Ifonti.com JAKARTA. PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan pada paruh pertama tahun 2025. Meskipun demikian, emiten penyedia jasa laboratorium klinik ini telah mempersiapkan serangkaian strategi komprehensif untuk menghadapi berbagai tantangan bisnis yang diprediksi akan muncul di sisa tahun 2025.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dirilis pada Kamis (31/7), Prodia membukukan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp 1,02 triliun. Angka ini menunjukkan sedikit penurunan sebesar 0,5% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan pendapatan Rp 1,03 triliun yang tercatat pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Tidak hanya pendapatan, laba bersih PRDA juga mengalami koreksi signifikan. Pada semester I 2025, Prodia membukukan laba bersih sebesar Rp 69,60 miliar, turun drastis 40% YoY dari Rp 115,52 miliar yang dicapai pada semester I 2024.
Menanggapi hasil tersebut, Direktur Business dan Marketing PRDA, Indriyanti Rafi Sukmawati, menjelaskan bahwa pihaknya senantiasa mencermati potensi hambatan bisnis. Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi meliputi volatilitas nilai tukar rupiah dan potensi keterlambatan distribusi barang impor, yang disebabkan oleh hambatan logistik internasional.
Sebagai respons strategis, Indriyanti mengungkapkan bahwa salah satu fokus utama Prodia adalah memperkuat rantai pasok domestik. Upaya ini dilakukan melalui perusahaan afiliasinya, Proline, yang memiliki kemampuan memproduksi reagen dan alat kesehatan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 40%. Kapasitas produksi Proline pun terus ditingkatkan, yang ditandai dengan peresmian fasilitas baru seluas 9.690 meter persegi di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, pada April 2025 lalu.
“Kami berharap Proline dapat menjangkau lebih banyak laboratorium, rumah sakit, dan titik layanan kesehatan di seluruh Indonesia, terutama dengan peningkatan skalabilitas produksi di tahun ini,” ujar Indriyanti kepada Kontan, Senin (21/7/2025), menegaskan komitmen Prodia terhadap kemandirian pasokan.
Selain itu, Indriyanti menambahkan, PRDA juga mengimplementasikan pendekatan strategis lainnya. Ini mencakup renegosiasi kontrak dengan vendor, penjajakan alternatif mitra pemasok, serta upaya efisiensi proses logistik melalui pemanfaatan digitalisasi secara end-to-end. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memitigasi risiko dan meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan.
Meskipun kondisi pasar bergerak dinamis, Prodia tetap menunjukkan optimisme yang kuat terhadap pertumbuhan bisnisnya ke depan. Indriyanti menyatakan bahwa permintaan terhadap layanan laboratorium tetap stabil, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini dan personalisasi layanan kesehatan.
Dalam rangka memperluas layanan, tahun ini Prodia menargetkan peluncuran minimal 14 jenis tes baru, termasuk pemeriksaan esoterik yang lebih spesifik. Di sisi operasional, Indriyanti menegaskan bahwa Prodia akan terus berupaya meningkatkan utilisasi layanan klinik, memperbanyak titik pengambilan sampel (point of collection/POC), serta memperluas kerja sama strategis dengan mitra rumah sakit dan perusahaan asuransi.
PRDA juga melihat segmen B2B (business to business) sebagai sumber pertumbuhan bisnis yang potensial. Hal ini mencakup kerja sama korporasi dalam program pemeriksaan kesehatan karyawan (medical check-up) dan penyediaan layanan kesehatan berkelanjutan. Peningkatan aksesibilitas bagi pelanggan juga terus dioptimalkan melalui pengembangan platform digital, U by Prodia.
Tidak berhenti di situ, penetrasi ke segmen masyarakat umum, termasuk dokter dan komunitas, juga menjadi fokus Prodia. Upaya ini dilakukan melalui berbagai kegiatan edukasi kesehatan, salah satunya lewat program Prodia Healthy & Fun with Community yang digelar di 10 kota di Indonesia.
Di samping strategi operasional dan pemasaran, Prodia juga melakukan langkah korporasi signifikan dengan mengakuisisi 30% saham PT ProSTEM Indonesia. Sebagai informasi, ProSTEM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang terapi regeneratif, khususnya dalam pengembangan sel punca.
“Kami percaya bahwa kolaborasi ini akan memperkuat posisi Prodia sebagai pelopor layanan diagnostik kesehatan terdepan dan advanced di Indonesia,” pungkas Indriyanti, menyoroti visi Prodia untuk terus berinovasi dalam industri kesehatan.
Ringkasan
PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) mengalami penurunan kinerja pada semester I 2025, dengan pendapatan dan laba bersih yang masing-masing turun 0,5% dan 40% YoY. Hal ini disebabkan oleh volatilitas nilai tukar rupiah dan potensi keterlambatan distribusi barang impor. Prodia merespons dengan memperkuat rantai pasok domestik melalui Proline, meningkatkan kapasitas produksi reagen dan alat kesehatan.
Untuk meningkatkan kinerja, Prodia juga menerapkan renegosiasi kontrak dengan vendor, penjajakan mitra pemasok alternatif, serta digitalisasi proses logistik. Perusahaan optimis dengan pertumbuhan bisnis ke depan, berencana meluncurkan minimal 14 jenis tes baru, memperluas titik pengambilan sampel, dan meningkatkan kerja sama dengan mitra rumah sakit. Selain itu, Prodia mengakuisisi 30% saham PT ProSTEM Indonesia untuk memperkuat posisi di bidang terapi regeneratif.