JAKARTA – Prospek harga emas dunia diprediksi akan terus menguat dan melanjutkan tren kenaikannya, didorong oleh beragam sentimen ekonomi dan geopolitik global. Demikian disampaikan oleh pengamat komoditas terkemuka, Ibrahim Assuaibi. Salah satu pendorong utama daya tarik logam mulia ini adalah ekspektasi kuat terhadap kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), yang diperkirakan akan memangkas suku bunga dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 16—17 September 2025.
Ibrahim Assuaibi menjelaskan, harga emas sebelumnya sempat mencapai puncaknya di level 3.700 dolar AS per troy ons, sebelum kemudian sedikit terkoreksi. Namun, ia optimis bahwa dalam pekan ini, harga emas dunia berpotensi menembus resistensi pertama di level 3.712 dolar AS per troy ons, dan bahkan mungkin mencapai resistensi kedua di 3.760 dolar AS per troy ons. Mengutip data Bloomberg pada Rabu (17/9/2025) siang, harga emas terpantau berada di posisi 3.679,32 dolar AS per troy ons. Secara teknikal, jika terjadi koreksi, Ibrahim melihat level support pertama berada di 3.645 dolar AS per troy ons, dan selanjutnya di 3.596 dolar AS per troy ons untuk pekan ini.
Menurut Ibrahim, beberapa faktor krusial akan menjadi motor penggerak kenaikan harga emas secara signifikan dalam beberapa hari ke depan. Faktor-faktor tersebut meliputi tensi geopolitik global serta dinamika perpolitikan di Amerika Serikat. Terkait lanskap politik AS, Ibrahim menyoroti kemungkinan besar Bank Sentral AS dalam pertemuan mereka minggu ini, akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps).
Prediksi ini, sambungnya, sejalan dengan ekspektasi mayoritas ekonom di AS. Hampir 98 persen ekonom AS mengindikasikan bahwa The Fed akan memberlakukan pemangkasan suku bunga tersebut. Prospek kebijakan moneter yang lebih longgar ini secara inheren meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi, karena biaya peluang memegang emas (yang tidak memberikan bunga) menjadi lebih rendah.
Selain itu, beberapa perkembangan politik internal di AS juga turut membentuk prospek kebijakan The Fed yang cenderung “dovish”, yang mendukung kenaikan harga emas. Ibrahim menyebutkan bahwa keputusan Pengadilan Banding AS minggu ini yang memblokir upaya mantan Presiden Donald Trump untuk mencopot Gubernur The Fed, Lisa Cook, menjadi sentimen positif. Ini berarti Lisa Cook masih tetap menjabat di Bank Sentral AS. Selanjutnya, Senat AS juga telah mengukuhkan Stephen Miran, penasihat ekonomi Trump, sebagai Dewan Gubernur Bank Sentral AS.
Perkembangan ini, baik terkait status Lisa Cook maupun pengukuhan Stephen Miran, dipandang oleh para investor sebagai sinyal bahwa pertemuan Bank Sentral AS pada 16—17 September 2025 kemungkinan besar akan condong pada kebijakan yang lebih dovish. “Sehingga kebijakan-kebijakan Bank Sentral AS akan condong menurunkan suku bunga. Nah, itu yang membuat harga emas dunia kembali lagi mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” terang Ibrahim, menegaskan keterkaitan erat antara kebijakan moneter The Fed dan pergerakan harga emas.
Sentimen Geopolitik: Konflik Rusia-Ukraina dan Dampak Global
Tak hanya faktor kebijakan moneter, Ibrahim Assuaibi melanjutkan, tensi geopolitik yang kian memanas antara Ukraina dan Rusia juga menjadi katalis kuat yang mendorong harga emas semakin melambung. Dalam dua minggu terakhir, Ukraina dilaporkan telah melancarkan serangan sporadis yang menargetkan wilayah Rusia, khususnya fasilitas minyak. Upaya ini bertujuan untuk menghambat kemampuan Moskow dalam membiayai perang mereka melawan Ukraina.
Di sisi lain, mantan Presiden Donald Trump pekan lalu menyerukan sanksi tingkat dua yang menargetkan industri minyak Rusia. Sanksi ini diwacanakan akan berlaku bagi pembeli utama minyak Rusia seperti India dan China, dengan pengenaan tarif fantastis sebesar 50 persen. Langkah ini berpotensi memicu ketidakpastian pasokan energi global dan meningkatkan permintaan akan aset aman seperti emas.
Lebih jauh, Donald Trump juga mendesak negara-negara anggota NATO, Uni Eropa, dan G7 untuk menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Ia bahkan telah mengirimkan surat resmi kepada negara-negara tersebut agar tidak lagi mengimpor minyak dari Rusia. Seruan ini, jika terealisasi, akan memperparah krisis energi dan secara langsung meningkatkan gejolak pasar, menjadikan emas pilihan utama bagi investor yang mencari perlindungan.
Secara keseluruhan, akumulasi sentimen-sentimen tersebut, baik dari sisi geopolitik yang tegang maupun dinamika perpolitikan di AS yang mengarah pada kebijakan moneter yang lebih longgar, menjadikan harga emas dunia sangat fluktuatif namun cenderung mengilap pada pekan ini. Kombinasi faktor-faktor ini menegaskan peran emas sebagai barometer ketidakpastian global dan lindung nilai yang tak tergoyahkan.