Indeks saham S&P 500 dan Nasdaq sukses menorehkan rekor penutupan tertinggi pada Rabu (10/9/2025) di Wall Street, didorong lonjakan signifikan saham Oracle serta data inflasi Amerika Serikat yang meleset dari perkiraan. Perkembangan ini memperkuat ekspektasi pasar akan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve pada minggu mendatang.
S&P 500 membukukan kenaikan 0,30%, mencapai level 6.532,04 poin, menandai rekor tertinggi untuk hari kedua berturut-turut. Sementara itu, Nasdaq juga mencatat rekor ketiganya secara beruntun dengan kenaikan tipis 0,03% menjadi 21.886,06 poin. Namun, Dow Jones Industrial Average bergerak berlawanan arah, melemah 0,48% ke 45.490,92 poin.
Mencerminkan sentimen positif ini, pasar keuangan kerap membahas bahwa Wall Street: S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Didukung Ekspektasi Penurunan Suku Bunga. Kendati demikian, tidak semua sektor bergerak naik. Dari 11 sektor S&P 500, enam di antaranya mengalami penurunan, dengan sektor barang konsumsi diskresioner anjlok 1,58% dan sektor barang konsumsi pokok turun 1,06%.
Pendorong utama optimisme pasar adalah kinerja fenomenal saham Oracle, yang melonjak 36%. Kenaikan persentase harian terbesar sejak tahun 1992 ini terjadi setelah raksasa teknologi tersebut melaporkan peningkatan tajam permintaan layanan komputasi awan (cloud) dari perusahaan-perusahaan kecerdasan buatan (AI). Kini, nilai pasar Oracle telah menembus US$ 922 miliar, melampaui kapitalisasi pasar sejumlah nama besar seperti Eli Lilly, JPMorgan Chase, dan Walmart, serta mendekati Tesla yang saat ini bernilai US$ 1,12 triliun.
Gelombang antusiasme terhadap AI juga turut mengangkat saham produsen chip terkait. Nvidia naik 3,8%, Broadcom melonjak impresif 10%, dan Advanced Micro Devices (AMD) menguat 2,4%. Indeks chip PHLX ikut mencatat kenaikan 2,3% ke rekor tertingginya. Bahkan, pemasok daya untuk pusat data, seperti Constellation Energy, Vista, dan GE Vernova, masing-masing mengalami kenaikan lebih dari 6%, menggarisbawahi dampak luas dari booming AI.
Melihat tren positif ini, tak heran jika pembahasan mengenai Wall Street Reli: S&P 500 Kembali Catat Rekor Penutupan Tertinggi menjadi topik hangat. Namun, di tengah euforia, raksasa teknologi Apple justru menunjukkan performa yang kurang memuaskan, turun 3,2% untuk sesi keempat berturut-turut. Penurunan ini diyakini karena pasar menilai Apple tertinggal dalam persaingan ketat di ranah AI.
Data harga produsen AS yang dirilis lebih rendah dari perkiraan secara signifikan mendorong pasar untuk memperkuat keyakinan akan pemotongan suku bunga tahun ini. Ditambah lagi, data pasar tenaga kerja terbaru mengindikasikan adanya perlambatan, sebuah sinyal yang kerap diinterpretasikan oleh Federal Reserve. Akibatnya, para trader kini sepenuhnya memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga setidaknya 25 basis poin pada pertemuan kebijakan minggu depan, dengan peluang 10% untuk pemangkasan 50 basis poin.
Secara kumulatif, sepanjang tahun ini, indeks S&P 500 telah mencatatkan kenaikan sekitar 11%, sementara Nasdaq menguat sekitar 13%. Menanggapi kondisi pasar ini, Bill Northey, Direktur Investasi Senior U.S. Bank Wealth Management, menyatakan, “Fundamental pasar ekuitas domestik masih sangat kuat, meski valuasi saat ini sudah tinggi dan menimbulkan tekanan alami terhadap kenaikan berkelanjutan.”
Meski demikian, pasar tidak selalu bergerak searah. Beberapa waktu lalu, terjadi situasi di mana Wall Street Turun, S&P 500 dan Nasdaq Melorot Dipicu Penurunan Saham Dell dan Nvidia, menunjukkan volatilitas inheren pasar. Kini, perhatian investor tertuju pada data harga konsumen (CPI) yang akan dirilis Kamis, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai arah inflasi AS selanjutnya.
Jordan Rizzuto, CIO GammaRoad Capital Partners, mengamini sentimen pasar, mengatakan, “Kombinasi data yang lebih lemah dan tren penurunan pasar tenaga kerja secara konsisten mendukung ekspektasi penurunan suku bunga.” Dalam perkembangan lain yang menarik, seorang hakim federal secara sementara memblokir upaya Presiden AS Donald Trump untuk memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook. Di sisi korporasi, Barclays dan Deutsche Bank kompak menaikkan target akhir tahun S&P 500 mereka, didorong oleh pendapatan perusahaan yang kuat, pertumbuhan ekonomi AS yang solid, dan optimisme berkelanjutan terhadap potensi AI.
Namun, tidak semua saham berjaya. Saham Synopsys anjlok tajam 36% setelah gagal memenuhi estimasi pendapatan kuartalannya, mencatat penurunan satu hari terbesar dalam sejarahnya. Saingannya, Cadence Design Systems, juga ikut terpengaruh dengan penurunan 6,4%. Fluktuasi seperti ini mengingatkan bahwa meskipun Dow, S&P 500 Notch Record Closing Highs but Nvidia Shares Dip, Dollar Weakens, dinamika pasar tetap kompleks dan tidak homogen.
Secara keseluruhan, jumlah saham yang turun di S&P 500 melebihi saham yang naik dengan rasio 1,5 banding 1. S&P 500 mencatat 19 titik tertinggi baru dan 8 titik terendah baru, sedangkan Nasdaq lebih aktif dengan 112 titik tertinggi baru dan 72 titik terendah baru. Volume perdagangan relatif tinggi, mencapai 17,2 miliar lembar saham, dibandingkan dengan rata-rata 16 miliar lembar selama 20 sesi sebelumnya, menandakan aktivitas pasar yang kuat.
Ringkasan
S&P 500 dan Nasdaq mencetak rekor tertinggi didorong oleh lonjakan saham Oracle berkat permintaan AI dan data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, meningkatkan harapan penurunan suku bunga oleh The Fed. S&P 500 naik 0,30% ke 6.532,04 poin, sementara Nasdaq naik tipis 0,03% ke 21.886,06 poin, meskipun Dow Jones Industrial Average melemah 0,48%. Saham Oracle melonjak 36%, sementara saham chip AI seperti Nvidia dan Broadcom juga mengalami kenaikan signifikan.
Optimisme pasar didorong oleh ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed, didukung oleh data ekonomi yang lebih lemah. Walaupun begitu, tidak semua sektor menguat, dan beberapa saham seperti Apple dan Synopsys mengalami penurunan. Pasar akan terus memantau data inflasi mendatang dan perkembangan di sektor teknologi, khususnya terkait AI.