Harga Minyak Anjlok! OPEC+ Genjot Produksi, Brent Sentuh US$69

KONTAN.CO.ID. Harga minyak global terperosok lebih dalam pada Senin (4/8/2025), setelah aliansi produsen minyak OPEC+ mengejutkan pasar dengan kesepakatan untuk meningkatkan produksi secara signifikan mulai September. Penurunan ini semakin diperparah oleh sentimen negatif dari kekhawatiran perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS), negara konsumen minyak terbesar di dunia, yang memicu spekulasi akan melemahnya permintaan.

Pada pukul 08.15 WIB, harga minyak Brent melemah 40 sen atau 0,57% menjadi US$ 69,27 per barel. Senada, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga terkoreksi 37 sen atau 0,55% ke posisi US$ 66,96 per barel. Penurunan ini melanjutkan tren pelemahan yang terjadi pada penutupan perdagangan Jumat lalu, di mana kedua kontrak tersebut telah anjlok sekitar US$ 2 per barel.

Harga Emas Antam Turun Rp 2.000 Menjadi Rp 1.946.000 Per Gram pada Hari Ini (4/8)

Keputusan krusial datang dari pertemuan OPEC+ pada hari Minggu, di mana disepakati kenaikan produksi sebesar 547.000 barel per hari (bph) khusus untuk bulan September. Langkah ini merupakan bagian integral dari strategi aliansi untuk mempercepat pasokan, dengan tujuan utama merebut kembali pangsa pasar yang sempat hilang. OPEC+ beralasan bahwa kondisi ekonomi global yang sehat dan level stok minyak yang rendah menjadi dasar kebijakan ini, menandakan optimisme mereka terhadap daya serap pasar.

Secara lebih luas, keputusan tersebut juga mencakup pembalikan penuh dari pemangkasan produksi terbesar yang pernah dilakukan OPEC+ sebelumnya, ditambah peningkatan tambahan khusus untuk Uni Emirat Arab. Secara total, langkah-langkah ini setara dengan sekitar 2,5 juta bph, atau sekitar 2,4% dari total permintaan minyak global, sebuah peningkatan pasokan yang substansial.

Namun, analisis dari Goldman Sachs menyajikan pandangan yang lebih hati-hati. Mereka memperkirakan bahwa peningkatan pasokan riil dari delapan negara anggota OPEC+ sejak Maret lalu hanya mencapai sekitar 1,7 juta bph, atau sekitar dua pertiga dari volume yang diumumkan. Disparitas ini disebabkan oleh fakta bahwa beberapa negara anggota lainnya justru mengurangi output mereka setelah sebelumnya melebihi kuota yang ditetapkan.

Bursa Australia Turun Tipis Senin (4/8) Pagi, Tertekan Sektor Perbankan dan Energi

“Meskipun kebijakan OPEC+ bersifat fleksibel dan situasi geopolitik masih tidak pasti, kami memperkirakan tidak ada perubahan kuota produksi setelah September,” tulis Goldman Sachs dalam catatan risetnya. Mereka juga menambahkan bahwa pertumbuhan pasokan yang solid dari produsen di luar OPEC kemungkinan besar akan menyisakan ruang yang sempit bagi tambahan produksi dari aliansi OPEC+ di masa mendatang.

Di sisi lain, analis RBC Capital Markets, Helima Croft, menyoroti keberhasilan strategi penambahan pasokan. Menurutnya, pasar terbukti mampu menyerap tambahan pasokan selama musim panas ini, dibuktikan dengan harga minyak yang tidak terlalu jauh dari level sebelum gelombang tarif. Hal ini mengindikasikan ketahanan pasar terhadap peningkatan suplai.

Meski demikian, pasar tetap mewaspadai potensi sanksi tambahan dari Amerika Serikat terhadap Iran dan Rusia. Presiden AS, Donald Trump, bahkan mengancam akan menerapkan tarif sekunder 100% bagi pembeli minyak Rusia, sebuah langkah tegas yang dirancang untuk menekan Moskow agar menghentikan agresinya di Ukraina. Ancaman ini telah menimbulkan gejolak, di mana setidaknya dua kapal tanker pengangkut minyak Rusia yang semula menuju kilang di India dilaporkan mengalihkan tujuan mereka, menyusul penerapan sanksi baru AS, berdasarkan data perdagangan dari LSEG dan sumber industri.

Meskipun demikian, dua pejabat pemerintah India pada Sabtu lalu menegaskan kepada Reuters bahwa India tetap akan melanjutkan pembelian minyak dari Rusia, mengabaikan ancaman yang dilontarkan oleh Trump. Sikap India ini menunjukkan kompleksitas dinamika geopolitik dalam pasar energi global.

Trump Akan Umumkan Calon Pengganti Pejabat The Fed dalam Beberapa Hari ke Depan

Selain faktor geopolitik, kekhawatiran terhadap dampak tarif AS terhadap pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar juga terus membayangi pasar. Sentimen negatif ini diperkuat setelah data pertumbuhan lapangan kerja AS pada Jumat lalu meleset dari ekspektasi, menambah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, pada Minggu lalu menyatakan bahwa tarif yang diberlakukan minggu lalu terhadap puluhan negara kemungkinan besar akan tetap dipertahankan, alih-alih dikurangi dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung. Ini mengirimkan sinyal bahwa tekanan ekonomi dari tarif akan terus berlanjut, berpotensi menekan permintaan energi global.

Ringkasan

Harga minyak global mengalami penurunan signifikan setelah OPEC+ menyetujui peningkatan produksi mulai September. Keputusan ini didorong oleh keyakinan terhadap kondisi ekonomi global yang sehat dan stok minyak yang rendah, namun juga memicu kekhawatiran akan potensi kelebihan pasokan dan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat.

Minyak Brent dan WTI Amerika Serikat mengalami koreksi, melanjutkan tren penurunan dari penutupan perdagangan sebelumnya. Analis memperingatkan adanya potensi risiko terkait sanksi AS terhadap Iran dan Rusia, serta dampak tarif terhadap pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan bahan bakar.