT United Tractors Tbk (UNTR) turut meraih kenaikan harga saham 5,82% mencapai Rp 25.900 per saham.

Menurut Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, lonjakan signifikan harga emas ini jelas menjadi katalisator positif, tidak hanya bagi emiten produsen emas murni, tetapi juga perusahaan yang memiliki eksposur besar terhadap logam mulia.

Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga emas bukan sekadar pergerakan teknikal, melainkan disokong oleh sentimen global kuat. Faktor-faktor pendorongnya termasuk ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed, meningkatnya kekhawatiran geopolitik, serta potensi perlambatan ekonomi di sejumlah negara besar. Kondisi ini secara kolektif meningkatkan minat investor terhadap aset safe haven seperti emas.

“Dengan fundamental global yang mendukung, prospek emiten emas di masa depan dipandang masih sangat positif, terutama jika tren penguatan harga emas global terus berlanjut,” ungkap Ekky pada Selasa (2/9). Ia menambahkan, momentum kenaikan harga komoditas ini membuka peluang besar bagi saham-saham emiten emas untuk mencetak rekor baru atau bahkan melampaui kinerja cemerlang yang tercatat pada semester I-2025.

Emiten seperti ANTM, BRMS, dan MDKA diproyeksikan mampu memaksimalkan sentimen positif ini, berkat eksposur signifikan mereka terhadap tambang emas dan tren akumulasi investor terhadap komoditas yang dikenal defensif ini.

Sementara itu, Arinda Izzaty, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, menggarisbawahi beberapa strategi krusial bagi emiten emas untuk memanfaatkan momentum harga emas tinggi ini. Strategi tersebut meliputi melakukan hedging atau lindung nilai secara selektif demi menjaga arus kas, mempercepat ekspansi produksi dari proyek tambang yang telah siap, serta menekan biaya produksi untuk menjaga margin tetap optimal. Diversifikasi penjualan, baik ke pasar domestik maupun internasional, juga ditekankan pentingnya guna menjaga stabilitas pendapatan. “Namun, emiten juga harus mewaspadai potensi pembalikan harga emas jika The Fed mengadopsi sikap yang lebih hawkish,” ujar Arinda pada Selasa (2/9).

IHSG Menguat 0,85% ke 7.801,58, Saham Big Banks Bergerak Variatif Selasa (2/9/2025)

Arinda memaparkan, emiten emas yang paling berpotensi unggul adalah mereka yang memiliki cadangan besar, biaya produksi rendah, dan diversifikasi bisnis yang kuat. Dalam konteks ini, ARCI menonjol dengan kontribusi emas terhadap pendapatan mencapai 100%, diikuti BRMS (98%), dan ANTM (81%). Ketiganya dipandang memiliki peluang kenaikan kinerja paling signifikan di tengah tingginya harga komoditas. Ia juga menambahkan bahwa HRTA, PSAB, dan MDKA juga memiliki prospek serupa.

Senada, Ekky menggarisbawahi bahwa emiten dengan cadangan besar, biaya produksi yang efisien, serta integrasi vertikal ke rantai hilir, seperti ANTM atau PSAB, akan lebih tahan banting dan berpotensi unggul. Ia juga menyoroti BRMS yang menarik berkat diversifikasi aset ke tambang tembaga, berpotensi menjadi sumber pendapatan tambahan. Sementara MDKA terus menunjukkan sinyal pemulihan produksi dan strategi ekspansi mineral yang agresif, menambah daya tariknya.

IHSG Naik Lebih 1% di Sesi Pagi Selasa (2/9), Saham ANTM, JPFA, MDKA Jadi Top Gainers

Untuk investor, Ekky merekomendasikan saham ANTM layak diakumulasi dengan target harga psikologis utama di level Rp 3.600, Rp 3.800, dan Rp 4.000 per saham. Saham BRMS dapat dicermati pada rentang swing Rp 575–Rp 600 per saham, terutama jika didukung volume kuat. Sementara itu, saham MDKA berpotensi menuju Rp 2.800–Rp 3.000 per saham dalam jangka pendek, dan bahkan Rp 3.500 per saham dalam jangka menengah, asalkan kenaikan harga emas terus berlanjut. “Secara umum, sektor emas tetap menjadi pertimbangan menarik bagi investor, khususnya untuk horizon jangka menengah-panjang, selama harga emas dunia stabil di level tinggi,” pungkasnya.

Di sisi lain, Arinda Izzaty juga merekomendasikan beberapa saham emiten emas bagi investor. ANTM ditargetkan mencapai Rp 3.580 per saham, PSAB ke Rp 665 per saham, MDKA ke Rp 2.640 per saham, dan BRMS ke Rp 550 per saham.

Ringkasan

Lonjakan harga emas global hingga mencetak rekor tertinggi telah mendorong kinerja saham-saham emiten emas di Bursa Efek Indonesia. Beberapa emiten seperti ANTM, BRMS, dan ARCI mengalami kenaikan signifikan. Kenaikan harga emas ini didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, kekhawatiran geopolitik, dan potensi perlambatan ekonomi, meningkatkan minat investor pada aset safe haven.

Analis merekomendasikan beberapa saham emiten emas untuk dipertimbangkan investor, seperti ANTM, BRMS, dan MDKA, dengan target harga tertentu. Strategi krusial bagi emiten emas untuk memanfaatkan momentum ini termasuk hedging, mempercepat ekspansi produksi, dan menekan biaya produksi. Emiten dengan cadangan besar, biaya produksi rendah, dan diversifikasi bisnis yang kuat diprediksi akan unggul.