Ifonti.com JAKARTA. Kinerja keuangan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menghadapi tantangan signifikan pada paruh pertama tahun ini, mencatat penurunan laba bersih dan pendapatan yang kompak. Kondisi ini membuat sejumlah analis saham merekomendasikan posisi hold bagi saham emiten telekomunikasi pelat merah tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2025, laba periode berjalan yang diatribusikan kepada entitas induk TLKM tercatat sebesar Rp 10,97 triliun. Angka ini menyusut 6,68% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 11,76 triliun. Penurunan bottom line ini sebagian besar dipicu oleh lesunya pendapatan.
Sepanjang semester I-2025, TLKM hanya berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 73 triliun. Angka ini terpaut cukup jauh dari capaian semester I-2024 yang mencapai Rp 75,29 triliun, merefleksikan penurunan sebesar 3,04% YoY. Perlambatan pendapatan ini menjadi sorotan utama bagi investor dan pasar.
Meskipun demikian, secara operasional, Telkom mencatatkan penambahan pelanggan yang stabil sekitar 449.000 per Juni 2025, sehingga total pelanggan mencapai 10,1 juta. Namun, di sisi lain, Average Revenue Per User (ARPU) TLKM justru menunjukkan tren penurunan, berada di angka Rp 220.000, sebuah indikator penting dalam industri telekomunikasi.
Menyikapi kondisi ini, Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, mempertahankan rekomendasi hold untuk saham TLKM dengan target harga Rp 3.200 per saham. Rekomendasi ini didasarkan pada pendekatan valuasi gabungan menggunakan metode EV/EBITDA dan Discounted Cash Flow (DCF).
Sukarno menjelaskan, target harga tersebut mengimplikasikan Price/Earnings (P/E) forward sebesar 12,7 kali, EV/EBITDA sebesar 4,5 kali, dan Price/Book Value (PBV) sebesar 2,10 kali. Ia juga mencermati bahwa pada harga saat ini, saham Telkom diperdagangkan dengan estimasi P/E 12 kali, yang masih di bawah rata-rata sektor telekomunikasi sebesar 16 kali, menunjukkan potensi valuasi yang menarik.
Meski demikian, Sukarno mengingatkan adanya risiko penurunan yang dapat terjadi. Risiko-risiko tersebut meliputi tekanan berkelanjutan pada ARPU, persaingan industri yang masih ketat, tingginya belanja modal, intervensi dari perusahaan teknologi, serta potensi regulasi atau intervensi dari pemerintah yang dapat memengaruhi kinerja perusahaan.
Rasio Penyerapan Capex Turun, Begini Penjelasan Telkom (TLKM)
Senada dengan Kiwoom, Mirae Asset Sekuritas juga memangkas rekomendasi untuk TLKM, dari sebelumnya buy menjadi hold, dengan target harga yang sama, yakni Rp 3.200 per saham. Target ini mengimplikasikan EV/EBITDA untuk sepanjang 2025 sebesar 4,6 kali.
Equity Research Analyst Mirae Asset Sekuritas, Daniel Widjaja dan Willbert Arifin, menjelaskan bahwa keputusan ini didukung oleh ekspektasi perbaikan dinamika pasar pada paruh kedua 2025. Prospek positif ini seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi dan stabilisasi harga layanan seluler. Mereka melihat adanya potensi pertumbuhan dari perluasan jaringan yang berkelanjutan, peningkatan penggunaan data, serta pemulihan ARPU di masa mendatang.
Namun, Daniel dan Willbert turut menggarisbawahi beberapa risiko utama yang dapat menghambat proyeksi tersebut. Risiko-risiko ini mencakup permintaan yang lebih lemah dari perkiraan, kenaikan biaya spektrum, serta tekanan persaingan yang berkepanjangan di segmen seluler, yang semuanya bisa memengaruhi profitabilitas Telkom.
Telkom (TLKM) Kantongi Laba Bersih Rp 10,97 Triliun di Semester I-2025
Ringkasan
Kinerja keuangan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) pada semester I-2025 menunjukkan penurunan laba bersih sebesar 6,68% menjadi Rp 10,97 triliun dan penurunan pendapatan sebesar 3,04% menjadi Rp 73 triliun. Meskipun jumlah pelanggan meningkat, Average Revenue Per User (ARPU) justru mengalami penurunan. Analis saham merekomendasikan posisi hold untuk saham TLKM dengan target harga Rp 3.200.
Rekomendasi hold ini mempertimbangkan valuasi yang menarik di bawah rata-rata sektor telekomunikasi, namun juga mewaspadai risiko penurunan seperti tekanan pada ARPU, persaingan industri, tingginya belanja modal, dan potensi regulasi pemerintah. Mirae Asset Sekuritas juga menurunkan rekomendasi menjadi hold, dengan harapan perbaikan pasar di semester II-2025 seiring pemulihan ekonomi, namun tetap mewaspadai risiko permintaan yang lebih lemah dan kenaikan biaya spektrum.