NEW YORK — Saham Lululemon Athletica, peritel pakaian olahraga terkemuka asal Kanada, mengalami anjlok drastis hingga 19 persen pada perdagangan pra-bursa Jumat (5/9/2025). Penurunan tajam ini dipicu oleh proyeksi prospek musim liburan yang lesu, di tengah tekanan akibat permintaan konsumen yang melemah serta membengkaknya biaya tarif.
Kekhawatiran pasar bermula setelah Lululemon pada Kamis (4/9/2025) secara signifikan memangkas proyeksi penjualan dan laba untuk tahun 2025. Para eksekutif perusahaan mengakui adanya perlambatan penjualan pada produk-produk andalan mereka, seperti celana Scuba dan Dance Studio. Menghadapi tantangan ini, Lululemon berencana mempercepat inovasi produk dan mengurangi ketergantungan pada beberapa item populer tersebut.
Para analis pasar menilai bahwa langkah restrukturisasi produk yang ditempuh Lululemon akan membutuhkan waktu, sementara kondisi ekonomi global yang tidak menentu berpotensi menekan permintaan lebih lanjut. Janine Stichter, seorang analis dari BTIG, mengutarakan pandangannya kepada Reuters, “Dengan konsumen yang semakin berhati-hati dan persaingan yang ketat, Lululemon perlu memberikan perhatian lebih pada variasi produk. Inovasi teknis saja tidak cukup untuk menutupi kelemahan yang ada.”
Respons negatif pasar segera terlihat, dengan setidaknya tujuh perusahaan pialang yang memangkas target harga saham Lululemon pasca rilis laporan keuangan. Saham perusahaan, yang sudah kehilangan 40 persen nilainya sepanjang tahun ini, diperdagangkan di level 166,90 dolar AS pada Jumat. Dampak sentimen ini bahkan terasa hingga saham rivalnya, Nike, yang juga terpantau turun 1,5 persen.
Dalam laporan terbaru, penjualan Lululemon di pasar domestik Amerika Serikat tercatat menurun 1 persen pada kuartal kedua, kontras dengan pertumbuhan 15 persen di pasar internasional. Kondisi ini, ditambah persaingan sengit dari merek-merek baru seperti Alo Yoga dan Vuori, mendorong Lululemon untuk mengalihkan fokus strategis ke pasar luar negeri, khususnya China. Langkah ini diharapkan dapat mengompensasi lemahnya permintaan yang terjadi di dalam negeri.
Lebih lanjut, Lululemon memproyeksikan kerugian signifikan sebesar 240 juta dolar AS pada tahun ini. Kerugian ini sebagian besar diakibatkan oleh penerapan tarif yang lebih tinggi terhadap produk-produk yang diimpor dari Vietnam dan China, serta berakhirnya pembebasan bea masuk de minimis untuk barang senilai di bawah 800 dolar AS.
Akibat berbagai tekanan ini, proyeksi laba per saham (EPS) tahunan Lululemon kini direvisi menjadi 12,77–12,97 dolar AS, jauh lebih rendah dari estimasi sebelumnya sebesar 14,58–14,78 dolar AS. Data dari LSEG juga menunjukkan bahwa rasio harga terhadap laba (price-to-earnings ratio) saham Lululemon berada di level 13,82, yang secara signifikan lebih rendah dibanding Nike yang mencapai 39,21, mengindikasikan prospek yang lebih menantang bagi investor.
Ringkasan
Saham Lululemon anjlok hingga 19% akibat proyeksi musim liburan yang lesu dan tekanan biaya tarif. Penurunan ini dipicu oleh pemangkasan proyeksi penjualan dan laba perusahaan, serta pengakuan adanya perlambatan penjualan produk-produk andalan. Lululemon berencana mempercepat inovasi produk dan mengurangi ketergantungan pada beberapa item populer untuk mengatasi tantangan ini.
Penjualan Lululemon di pasar domestik AS menurun, kontras dengan pertumbuhan di pasar internasional. Perusahaan juga memproyeksikan kerugian signifikan akibat tarif impor yang lebih tinggi dan berakhirnya pembebasan bea masuk. Proyeksi laba per saham (EPS) tahunan Lululemon direvisi turun, dan rasio harga terhadap laba sahamnya menunjukkan prospek yang lebih menantang dibandingkan pesaing seperti Nike.