Harga Emas Catat Rekor Baru di Tengah Antisipasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

NEW YORK. Harga emas mengukir rekor tertinggi baru pada Selasa (9/9/2025), didorong kuat oleh antisipasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, pada bulan September ini. Di tengah sentimen bullish ini, perhatian investor kini tertuju pada rilis data inflasi AS yang akan datang pekan ini, sebagai petunjuk krusial bagi arah kebijakan moneter The Fed.

Pada perdagangan spot, harga emas melesat 0,2% mencapai US$ 3.643,57 per ons troi pada pukul 18.12 waktu setempat, setelah sebelumnya sempat menorehkan puncak rekor baru di level US$ 3.673,95. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember turut menguat, ditutup naik 0,1% pada posisi US$ 3.682,2.

Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas TD Securities, menegaskan bahwa lonjakan harga emas ini secara dominan dipicu oleh ekspektasi pasar bahwa The Fed akan segera memulai fase pemangkasan suku bunga acuannya, kemungkinan besar pada bulan September. Prospek inilah yang menjadi pemicu utama kenaikan harga emas ke level rekor tertinggi.

Indikasi kuat ini tercermin dari alat pemantau CME FedWatch, di mana pelaku pasar kini memproyeksikan peluang sebesar 92% untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pekan depan. Bahkan, beberapa spekulan tidak menutup kemungkinan pemangkasan yang lebih agresif hingga 50 basis poin. Prospek yang menguat ini semakin didukung oleh rilis data ketenagakerjaan AS pada bulan Agustus yang menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi yang signifikan.

Kebijakan suku bunga yang lebih rendah secara tradisional cenderung menekan nilai dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah, kondisi yang secara inheren meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai yang aman. Meskipun indeks dolar AS menunjukkan sedikit kenaikan, posisinya tetap berada di dekat level terendah dalam tujuh minggu terakhir. Serupa, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga terpantau menguat tipis setelah sebelumnya sempat menyentuh level terendah dalam lima bulan terakhir.

Melihat ke depan, pasar kini menanti dengan cermat rilis data indeks harga produsen (PPI) pada hari Rabu, diikuti oleh indeks harga konsumen (CPI) pada hari Kamis. Data-data inflasi kunci ini akan menjadi acuan tambahan yang sangat diantisipasi oleh investor menjelang pertemuan kebijakan The Fed yang dijadwalkan pekan depan, berpotensi memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai jalur suku bunga.

Meski demikian, ada pandangan yang menyoroti potensi skenario di mana prospek pemangkasan suku bunga The Fed mungkin terbatas, yang berpotensi menahan laju kenaikan harga emas. Namun, Bart Melek menambahkan, apabila ekonomi AS justru menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang lebih dalam, hal tersebut justru dapat memicu peningkatan signifikan arus investasi ke emas sebagai instrumen lindung nilai yang lebih kuat.

Sejalan dengan optimisme pasar, emas telah secara konsisten menorehkan beberapa rekor harga sepanjang tahun ini. Kinerja impresif ini didukung oleh berbagai faktor, termasuk pelemahan berkelanjutan dolar AS, aksi pembelian besar-besaran oleh berbagai bank sentral dunia, adopsi kebijakan moneter yang longgar, serta meningkatnya ketidakpastian geopolitik global yang mendorong permintaan aset lindung nilai.

John Ciampaglia, CEO Sprott Asset Management, turut menyampaikan optimisme yang tinggi. Ia menyatakan, “Kami masih optimistis, bahkan di level US$ 3.600 per ons, pasar emas akan terus reli karena tidak terlihat adanya perubahan signifikan terkait kebijakan tarif, perdagangan, maupun geopolitik.” Namun, Ciampaglia juga mengingatkan bahwa apabila kondisi-kondisi global tersebut membaik secara substansial, potensi kenaikan harga emas bisa saja tertahan atau melambat.

Di tengah kilau emas, pergerakan harga logam mulia lainnya menunjukkan tren bervariasi. Harga perak spot tercatat turun 1,2% menjadi US$ 40,86 per ons. Platinum juga melemah 1,4% ke US$ 1.363,14, sedangkan paladium turun tipis 0,3% ke level US$ 1.130,61.