Bitcoin ATH Lagi! Analis Ungkap Proyeksi Harga Hingga Akhir Tahun

Ifonti.com – JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) pada 5 Oktober 2025. Kenaikan signifikan ini banyak dikaitkan dengan sentimen “Uptober”, pola historis di mana Bitcoin cenderung mengalami lonjakan harga yang kuat di bulan Oktober.

Menurut data dari CoinMarketCap pada Senin (6/10) pukul 17.13 WIB, harga Bitcoin telah melonjak 10,55% dalam sepekan, mencapai level US$ 123.996. Secara lebih luas, dalam kurun waktu satu tahun, aset kripto terbesar ini telah melonjak hingga 99,8%, menunjukkan performa yang sangat impresif.

Andri Fauzan, Crypto Research Reku, menyatakan bahwa BTC bahkan sempat menyentuh level tertinggi di atas US$125.000, melampaui rekor sebelumnya sebesar US$ 124.480 yang tercatat pada pertengahan Agustus 2025. “Lonjakan ini tidak hanya menandai kembalinya momentum bullish di pasar kripto, tetapi juga menegaskan posisi Bitcoin sebagai aset safe-haven di tengah ketidakpastian global,” ujarnya.

Data CoinGecko dan Reuters mengonfirmasi bahwa harga BTC melonjak hingga US$125.689 pada sesi perdagangan awal di New York pada 5 Oktober. Kenaikan drastis ini didorong oleh volume transaksi yang mencapai hampir US$50 miliar dalam 24 jam terakhir.

Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Besok Selasa (7/10/2025)

Andri menjelaskan lebih lanjut bahwa pencapaian ATH ini bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil dari sinergi berbagai faktor makroekonomi, regulasi, dan sentimen pasar yang kuat. “Lonjakan ini terjadi di tengah ‘Uptober’, istilah yang merujuk pada pola historis Bitcoin yang cenderung naik kuat setiap bulan Oktober,” tegas Andri kepada Kontan, Senin (6/10).

Beberapa pendorong utama di balik lonjakan harga Bitcoin ini meliputi:

Pertama, Shutdown Pemerintah AS dan Ketidakpastian Politik. Pada 3 Oktober 2025, pemerintah AS mengalami shutdown akibat kegagalan kesepakatan pendanaan federal di Kongres. Situasi ini mendorong investor untuk beralih ke aset desentralisasi seperti Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap risiko geopolitik. Analis JPMorgan bahkan menyebut BTC kini berperan sebagai “debasement trade” – aset yang melindungi dari pelemahan mata uang fiat.

Kedua, Inflows Rekor ke ETF Bitcoin. Sejak persetujuan ETF spot Bitcoin pada Januari 2024, arus masuk dana (inflows) ke produk-produk ini telah mencapai lebih dari US$ 60 miliar. BlackRock’s iShares Bitcoin Trust (IBIT) kini mengelola aset senilai US$ 97 miliar, sementara Fidelity’s FBTC mencapai US$ 25 miliar. Pekan lalu, inflows mingguan mencatat angka US$ 3,24 miliar, dengan BlackRock menyumbang US$ 524 juta per hari. Kondisi ini menciptakan tekanan beli yang signifikan, menekan pasokan BTC di bursa hingga level terendah sejak 2019.

Ketiga, Potensi Pemotongan Suku Bunga Fed. Data tenaga kerja AS yang lemah (ADP numbers) meningkatkan ekspektasi pasar akan pemotongan suku bunga sebesar 0,25% pada Oktober dan Desember 2025, yang cenderung positif bagi aset berisiko seperti kripto.

Keempat, Sentimen Pasar Bullish. Likuidasi posisi short senilai US$ 100 juta hanya dalam satu jam pada 5 Oktober menunjukkan momentum kuat dari para trader ritel dan institusional. Indeks Fear & Greed yang berada di level 71 (Greed) juga menandakan optimisme pasar yang tinggi.

Senada dengan pandangan tersebut, Yudhono Rawis, Founder FLOQ, mengemukakan bahwa dalam sepekan terakhir, Bitcoin naik sekitar 10,61% ke US$ 123.944, dengan titik tertinggi intraday mencapai US$125.559,2. “Kenaikan ini didorong faktor fundamental dan teknikal yang memperkuat optimisme pelaku pasar,” kata Yudhono.

Ia menambahkan, “Lonjakan harga Bitcoin saat ini terutama ditopang oleh arus masuk (inflows) yang kuat ke ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat, serta meningkatnya partisipasi institusional di pasar kripto.”

FLOQ menilai prospek Bitcoin hingga akhir 2025 masih berada dalam tren positif. Katalis utama yang diperkirakan akan terus mendukung antara lain adopsi institusional melalui ETF dan produk investasi aset digital, integrasi blockchain yang semakin luas di sektor keuangan tradisional, serta dominasi Bitcoin yang lebih dari 58%, menandakan keyakinan pasar yang kuat pada aset utama ini. “Apabila momentum bullish bertahan dan area dukungan US$ 120.000 – US$ 122.000 terjaga, ada kemungkinan harga Bitcoin berada di kisaran US$ 135.000 – US$ 140.000 pada akhir tahun,” jelas Yudhono.

Namun, di balik optimisme ini, FLOQ tetap mengingatkan akan volatilitas kripto yang tinggi. “Kami mendorong masyarakat untuk berinvestasi secara bijak, melakukan riset menyeluruh, dan menyesuaikan eksposur dengan profil risiko masing-masing,” pungkas Yudhono.

Harga Emas Dunia Tembus Rekor US$3.900 per Ounce, Saham Tambang Emas Kompak Menguat

Ringkasan

Harga Bitcoin (BTC) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) pada 5 Oktober 2025, mencapai level di atas US$125.000. Kenaikan ini didorong oleh berbagai faktor seperti sentimen “Uptober”, shutdown pemerintah AS, inflows yang signifikan ke ETF Bitcoin, dan ekspektasi pemotongan suku bunga oleh The Fed. Momentum bullish ini juga didukung oleh volume transaksi yang tinggi dan optimisme pasar yang tercermin pada indeks Fear & Greed.

Analis memproyeksikan prospek Bitcoin hingga akhir 2025 masih positif, dengan potensi harga mencapai kisaran US$135.000 – US$140.000 jika momentum bullish bertahan. Adopsi institusional melalui ETF dan integrasi blockchain yang luas menjadi katalis utama. Meskipun demikian, investor tetap diingatkan akan volatilitas kripto dan pentingnya melakukan riset serta menyesuaikan investasi dengan profil risiko masing-masing.