Pasar Saham Masih Bergejolak, Berikut Strategi Investasi yang Bisa Dilakukan Investor

Ifonti.com JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan volatilitas tinggi sejak awal September 2025. Meskipun pergerakan cenderung bergejolak, IHSG berhasil ditutup menguat signifikan pada perdagangan Jumat (12/9/2025), melonjak 1,37% atau 06,16 poin, mencapai level 7.854,07.

Namun, di balik penguatan tersebut, tercatat adanya aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing sebesar Rp 31,83 miliar di seluruh pasar pada hari yang sama. Secara keseluruhan, sepanjang September berjalan ini, IHSG telah membukukan penguatan sebesar 0,30%, sebuah capaian yang menarik mengingat tren historisnya.

Secara historis, bulan September seringkali menjadi periode yang menantang bagi IHSG. Dalam satu dekade terakhir, IHSG rata-rata melemah 1,15% pada bulan kesembilan ini. Pengecualian terjadi pada September 2021, di mana indeks berhasil menguat 2,22%, menunjukkan adanya potensi pembalikan tren dalam kondisi tertentu.

Masih Ada Sentimen Positif, IHSG Berpeluang Melanjutkan Penguatan

Meskipun data historis September menunjukkan pergerakan pasar yang kurang menguntungkan, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, melihat adanya secercah harapan. Menurutnya, meskipun awal September telah diwarnai pelemahan, sejumlah sentimen positif masih menanti untuk mendorong penguatan pasar.

Salah satu pendorong utama adalah prospek pemangkasan suku bunga oleh bank sentral global. Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, dijadwalkan akan menggelar pertemuan kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 16–17 September 2025. Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia (BI) juga akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal yang sama.

Nico Demus menekankan, jika The Fed benar-benar memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada pekan ini, langkah tersebut dipastikan akan menjadi sentimen positif yang kuat, tidak hanya bagi pasar global tetapi juga secara khusus bagi pasar dalam negeri.

Strategi Investasi

Adityo Nugroho, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, memberikan panduan strategi investasi berdasarkan pola musiman IHSG. Secara historis, IHSG cenderung terkoreksi pada September sebelum kembali menguat pada Oktober. Pola ini berlanjut dengan sedikit pelemahan di November, dan penguatan signifikan pada Desember. Investor disarankan untuk memanfaatkan momentum ini dengan cermat.

Adityo menambahkan, jika tidak ada sentimen atau katalis positif yang muncul hingga akhir bulan ini, IHSG berpotensi tetap tertekan. Namun, pada Oktober, perhatian investor akan tertuju pada rilis kinerja kuartal III-2025, yang seringkali menjadi pemicu pergerakan pasar. Rata-rata dalam sembilan tahun terakhir, IHSG menguat 1,14% di bulan Oktober dengan probabilitas penguatan mencapai 78%.

Sementara itu, data historis menunjukkan bahwa di bulan November, IHSG rata-rata menguat tipis 0,17% dalam sembilan tahun terakhir, namun dengan probabilitas penutupan positif yang rendah, hanya sekitar 33%. Artinya, IHSG lebih sering mengalami penurunan di bulan ke-11. Berbeda dengan Desember, probabilitas IHSG menguat kembali melonjak hingga 78%, menandakan akhir tahun yang cenderung positif bagi pasar saham.

Dari perspektif teknikal, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, mengamati bahwa IHSG berpotensi membentuk fase bullish consolidation, didukung oleh penguatan indikator volume perdagangan. Ia memproyeksikan IHSG akan menguji level support di 7.698, dan jika level tersebut ditembus, support berikutnya berada di 7.641. Sementara itu, level resistance IHSG diproyeksikan di 7.881.

Nafan merekomendasikan investor untuk melakukan akumulasi pada saham-saham dengan prospek fundamental yang solid. Strategi buy on dip atau merealisasikan keuntungan bisa diterapkan sesuai kebutuhan, sembari senantiasa menerapkan manajemen risiko yang efektif untuk melindungi portofolio.

Nur Ryshalti Pratama, Macro & Fixed Income Lead Phintraco Sekuritas, mengingatkan investor agar tetap tenang dan tidak panik saat menghadapi ‘noise’ pasar, seperti isu reshuffle kementerian atau demonstrasi. Penting bagi investor untuk selalu meninjau ulang fundamental emiten dan memantau perkembangan makro ekonomi, baik global maupun domestik, termasuk arah kebijakan bank sentral di seluruh dunia.

Menariknya, di pasar saham Indonesia, seringkali saham dengan fundamental yang kuat justru menunjukkan pergerakan harga yang minim. Oleh karena itu, Nur menekankan pentingnya bagi setiap investor untuk menentukan profil risiko dan tujuan investasi mereka, apakah jangka pendek atau jangka panjang. Bagi investor jangka pendek, disiplin dan kemampuan memanfaatkan momentum pasar menjadi kunci.

Dengan potensi pemangkasan suku bunga atau pelonggaran kebijakan moneter, beberapa sektor saham yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga patut dilirik. Sektor-sektor tersebut meliputi perbankan, properti, dan teknologi, yang seringkali mendapatkan dorongan dari kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Maximilianus Nico Demus menambahkan, volatilitas yang meningkat di pasar saham dapat menjadi peluang emas bagi investor berorientasi jangka pendek untuk meraih keuntungan. Namun, bagi investor jangka panjang yang kurang menyukai volatilitas, strategi akumulasi beli tetap menjadi pilihan bijak. Bahkan, bagi mereka yang berfokus jangka pendek namun menghindari volatilitas, strategi wait and see bisa dipertimbangkan. Pada intinya, semakin tinggi volatilitas, semakin besar pula peluang bagi pelaku pasar untuk mendulang cuan, asalkan dengan strategi yang tepat.