Bursa saham Amerika Serikat memulai perdagangan Senin (22/9) dengan kinerja yang cenderung melemah, menunjukkan sentimen pasar yang bervariasi setelah sesi rekor sebelumnya. Setelah mencapai puncak historis pada sesi penutupan terakhir, indeks S&P 500 dan Nasdaq bergerak relatif stagnan, sementara Dow Jones Industrial Average terpantau menurun. Ketidakpastian yang timbul dari kebijakan visa baru pemerintahan Trump menjadi faktor utama yang membebani mood investor.
Pada pukul 10:08 ET, Dow Jones melemah 95,73 poin atau 0,21%, berakhir di posisi 46.219,54. Indeks S&P 500 juga tergelincir tipis 1,46 poin atau 0,02% menjadi 6.662,90. Di tengah tekanan ini, Nasdaq Composite berhasil menunjukkan ketahanan, menguat tipis 25,27 poin atau 0,11% dan ditutup pada 22.656,75.
Kebijakan Visa H-1B Jadi Sorotan
Sentimen pasar global pada perdagangan awal pekan ini sebagian besar dipengaruhi oleh pengumuman penting dari pemerintahan Trump. Pada Jumat lalu, pemerintah AS mengungkapkan rencana untuk mewajibkan perusahaan membayar biaya tahunan fantastis sebesar US$100.000 untuk setiap visa kerja H-1B yang disponsori. Aturan yang signifikan ini segera memicu gelombang kekhawatiran di kalangan korporasi besar. Sektor-sektor vital seperti teknologi dan perbankan, yang sangat bergantung pada pasokan tenaga kerja terampil dari negara-negara seperti India dan China, diprediksi akan sangat merasakan dampaknya.
Wall Street: Tiga Indeks Utama Cetak Rekor Penutupan Tertinggi untuk Hari Kedua
Sebagai respons langsung terhadap kebijakan baru ini, saham sejumlah perusahaan teknologi raksasa, termasuk Microsoft dan Amazon, mengalami pelemahan. Bahkan, Microsoft tercatat menjadi penekan utama indeks Dow Jones. Tidak hanya itu, saham perusahaan lain yang dikenal sebagai sponsor besar visa H-1B, seperti Cognizant Technology Solutions, Intel, dan JPMorgan, juga sempat tertekan sebelum akhirnya berhasil memangkas sebagian kerugian mereka.
Menganalisis situasi ini, Tien-tsin Huang, seorang analis dari J.P. Morgan, menyoroti bahwa kebijakan biaya yang tinggi serta serangkaian berita terkait visa H-1B ini menambahkan sinyal lingkungan bisnis yang semakin ketat. Kondisi ini, menurutnya, berpotensi besar untuk meredam sentimen investor di masa mendatang.
Apple dan Tesla Jadi Penopang Nasdaq
Meskipun sektor teknologi secara keseluruhan berada di bawah tekanan, beberapa nama besar justru berhasil bersinar. Apple, misalnya, menguat impresif 2,4% setelah Wedbush menaikkan target harga sahamnya, didukung oleh sinyal kuat akan permintaan untuk iPhone 17 yang akan datang. Sejalan dengan itu, saham Tesla juga melanjutkan tren positifnya. Kenaikan signifikan dari kedua perusahaan raksasa ini menjadi pendorong utama bagi sektor teknologi dan consumer discretionary, yang pada gilirannya berhasil mengangkat Nasdaq menuju rekor baru.
The Fed, Inflasi, dan Data Ekonomi
Reli pasar saham AS dalam beberapa pekan terakhir tidak lepas dari sikap dovish yang ditunjukkan oleh The Federal Reserve. Bank sentral AS pekan lalu mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya di tahun 2025, sekaligus mengindikasikan kemungkinan adanya pemangkasan lanjutan. Keputusan ini disambut positif oleh pasar, mendorong Wall Street untuk mencatat tiga pekan kenaikan beruntun yang mengesankan.
Pekan ini, fokus investor juga akan beralih pada serangkaian data ekonomi penting yang akan dirilis. Di antaranya adalah data Personal Consumption Expenditure (PCE), yang merupakan indikator inflasi pilihan The Fed, serta data Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, pidato perdana dari Gubernur The Fed yang baru, Stephen Miran, juga sangat dinantikan untuk mendapatkan petunjuk arah kebijakan moneter ke depan.
Apa itu visa H-1B yang Tengah Viral di Amerika? Ini Penjelasannya
Pergerakan Saham Individual
Beberapa saham korporasi besar menarik perhatian khusus dengan pergerakan yang signifikan:
- Kenvue merosot tajam 5,9%, menjadi saham dengan penurunan terendah di S&P 500. Penurunan ini menyusul laporan mengenai rencana pengumuman pemerintah tentang potensi hubungan antara obat pereda nyeri Tylenol yang dikonsumsi ibu hamil dengan risiko autisme.
- Pfizer justru melonjak 3,1% setelah mengumumkan kesepakatan akuisisi perusahaan pengembang obat penurun berat badan, Metsera, dengan nilai transaksi mencapai US$7,3 miliar. Sebagai respons, saham Metsera sendiri melonjak 62%.
- Compass anjlok 8,2% usai menyetujui akuisisi Anywhere Real Estate dalam transaksi all-stock senilai US$4,2 miliar. Sebaliknya, saham Anywhere justru melonjak 58%.
- Fox Corp menguat 2,6% setelah beredar laporan yang menyebutkan bahwa pimpinan tertingginya tengah mengincar kepemilikan saham di platform media sosial populer, TikTok.
Di Bursa New York, jumlah saham yang turun tercatat lebih banyak dibandingkan dengan yang naik, dengan rasio 1,45 banding 1. Sementara itu, di Nasdaq, rasio tersebut sedikit lebih seimbang, yakni 1,07 banding 1. Indeks S&P 500 mencatat 9 saham yang menyentuh level tertinggi 52 minggu dan 13 saham yang mencapai terendah baru. Di Nasdaq, rekor tertinggi baru dibukukan oleh 84 saham, sedangkan 33 saham mencapai terendah baru.
Ringkasan
Bursa saham AS memulai pekan dengan kinerja bervariasi, di mana Dow Jones dan S&P 500 melemah, sementara Nasdaq sedikit menguat. Kebijakan visa H-1B yang baru dari pemerintahan Trump, yang mewajibkan biaya tahunan yang tinggi, memicu kekhawatiran di kalangan investor, khususnya di sektor teknologi dan perbankan yang bergantung pada tenaga kerja asing. Saham perusahaan seperti Microsoft dan Amazon sempat mengalami tekanan akibat kebijakan ini.
Meskipun demikian, beberapa saham seperti Apple dan Tesla berhasil menjadi penopang Nasdaq. Investor juga menantikan data ekonomi penting seperti PCE dan PDB, serta pidato dari Gubernur The Fed yang baru. Selain itu, terdapat pergerakan signifikan pada saham individual, seperti Kenvue yang merosot karena isu Tylenol, serta Pfizer yang melonjak setelah akuisisi Metsera.