Satori & Heri Gunawan Dipanggil KPK: Kasus CSR BI-OJK, Ditahan?

PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua anggota legislatif aktif, Satori dan Heri Gunawan, pada Senin, 15 September 2025, untuk dimintai keterangan terkait dugaan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini berpusat pada pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemeriksaan krusial tersebut berlangsung di Gedung Merah Putih KPK.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi lokasi pemeriksaan. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujarnya pada hari yang sama. Hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian mengenai penahanan keduanya. Satori dan Heri Gunawan sendiri sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Heri Gunawan merupakan politisi Partai Gerindra, sementara Satori berasal dari Partai Nasdem, keduanya aktif sebagai legislator periode 2024–2029.

Dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi yang tengah bergulir ini, penyidik KPK telah melakukan penyitaan aset yang signifikan. Sebanyak 15 unit mobil mewah telah disita dari Satori dari berbagai lokasi, termasuk Cirebon, Jawa Barat, karena diduga kuat berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Kendaraan-kendaraan tersebut meliputi:

  • 3 unit Toyota Fortuner
  • 2 unit Mitsubishi Pajero
  • 1 unit Toyota Camry
  • 2 unit Honda Brio
  • 3 unit Toyota Innova
  • 1 unit Toyota Yaris
  • 1 unit Mitsubishi Xpander
  • 1 unit Honda HR-V
  • 1 unit Toyota Alphard

Penyitaan belasan kendaraan ini merupakan bagian penting dari upaya KPK untuk menelusuri dan memulihkan aset hasil korupsi. Budi Prasetyo menegaskan, “Penyidik masih akan terus menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait atau merupakan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini, yang tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi asset recovery.”

Penetapan Satori dan Heri Gunawan sebagai tersangka diumumkan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada Kamis, 7 Agustus 2025. Asep menjelaskan bahwa kasus ini adalah hasil pengembangan mendalam dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta laporan masyarakat yang masuk ke KPK.

Menurut dugaan KPK, Heri Gunawan menerima total dana sebesar Rp15,86 miliar. Rinciannya mencakup Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan tambahan Rp1,94 miliar. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk kegiatan sosial tersebut, diduga kuat justru tidak digunakan sebagaimana mestinya. Heri Gunawan justru memasukkan dana tersebut ke rekening pribadi melalui transfer dan setor tunai via rekening anak buahnya, kemudian memakai uang itu untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah dan bangunan, hingga membeli mobil.

Sementara itu, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar. Dana ini berasal dari Rp6,30 miliar dari BI dan Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, ditambah Rp1,04 miliar. Sama halnya dengan Heri Gunawan, Satori diduga menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan motor, serta aset-aset lainnya. Bahkan, Satori juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya, guna menghindari jejak transaksi di rekening koran dan menyulitkan identifikasi oleh pihak berwenang.

Ringkasan

KPK memanggil anggota legislatif Satori dan Heri Gunawan pada 15 September 2025, terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU dana CSR BI dan OJK. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik juga telah menyita 15 unit mobil mewah milik Satori yang diduga berasal dari hasil korupsi.

Heri Gunawan diduga menerima Rp15,86 miliar dan Satori Rp12,52 miliar dari BI dan OJK, yang seharusnya untuk kegiatan sosial dan penyuluhan keuangan. Namun, dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membangun rumah makan, membeli tanah dan bangunan, serta kendaraan. Satori bahkan diduga merekayasa transaksi perbankan untuk menyamarkan penempatan deposito.