Pemerintah Amerika Serikat kembali terjerembap dalam government shutdown, sebuah kondisi yang secara langsung mengguncang fondasi transparansi data ekonomi nasional. Imbasnya terasa seketika, terutama dengan batalnya perilisan laporan ketenagakerjaan bulanan yang sangat dinanti dari Bureau of Labor Statistics (BLS) pada Jumat (3/10/2025) sesuai jadwal. Penundaan krusial ini sontak memicu beragam pertanyaan serius mengenai kesehatan pasar tenaga kerja AS yang belakangan menunjukkan sinyal perlambatan.
Sebelum government shutdown ini, sinyal perlambatan sudah mulai terlihat. Hingga Agustus 2025, data ekonomi mengindikasikan bahwa pasar kerja mulai kehilangan momentumnya. Bahkan, revisi terakhir menunjukkan bahwa ekonomi sempat mengalami kehilangan lapangan kerja pada Juni, yang menyebabkan tingkat pengangguran naik menjadi 4,3 persen. Laporan independen turut memperkuat kekhawatiran ini; ADP mencatat bahwa pengusaha swasta memangkas 32 ribu posisi pada September, sementara data dari Challenger, Gray & Christmas mengungkap bahwa rencana perekrutan mencapai titik terendah sejak 2009.
Situasi ini menciptakan apa yang disebut Kepala Ekonom AS di Oxford Economics, Ryan Sweet, sebagai “kabut data” bagi Federal Reserve (The Fed). Artinya, bank sentral Amerika Serikat kini harus mengambil keputusan vital mengenai arah kebijakan moneter dengan informasi yang sangat terbatas. Absennya data ekonomi yang akurat, terutama dari sektor ketenagakerjaan, menempatkan The Fed dalam posisi dilematis untuk menentukan langkah berikutnya.
Padahal, The Fed baru saja memangkas suku bunga pada September sebagai respons terhadap perlambatan ekonomi dan dijadwalkan akan kembali bersidang pada akhir Oktober untuk menentukan langkah selanjutnya. Tanpa data ketenagakerjaan dan inflasi yang akurat dan tepat waktu, keputusan yang diambil berisiko tinggi menjadi kurang tepat sasaran. Konsekuensi dari hal ini bisa berdampak luas, mulai dari ketidakstabilan pasar keuangan hingga terkikisnya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi AS.
Lebih dari sekadar data ketenagakerjaan, penundaan government shutdown juga berpotensi besar memengaruhi perilisan data inflasi September yang semula dijadwalkan pada 15 Oktober 2025. Keterlambatan ini memiliki efek domino yang signifikan, khususnya terhadap perhitungan Cost-of-Living Adjustment (COLA) 2026 bagi para penerima manfaat Social Security.
Perhitungan COLA didasarkan pada rata-rata inflasi kuartal III (Juli–September), dan meskipun pembayaran pensiun tidak terdampak secara langsung, ketidakpastian mengenai besaran kenaikan manfaat ini bisa menimbulkan keresahan yang mendalam. Keresahan ini menyasar lebih dari 70 juta pensiunan dan penyandang disabilitas di Amerika Serikat yang sangat bergantung pada penyesuaian biaya hidup ini untuk menjaga daya beli mereka.
The Senior Citizens League sendiri telah memproyeksikan bahwa COLA 2026 akan berada di angka 2,7 persen, sedikit lebih tinggi dari angka 2,5 persen tahun ini, atau setara dengan tambahan sekitar 50 dolar AS per bulan. Namun, jika shutdown pemerintah terus berlanjut, pengumuman resmi bisa tertunda, sebagaimana pernah terjadi pada tahun 2013. Kala itu, rilis data ekonomi dan perhitungan COLA harus diundur hingga dua minggu.
Situasi ini secara tegas menegaskan bahwa government shutdown bukan sekadar urusan politik semata. Lebih dari itu, ia menimbulkan gelombang ketidakpastian yang luas, mencakup stabilitas ekonomi, arah kebijakan moneter, hingga kesejahteraan jutaan warga yang mengandalkan data resmi sebagai dasar pengambilan keputusan. Pada akhirnya, government shutdown adalah gangguan serius terhadap kejelasan data ekonomi yang sangat vital dan dibutuhkan oleh pasar, para pembuat kebijakan, hingga jutaan warga Amerika Serikat dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka.