JAKARTA – Bank Indonesia (BI) secara tegas mengklarifikasi mekanisme pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dalam skema pembagian beban bunga atau burden sharing dengan Kementerian Keuangan. Berbeda dari praktik di masa darurat Covid-19, kali ini pembelian SBN sepenuhnya akan dilakukan melalui pasar sekunder, bukan pasar primer. Penegasan ini disampaikan untuk mendukung program Asta Cita yang telah dicanangkan.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan perbedaan fundamental ini di Kompleks DPR RI pada Rabu (10/9/2025). Menurutnya, kebijakan burden sharing saat ini memiliki landasan dan tujuan yang berbeda. “Burden sharing yang sekarang ini berbeda dengan burden sharing pada zaman Covid. Burden sharing ini adalah untuk pembelian SBN di pasar sekunder,” ujar Denny, menekankan perubahan strategis tersebut.
Denny mengingat kembali bahwa selama periode darurat Covid-19, BI diizinkan untuk membeli SBN langsung di pasar primer selama tiga tahun, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Namun, regulasi khusus tersebut kini telah kedaluwarsa. Oleh karena itu, operasional BI telah kembali mengacu pada Undang-Undang Bank Indonesia, yang memiliki batasan lebih ketat terkait instrumen keuangan yang dapat dibeli di pasar primer.
Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia yang berlaku, BI hanya diperbolehkan membeli Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka pendek di pasar primer. Untuk obligasi negara dengan jangka panjang, partisipasi BI hanya dapat dilakukan di pasar sekunder. Denny menegaskan bahwa BI sepenuhnya patuh pada regulasi ini, memastikan setiap langkah yang diambil sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku.
Kesepakatan burden sharing dengan Kementerian Keuangan kali ini memiliki tujuan strategis yang jelas: membantu menjaga likuiditas pasar uang dan perbankan. Ini krusial untuk mendukung implementasi program Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya pada sektor perumahan dan pengembangan koperasi desa merah putih (KDMP). Dengan demikian, BI turut berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor prioritas nasional.
Mekanisme pembagian beban bunga ini dihitung secara transparan. Rumusnya adalah yield SBN 10 tahun dikurangi dengan penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan, kemudian hasilnya dibagi dua. Separuh dari beban tersebut akan ditanggung oleh pemerintah, sementara separuhnya lagi menjadi beban Bank Indonesia. Mengenai besaran pasti pembagian beban, Denny menyatakan belum dapat memastikan, namun informasi tersebut akan disampaikan secara berkala kepada publik.
Lebih lanjut, Denny menegaskan bahwa seluruh kesepakatan burden sharing dengan Kementerian Keuangan ini telah sesuai dengan koridor hukum dan tidak melanggar undang-undang. Ia secara eksplisit menepis anggapan adanya pembelian SBN jangka panjang di pasar primer atau bahkan tindakan mencetak uang baru oleh BI. “Jadi, tidak ada pembelian SBN jangka panjang di pasar primer karena itu melanggar undang-undang. Tidak ada BI mencetak uang baru. Ini bagian dari BI untuk meringankan beban pemerintah,” pungkasnya, menggarisbawahi komitmen BI terhadap prinsip kehati-hatian dan kepatuhan hukum demi meringankan beban fiskal negara.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa mekanisme burden sharing SBN kali ini berbeda dengan saat pandemi Covid-19. Pembelian SBN akan dilakukan sepenuhnya di pasar sekunder, bukan pasar primer, untuk mendukung program Asta Cita. Perbedaan ini signifikan karena selama pandemi, BI diizinkan membeli SBN langsung di pasar primer sesuai UU No. 2 Tahun 2020, yang kini sudah tidak berlaku.
Saat ini, BI hanya diperbolehkan membeli Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jangka pendek di pasar primer sesuai Undang-Undang Bank Indonesia. Kesepakatan burden sharing bertujuan menjaga likuiditas pasar uang dan perbankan untuk mendukung implementasi program Asta Cita, khususnya di sektor perumahan dan pengembangan koperasi desa. BI juga menegaskan tidak ada pembelian SBN jangka panjang di pasar primer atau pencetakan uang baru.