Whoosh Bikin Laba KAI Stagnan? Ini Kata Mantan Dirut!

Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia atau KAI, Didiek Hartantyo, mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai kinerja keuangan perseroan. Menurutnya, proyek kereta cepat Whoosh menjadi salah satu penyebab utama di balik stagnasi laba perusahaan, meskipun pendapatan terus mengalami peningkatan signifikan pasca-pandemi Covid-19.

Dalam acara “Meet The Leaders” di Universitas Paramadina pada Sabtu (20/9), Didiek menjelaskan, “Kenapa begitu? Kemarin muncul berita soal kereta cepat, beban tersebut sebenarnya yang menggerus ini (laba).” Pernyataan ini menyoroti bagaimana lonjakan pendapatan KAI yang impresif tidak serta-merta diikuti oleh pertumbuhan laba yang sepadan, mengindikasikan adanya tekanan finansial yang kuat dari faktor eksternal yang mengikis potensi keuntungan.

Secara finansial, PT KAI memang menunjukkan pemulihan yang kuat dari sisi pendapatan. Pendapatan perusahaan melonjak tajam dari Rp 15,5 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 35,9 triliun pada tahun lalu. Di sisi lain, meskipun sempat merugi Rp 400 miliar pada 2021, KAI berhasil membukukan keuntungan Rp 1,6 triliun pada 2022, dan meningkat menjadi Rp 2,2 triliun pada tahun lalu. Angka-angka ini menunjukkan pertumbuhan positif, namun beban Whoosh disebut menggerus potensi laba yang seharusnya lebih besar, sehingga pertumbuhan laba terasa cenderung stagnan dibandingkan dengan laju peningkatan pendapatan.

Keterlibatan PT KAI dalam proyek megah kereta cepat Whoosh bukanlah tanpa dasar. Penugasan ini secara resmi tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021, menempatkan KAI sebagai pemimpin konsorsium. Proyek ambisius ini rampung pada tahun 2023 dan mulai beroperasi secara komersial dengan perjalanan perdananya pada 17 Oktober 2023, menghubungkan Jakarta dan Bandung dengan kecepatan tinggi.

Namun, di balik kemegahan dan inovasinya, kereta cepat Whoosh menghadapi tantangan finansial yang signifikan. Proyek ini mencatat kerugian sebesar Rp 1,2 triliun sejak awal tahun operasionalnya, dan diproyeksikan akan mencapai kerugian kumulatif Rp 2,24 triliun sepanjang tahun 2024. Beban finansial dari kerugian Whoosh inilah yang secara langsung menekan dan membuat pertumbuhan laba PT KAI cenderung stagnan, tidak sebanding dengan peningkatan pendapatannya yang drastis.

Meskipun demikian, Didiek Hartantyo tetap menyimpan harapan besar untuk masa depan kereta cepat Whoosh. “Semoga tertangani dengan baik segera, sehingga struktur proyeknya bisa ditangani dengan baik dan ke depan beban-beban ini bisa diselesaikan,” ujarnya. Harapan ini mencerminkan optimisme akan perbaikan manajemen dan operasional proyek yang krusial ini, demi meringankan beban finansial yang saat ini ditanggung PT KAI dan memastikan keberlanjutan proyek strategis nasional.

Ringkasan

Mantan Dirut KAI, Didiek Hartantyo, menyatakan bahwa proyek kereta cepat Whoosh menjadi penyebab stagnasi laba KAI meskipun pendapatan meningkat signifikan pasca-pandemi. Lonjakan pendapatan KAI tidak diikuti pertumbuhan laba yang sepadan karena adanya tekanan finansial dari proyek Whoosh yang menggerus potensi keuntungan.

Keterlibatan KAI dalam proyek Whoosh, sesuai Perpres No. 93 Tahun 2021, justru menyebabkan kerugian. Proyek ini mencatat kerugian yang signifikan dan diproyeksikan terus berlanjut, sehingga menekan pertumbuhan laba KAI. Meskipun demikian, Didiek Hartantyo berharap masalah ini dapat segera tertangani agar beban finansial KAI dapat diselesaikan.