Banyak Sentimen Positif, Harga Saham Blue Chip Bank Pelat Merah Mix, Pilih Beli/Jual?

Ifonti.com Jakarta. Sektor perbankan pelat merah kembali menarik perhatian pasar. Sepanjang pekan ketiga September 2025 lalu, harga saham bank-bank blue chip ini bergerak bervariasi, menunjukkan respons beragam terhadap gelontoran likuiditas fantastis senilai Rp 200 triliun dari Kementerian Keuangan, ditambah kebijakan penurunan bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Menjelang pekan ini, pertanyaan krusial muncul: apakah saham-saham perbankan raksasa ini masih menyimpan potensi beli atau justru lebih baik untuk jual?

Sebagai informasi, saham blue chip merujuk pada saham lapis satu dari perusahaan-perusahaan yang telah teruji kiprahnya di pasar modal selama bertahun-tahun. Umumnya, saham jenis ini berasal dari entitas dengan fundamental keuangan yang kokoh serta nilai kapitalisasi pasar yang sangat besar, seringkali mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.

Di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), saham-saham blue chip bank lazimnya menjadi komponen utama indeks-indeks bergengsi seperti LQ45. Pada penutupan perdagangan Jumat, 19 September 2025, pergerakan saham-saham bank LQ45 menunjukkan dinamika yang menarik. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berhasil menguat 50 poin atau 1,19% dalam sepekan, mencapai level 4.250.

Namun, kinerja berbeda ditunjukkan oleh bank-bank lainnya. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), pada waktu yang sama, justru ditutup di level 4.380, terkoreksi 170 poin atau 3,74%. Tren penurunan juga menyelimuti saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang parkir di level 4.270, melemah 280 poin atau 6,15%. Sementara itu, saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengakhiri pekan di level 1.335, turun 115 poin atau 7,93% meskipun berhasil mencatat kenaikan tipis 10 poin atau 0,75% pada perdagangan Jumat dibandingkan sehari sebelumnya.

Dua sentimen positif utama—guyuran likuiditas dari Kementerian Keuangan untuk bank-bank Himbara dan pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia—telah kembali menempatkan sektor perbankan Indonesia di bawah sorotan. Gabungan faktor ini mengindikasikan prospek yang menjanjikan bagi saham-saham bank besar, mendorong sejumlah analis untuk mempertahankan rekomendasi koleksi.

Berikut adalah ulasan mendalam serta rekomendasi saham perbankan dari para analis dengan target harga terbaru:

1. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

BBRI masih menanti finalisasi aturan teknis dari Kementerian Keuangan terkait penyaluran pembiayaan koperasi desa dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan. Walaupun demikian, perkiraan pencairan dana diperkirakan lebih konservatif, di bawah plafon Rp 3 miliar per koperasi, mengingat proses seleksi yang ketat.

Tantangan yang patut diwaspadai masih datang dari segmen kredit mikro, di mana rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat mencapai Rp 2,4 triliun pada semester I-2025, angka yang lebih tinggi dari ekspektasi. Meskipun demikian, bank ini masih memiliki bantalan buffer overlay sebesar Rp 2 triliun untuk menanggulangi risiko.

Secara prospek jangka menengah, BBRI tetap dinilai positif. Katalis utama datang dari penguatan ekosistem payroll, perluasan ekspansi wholesale di sektor-sektor strategis seperti kesehatan dan pendidikan, serta normalisasi bunga simpanan yang berpotensi meningkatkan margin.

  • Rekomendasi: Add
  • Target harga: Rp 4.900

Analis: Handy Noverdanius, Owen Tjandra, dan Elizabeth Noviana – CGS International Sekuritas (21 Agustus 2025)

2. Bank Negara Indonesia (BBNI)

Selama periode Januari hingga Juli 2025, BBNI mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,2% secara tahunan (yoy). Tekanan ini sebagian besar disebabkan oleh pendapatan bunga yang lesu serta peningkatan biaya provisi. Namun, di tengah tantangan tersebut, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan solid 6,3% yoy, didorong oleh performa kuat segmen korporasi, institusi, payroll, dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Strategi pendanaan melalui CASA (Current Account Saving Account) berhasil dengan baik, mencatat kenaikan signifikan 19,4% yoy menjadi Rp 625,7 triliun. Meskipun margin bunga bersih (NIM) mengalami tekanan, angkanya masih sejalan dengan ekspektasi berkat perbaikan biaya dana secara bertahap.

Beberapa risiko tetap membayangi, termasuk potensi pertumbuhan kredit yang lebih rendah, pengetatan likuiditas akibat Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI), serta tekanan pada NIM dan biaya dana (CoF). Kendati demikian, saham BBNI berhasil mencatat return bulanan sebesar 7,5%, meski ruang untuk koreksi sehat tetap terbuka.

  • Rekomendasi: Buy
  • Target harga: Rp 5.110

Analis: Akhmad Nurcahyadi – KB Valbury Sekuritas (3 September 2025)

3. Bank Tabungan Negara (BBTN)

Pada semester I-2025, BBTN sukses membukukan laba bersih yang impresif sebesar Rp 1,7 triliun, tumbuh 13,6% yoy. Lonjakan kinerja ini didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih (NII) yang signifikan sebesar 55,1% yoy, mencapai Rp 9,3 triliun, disertai ekspansi NIM hingga 4,4%.

Peluncuran program KUR Perumahan melalui Permenko No.13/2025 diproyeksikan menjadi katalis utama bagi BBTN. Program ini akan melengkapi skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan menyediakan subsidi pembiayaan baik bagi pengembang maupun pembeli rumah, membuka peluang pasar yang lebih luas.

Meski menghadapi tantangan terkait kualitas aset dan pendanaan, arah kebijakan saat ini dinilai memberikan lebih banyak peluang ketimbang risiko. Faktor pendorong lain termasuk percepatan penyaluran FLPP, keberhasilan eksekusi KUR, serta pemulihan saldo CASA.

  • Rekomendasi: Buy
  • Target harga: Rp 1.600

Analis: Prasetya Gunadi dan Brandon Boedhiman – Samuel Sekuritas Indonesia (28 Agustus 2025)

4. Bank Mandiri (BMRI)

Per Juli 2025, BMRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 27,5 triliun, menurun 6% yoy. Angka ini baru mencapai 56% dari konsensus pasar, mengindikasikan kinerja yang sedikit di bawah ekspektasi.

Tekanan utama berasal dari kenaikan biaya operasional yang melonjak 27% yoy, mengakibatkan Penapatan Operasional Sebelum Provisi (PPOP) turun 7% yoy. Sementara itu, pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 2% yoy, meski pendapatan non-bunga (non-interest income) berhasil naik 6% yoy.

Sisi positifnya, biaya kredit (CoC) berhasil ditekan ke level 0,7%, lebih rendah dari panduan manajemen yang berkisar 1%–1,2%. Kredit dan dana pihak ketiga sama-sama tumbuh kuat sebesar 10% yoy. Meskipun pertumbuhan CASA hanya 7% yoy, deposito berjangka mengalami kenaikan signifikan 21% yoy.

Ke depan, margin bunga bersih (NIM) BMRI diperkirakan akan membaik, seiring dengan kondisi likuiditas pasar yang semakin longgar.

  • Rekomendasi: Buy
  • Target harga: Rp 7.100

Analis: Jovent Muliadi dan Axel Azriel – Indo Premier Sekuritas (1 September 2025)